
Rasindo group.com – Terlalu konyol jika ada manusia yang tidak ingin bahagia, bahkan banyak orang yang mengalami stress atau menjadi gila disebabkan gagal bahagia. Berarti, posisi bahagia sebenarnya adalah tujuan inti dari semua mahluk hidup. Hal ini bisa dibuktikan dari do’a-do’a atau harapan semua manusia agar bisa hidup bahagia di dunia dan di ahirat.
Tersadari atau tidak, mendapatkan taufik atau tidak setelah turunnya hidayah, ada beberapa hal yang menyebabkan hilangnya kebahagin dari diri kita :
1. Gengsi atau merasa malu mengakui kekurangannya.
Bagaimana bisa seseorang malu mengakui kekurangannya sedang hal ini sudah jelas tertulis diberbagai buku-buku dan kitab suci bahkan sudah dibuktikan bahwa tuhan menciptakan manusia dalam keadaan lemah “وخلق النسان ضعيفا “ yang artinya bahwa Allah menciptakan manusia dalam keadaan lemah.
Banyak orang tau akan teori yang berbunyi seperti itu, namun apakah mereka semua menyadari dan mengerti akan arti dari teori tersebut?. Banyak para petinggi Negara yang malu mengakui kekurangannya dihadapan masyaraka/rakyatnya, entah karena jabatannya yang sudah tinggi atau karena ilmunya yang sudah banyak?. Namun tak sedikit pula para petinggi negara yang sadar dan mengamalkan teori ini mungkin petinggi seperti ini selain pintar dan bijak ia pula memiliki akhlak.
Jika kita melihat para intelektual, pembesar negara, dan sebagainya yang melakukan hal semacam ini, maka seakan itu tidak dianggap masalah yang terlalu besar bagi masyarakat kecil dibawah mereka, sebab masih ada kepantasan walaupun itu bukan cerminan akhlak yang baik bagi seorang intelektual, namun sebenarnya hal tersebut sangat tidak di benarkan karena di era sekarang masyarakat sudah banyak yang pintar, cerdas, bijak dalam menilai para pembesar negara yang mana yang benar dan yang tidak benar, terkadang para pejabat cerdas dalam berbicara untuk meyakinkan masyarakat kecil bahwa ia adalah terbaik dalam segala bidang yang bisa mensejahterakan masyarakat dan lain sebagainya pada saat berpolitik, tak sedikit pula para pejabat yang tidak seperti itu. Bahkan tidaklah mustahil jika mereka masih butuh pada ilmu orang lain.
Hal yang sangat miris didengar adalah jika hal ini terjadi pada orang-orang yang minim Ekonomian, pengetahuan dan minim pengetahuan empiris. Sebagaimana kita ambil contoh minim Ekonomi akibat Pengangguran kondisi ini dimana seseorang tidak bekerja dalam usianya yang produktif, yakni sekisar antara 15 tahun hingga 65 tahun. Pengangguran merupakan masalah yang pokok dalam suatu masyarakat modern, dan pada umumnya pengangguran disebabkan karena jumlah angkatamn kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang mampu menyerapnya. Jadi tingkat pengangguran tinggi, sumber daya menjadi terbuang percuma dan tingkat pendidikan masyarakat merosot. Situasi ini menimbulkan kelesuan ekonomi yang berpengaruh pada emosi masyarakat dan kehidupan keluarga sehari-hari, didalam keluarga jika telah sakral disarankan untuk saudara kandung atau orang tua untuk tidak ikut campur intervensi dalam keluarga tersebut, karana belum tentu bantuan yang diberikan itu yang terbaik.
minim Pengetahuan seorang mahasiswa yang terlanjur masuk ada jurusan yang didalamnya terdapat beberapa prodi yang tdak pernah ia pelajari sebelumnya pada jenjang SMP /SMA, apalagi disisi lain dia tidak tergolong manusia ber IQ tinggi. Bisa kita bayangkan sendiri apa yang akan terjadi jika dia mendapat tugas untuk membuat karya tulis ilmiah dan mempresentasikannya di depan kelas. Dan kasusnya disini adalah dia tidak mau bertanya pada orang lain sebab malu mengakui kekurangannya, “apakah hal ini tidak konyol dan sangat menggelikan jika dilihat?” dimana teman-temannya akan menyadari akan keterangannya yang tidak jelas dan yang pasti dibumbui dengan gayanya yang sok bisa ditambah dengan alasan yang menggelikan untuk menutupi kesalahannya.
Begitupun hal ini jika terjadi diberbagai lapisan masyarakat dengan berbagai contoh yang pernah kita jumpai disekitar kita seperti ibu-ibu rumah tangga yang selalu membanding bandingkan dirinya terhadap kesuksesan orang lain atau saudara-saudaranya. Walhasil, dampak dari itu semua adalah kebahagiaan also, dia tidak akan merasa puas atas apa yang telah ia lakukan.
2. Membohongi diri sendiri.
Jika para pembaca sudah paham dengan contoh dan arti pada alasan pertama di atas, maka tentulah para pembaca sudah bisa menjabarkan sendiri pada penyebab yang kedua ini. Sedangkan kita juga sering melihat bahkan merasakan sendiri bagaimana perasaan sesungguhnya orang-orang yang membohongi dirinya sendiri, baik itu tidak jujur sebab masalah pencapaian ilmunya, perasaannya, kemampuan perekonomiannya dsb.
3. Jauh dari tuhan.
Puncak dari penyebab hilangnya kebahagiaan dari diri seseorang adalah ketika dia jauh dari tuhannya, sebab sang pemberi kebahagiaanpun pada hakikatnya adalah tuhan Allah SWT. Bagaimana seseorang terus berlari dan menjauh dari tuhannya jika seluruh sumber kebahagiaan yang dia kejar adalah semua berasal dari tuhan semesta alam. Apalagi jika seseorang tersebut masih mempraktekkan penyebab pertama dan kedua dalam hal ini yakni dia membohongi dirinya sendiri jika sedang jauh dari tuhannya bahkan dia tidak mengakui jika sedang jauh dari sang penciptanya.
Editor: Redaksi