
Rasindo group.com – Beriman akan adanya Allah Swt (Baca: Alloh Swt). merupakan saripati ajaran Islam. Keberadaan Allah Swt. dipandang sebagai sesuatu yang mutlak. Pangkal semua ajaran Islam adalah bersumber pada keyakinan ini.
Maulana Muhammad Ali menyebutkan adanya tiga bukti berkenaan dengan keberadaan Allah Swt. Pertama, bukti yang diambil dari kejadian alam, yang dapat disebut pengalaman rendah atau pengalaman jasmani manusia. Kedua, bukti tentang kodrat manusia, yang disebut pengalaman batin manusia. Ketiga, bukti yang didasarkan atas wahyu Allah kepada manusia, yang dapat disebut pengalaman tertinggi atau pengalaman rohani manusia.
Bukti pertama yang berkaitan dengan kejadian alam berpusat pada kata Rabbun (Tuhan). Dalam wahyu yang pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. beliau disuruh supaya: “membaca nama Rabb, Yang menciptakan” (QS. al-‘Alaq (96): 1). Kata rabbun memiliki dua arti, yaitu (1) memelihara, mengasuh atau memberi makan, dan (2) mengatur, melengkapi, dan menyempurnakan. Menurut Imam al-Raghib al-Isfahani, arti kata rabbun adalah memelihara sesuatu sedemikian rupa melalui tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain, sehingga mencapai tujuan yang sempurna. Ayat al-Quran yang menunjuk pengertian demikian adalah: “Muliakanlah nama Rabb-mu Yang Maha Luhur, Yang menciptakan, kemudian melengkapi, dan Yang membuat (sesuatu) menurut ukuran, kemudian memimpin itu menuju tujuan kesempurnaan” (QS. al-A’la (87): 1-3).
Bukti kedua bertalian dengan jiwa manusia. Di dalam jiwa manusia terdapat kesadaran akan adanya Allah. Akan tetapi kadang-kadang kesadaran yang demikian ini dikesampingkan. Sikap demikian inilah yang kemudian menjerumuskan manusia dalam kesesatan. Adanya kesadaran ketuhanan ini sebenarnya telah diingatkan Allah dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan tatkala Tuhanmu mengeluarkan keturunan para putera Adam, dari sulbii mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. al-A’raf (7): 172).
MUTIARA KISAH Dikisahkan, suatu saat, setelah berceramah Nasruddin ditanya: “Pak Nasruddin! Bagaimanakah pendapat Anda tentang kekuasaan Tuhan?” Jawab Nasruddin: “Sejak aku mengenali diriku sendiri, aku tahu segala apa yang ditetapkan oleh Allah adalah nyata. Andai kekuasaan Allah tiada, tentu aki telah berhasil memenuhi sebagian apa-apa yang aku angan-angankan!”
Bukti yang paling terang dan paling meyakinkan tentang adanya Allah adalah bukti ketiga, yaitu melalui wahyu. Dengan tersingkapnya rahasia sifat-sifat Allah melalui wahyu, maka keimanan kepada Allah menjadi faktor utama yang akan membimbing kehidupan manusia. Dengan mencontoh akhlak Allah, manusia akan meningkat ke puncak keluhuran akhlak yang tinggi.
Allah adalah Dzat yang memelihara dan mengasuh semua ciptaan-Nya; maka dari itu mengabdi kepada Allah berarti akan bekerja sekuat tenaga guna melayani kepentingan sesama manusia dan mencintai sesama makhluk. Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih; dengan demikian, orang yang beriman kepada Allah akan tergerak perasaan kasih sayangnya terhadap sesama makhluk. Demikian pula Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun; maka dari itu orang yang mengabdi kepada Allah, pasti tidak menjadi seorang yang pendendam, melainkan akan menjadi seorang yang pemaaf. Secara sederhana iman kepada Allah dapat dipahami sebagai suatu keyakinan dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. itu benar-benar ada dan Allah Swt. itu memiliki sifat-sifat yang sempurna. Keberadaan Allah Swt. dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya tidak boleh diragukan sedikit pun. Dengan demikian dapat dikatakan, seseorang yang mengimani Allah harus benar-benar meyakini keberadaan Allah Swt. dengan berbagai bukti yang memperkuatnya dan sekaligus meyakini kesempurnaan semua sifat yang dimiliki-Nya. “ Sumber terpercaya Dr. Marzuki, M.Ag. Dosen PKn dan Hukum FIS UNY”
Editor: Dedy TA