
Rasindo group.com – Kepolisian Negara Republik Indonesia (disingkat Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mempunyai moto Rastra Sewakotama yang artinya Abdi Utama bagi Nusa Bangsa. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Hakekat Laporan Polisi Tentang Tindak Pidana
Mengenai “laporan”, pada butir 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 , yang isinya sama dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana pada Ketentuan Umum butir 2, dan yang sama juga dengan Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya disebut KUHAP), dinyatakan : “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.
Dengan demikian, maka hakekat laporan adalah merupakan suatu peristiwa yang telah dilaporkan kepada pejabat yang berwenang tentang suatu tindak pidana, untuk dapat segera ditindaklanjuti oleh pejabat yang bersangkutan, yang dalam hal ini segera memasuki proses penyelidikan dan penyidikan.
Di samping pengertian tentang laporan tersebut, juga terdapat istilah “laporan polisi” sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana pada Ketentuan Umum butir 3 yang menyatakan bahwa laporan polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undangundang bahwa akan, sedang, atau telah teradi peristiwa pidana.
Selain daripada pengertian laporan dan laporan polisi tersebut, pada butir 4 Ketentuan Umum Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana juga dimuat pengertian “pengaduan”, yakni suatu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
Tentang pejabat yang berwenang menerima laporan disebutkan dalam Pasal 5 KUHAP adalah penyelidik. Untuk mengetahui siapa yang berwenang melakukan penyelidikan kita kembali ke Pasal 1 butir 4 KUHAP yang menyatakan bahwa Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penyelidikan. Menurut KUHAP sesuai yang dirumuskan dalam Pasal 4 disebutkan bahwa Penyelidik adalah setiap pejabat polisi Republik Indonesia. Tegasnya : penyelidik adalah setiap pejabat polri. Jaksa atau pejabat yang lain, tidak berwenang melakukan penyelidikan. Hal ini berarti bahwa penyelidikan adalah merupakan monopoli tunggal bagi Polri.154
Sehubungan dengan laporan, laporan polisi dan pengaduan, pada pasal 108 KUHAP diatur tentang siapa yang disebut dan yang berhak bertindak sebagai pelapor atau pengadu, sebagai berikut :
- Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
- Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik
- Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
- Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Dalam hal terjadi suatu tindak pidana, maka setiap orang berhak melapor sebagaimana menurut Pasal 108 KUHAP, maka untuk melaporkan adanya tindak pidana dimaksud menurut Pasal 108 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP, yaitu laporan baik lisan maupun tertulis harus dilaporkan atau disampaikan kepada polisi selaku penyelidik/penyidik tunggal untuk tindak pidana umum.
Mengenai bentuk laporan, Pasal 103 KUHAP mengatur sebagai berikut:
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan
ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik.
Untuk menindaklanjuti setiap laporan polisi tentang suatu tindak pidana, maka prosesnya dapat dilakukan sebagai berikut :
- Pasal 102 ayat (1) KUHAP, Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.
- Pasal 102 ayat (3) KUHAP, Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum
- Pasal 111 ayat (3) KUHAP, Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.
- Pasal 111 ayat (4) KUHAP, Pelanggar Iarangan tersebut dapat dipaksa tinggal di tempat itu sampai pemeriksaan dimaksud di atas selesai.
Pada pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana, lebih spesifik diatur tentang Laporan Polisi, sebagai berikut:
- Laporan Polisi tentang adanya tindak pidana dibuat sebagai landasan dilakukannya proses penyelidikan dan/atau penyidikan, terdiri dari Laporan Polisi Model A, Laporan Polisi Model B dan Laporan Polisi Model C.
- Laporan Polisi Model A dibuat oleh anggota Polri yang mengetahui adanya tindak pidana.
- Laporan Polisi Model B dibuat oleh petugas di SPK berdasarkan laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang.
- Laporan Polisi Model C dibuat oleh penyidik yang pada saat melakukan penyidikan perkara telah menemukan tindak pidana atau tersangka yang belum termasuk dalam Laporan Polisi yang sedang diproses.
Pada pasal 7 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana, diatur mengenai :
- Laporan Polisi Model A harus ditandatangani oleh anggota Polri yang membuat laporan.
- Laporan Polisi Model B harus ditandatangani oleh petugas penerima laporan di SPK dan oleh orang yang menyampaikan Laporan kejadian tindak pidana.
- Laporan Polisi Model C harus ditandatangani oleh penyidik yang menemukan tindak pidana atau tersangka yang belum termasuk dalam Laporan Polisi yang sedang diproses dan disahkan oleh Perwira Pengawas Penyidik.
- Laporan Polisi Model A dan Model B dan Model C yang telah ditandatangani oleh pembuat Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), selanjutnya harus disahkan oleh Kepala SPK setempat agar dapat dijadikan dasar untuk proses penyidikan perkaranya.
Selanjutnya pada Pasal 8 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan laporan Pidana, diatur tentang penerimaan Laporan Pidana, sebagai berikut:
- Setiap laporan dan/atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang secara lisan atau tertulis, karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang, wajib diterima oleh anggota Polri yang bertugas di SPK.
- Dalam hsal tindak pidana yang dilaporkan/diadukan oleh seseorang tempat kejadiannya (locus delicti) berada di luar wilayah hukum kesatuan yang menerima laporan, petugas SPK wajib menerima laporan untuk kemudian diteruskan/dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang guna proses penyidikan selanjutnya.
Dalam Pasal 9 diatur perihal :
- SPK yang menerima laporan/pengaduan, wajib memberikan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) kepada pelapor/pengadu sebagai tanda bukti telah dibuatnya Laporan Polisi.
- Pejabat yang berwenang menandatangani STTL adalah Kepala SPK atau petugas yang ditunjuk untuk mewakilinya.
- Tembusan STTL wajib dikirimkan kepada Atasan Langsung dari Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Bahwa dalam proses penerimaan Laporan Polisi, petugas reserse di SPK wajib meneliti identitas pelapor/pengadu dan meneliti kebenaran informasi yang disampaikan. Guna menegaskan keabsahan informasi sebagaimana dimaksud petugas meminta kepada pelapor/pengadu untuk mengisi formulir pernyataan bahwa:
- perkaranya belum pernah dilaporkan/diadukan di kantor kepolisian yang sama atau yang lain;
- perkaranya belum pernah diproses dan/atau dihentikan penyidikannya;
- bersedia dituntut sesuai ketentuan hukum pidana yang berlaku, bilamana pernyataan atau keterangan yang dituangkan di dalam Laporan Polisi ternyata dipalsukan, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau merupakan tindakan fitnah.
Dalam hal pelapor dan/atau pengadu pernah melaporkan perkaranya ke tempat lain, atau perkaranya berkaitan dengan perkara lainnya, pelapor/pengadu diminta untuk menjelaskan nama kantor Kepolisian yang pernah menyidik perkaranya.
Penyaluran Laporan Polisi diatur dalam Pasal 11, sebagai berikut :
- Laporan Polisi yang dibuat di SPK wajib segera diserahkan dan harus sudah diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan Laporan Polisi paling lambat 1 (satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
- Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang selanjutnya wajib segera dicatat di dalam Register B 1.
- Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya harus sudah disalurkan kepada penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3 (tiga) hari sejak Laporan Polisi dibuat.
Pasal 12 ayat (1) mengatur bahwa dalam hal Laporan Polisi harus diproses oleh kesatuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), setelah dicatat dalam register B 1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Laporan Polisi harus segera dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang menangani perkara paling lambat 3 (tiga) hari setelah Laporan Polisi dibuat. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa tembusan surat pelimpahan Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pihak Pelapor.
Pasal 13, bahwa Pejabat yang berwenang menyalurkan Laporan Polisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) adalah pejabat reserse yang ditunjuk di setiap tingkatan daerah hukum sebagai berikut:
- Karo Analis pada tingkat Bareskrim Polri;
- Kabag Analis Reskrim pada tingkat Polda;
- Kasubbag Reskrim pada tingkat Polwil;
- Kaurbinops Satuan Reserse tingkat KKO;
- Kepala/Wakil Kepala Polsek.
Laporan Polisi untuk Perkara tindak pidana luar biasa (extra ordinary) seperti narkotika dan terorisme disalurkan kepada penyidik profesional dari satuan yang bersangkutan (satuan reserse narkoba dan satuan khusus anti teror). Dalam hal penanganan perkara luar biasa (extra ordinary) atau faktor kesulitan dalam penyidikan, dalam penanganan perkara dan pengungkapan jaringan pelaku tindak pidana luar biasa narkoba dan terorisme, ketentuan tentang pembatasan jumlah penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) dapat diabaikan. Dalam hal sangat diperlukan, pejabat penyalur Laporan Polisi dapat menugasi penyidik untuk melakukan penyidikan perkara yang membutuhkan prioritas, atas persetujuan dari atasan yang berwenang.
Tujuan Kepolisian Dalam Pelayanan Masyarakat
Keberadaan Polisi sebagai sebuah institusi hukum sudah cukup tua, setua usia sejarah manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Pada umumnya peran polisi adalah institusi yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban atau orde masyarakat, agar tercapai suasana kehidupan aman, tentram, dan damai, dan polisi merupakan institusi yang berperan dalam menegakkan hukum dan norma yang hidup di masyarakat. Polisi adalah institusi yang dapat memaksakan berlakunya hukum, yakni apabila hukum dilanggar, terutama oleh perilaku menyimpang yang namanya kejahatan.
Andai kata kita berada pada suatu tingkat pemahaman yang sederhana, ungkapan di atas rasanya telah usang untuk dijabarkan dan diutarakan dalam kondisi sekarang ini, sebab di satu sisi usia kepolisian yang telah mencapai lebih dari setengah abad, dan di sisi lain perkembangan masyarakat telah menuju ke modernitas dan tatanan global, sehingga masyarakat telah cukup mengenal eksistensi dan karakteristik kepolisian.155
______________
154M. Yahya Harahap, Op Cit, h.101.
155Sadjijono, Etika Profesi Kepolisian – Suatu Telaah Filosofis : Konsep dan Implementasinya dalam Pelaksanaan Tugas, Penerbit Alfina Primatama, Surabaya, 2006, h.21
Terdapat hubungan yang sangat erat antara masyarakat dengan polisi. Tidak ada masyarakat tanpa polisi. Keberadaan polisi dengan demikian tidak dapat dilepaskan dari masyarakat. Dimana ada masyarakat di situlah terdapat institusi kepolisian. Eratnya hubungan itu tersurat dalam konsideran Undang-Undang Kepolisian, yang menyatakan bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Yoyok Ucuk Suyono, menyatakan bahwa :
Bentuk pemolisian sebenarnya telah ada sejak beberapa ribu tahun yang lalu dan dapat ditelusuri sampai pada jaman Babilon, Polisi jaman dulu diorganisasikan dalam bentuk polisi militer atau polisi semi-militer (semi military organizations) yang dikembangkan dari pengawal pribadi (personal bodyguard) para penguasa (rulers) dan kepala-kepala suku (war lords), dan juga dibentuk atas keperluan masyarakat yang memerlukan suatu sarana perlindungan untuk kepentingan bersama.156
Lembaga kepolisian di negara kolonial kiranya dibebankan untuk menjalankan tugas yang paling kotor, berat, dan imbalannya paling tidak sepadan. Pada 1936 mantan perwira polisi, Eric Blair, menjelaskan alasannya. Blair, lebih dikenal sebagai George Orwell, merujuk pada pengalaman kerjanya di Burma di bawah penjajahan Inggris. Ia selama lima tahun, dari 1922 sampai dengan 1927, bekerja sebagai perwira polisi di sana. Pada 1927 ia, yang kemudian membenci pekerjaan kepolisian di negara jajahan, pulang meninggalkan Burma untuk selamanya. Ia berkeyakinan bahwa “imperialism was an evil thing”.157
Permasalahan keamanan dalam negeri yang ditandai dengan meningkatnya berbagai gangguan kriminalitas, menempatkan eksistensi institusi Polri menjadi sangat penting peranannya terutama dalam menghadapi berbagai peristiwa kejahatan konvensional (pencurian, pembunuhan, perampokan dan lain-lain) maupun kejahatan berdimensi baru antara lain white collar crime, terorisme, narkoba, trafficking, illegal logging dan lain-lainnya.158
Seperti kita ketahui, dari sekian banyak pengertian tentang hukum, dapat disimpulkan bahwa hukum adalah peraturan, ketentuan, dan ketetapan yang telah disepakati oleh masyarakat dan para penegak hukum, yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya.159 Rumusan peraturan tersebut hanyalah ancaman kosong atau “macan kertas”, yang tidak bermakna tanpa bantuan institusi yang bernama polisi. Itu berarti ancaman hukum dalam peraturan hukum dikemas dengan sangat berat dan mengerikan, tidak berguna apabila tidak mendapat bantuan dari polisi untuk dipaksakan penerapannya. Untuk mengetahui bagaimana hukum ditegakkan tidaklah dilihat dari institusi hukum seperti kejaksaan atau pengadilan, tetapi dilihat dari perilaku polisi yang merupakan garda terdepan dari proses penegakan hukum. Bagaimana polisi berperilaku begitulah hukum bekerja. Istilah polisi, menurut Raymond B. Fosdick sebagaimana dikutip Abdussalam, memberikan pengertian bahwa polisi sebagai kekuatan konstitusi utama untuk melindungi individu dalam hak-hak hukum mereka.160
Sebagai pelaksanaan pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), polisi bertugas mengantisipasi, menjaga dan mengayomi masyarakat dari perilaku jahat yang diperagakan oleh penjahat. Bersama anggota masyarakat, polisi melakukan upaya preventif, yaitu mencegah terjadinya kejahatan. Bersama masyarakat Polisi bahu-membahu menjaga keamanan lingkungan. Polisi harus siap siaga terhadap keadaan yang mengancam keselamatan masyarakat. Peran Polri sebagai pelindung dan pengayom masyarakat dengan demikian bukan sembarang pelayan, itulah polisi yang mesti selalu dekat dengan masyarakat.161 Dalam Undang-Undang Kepolisian, disebutkan bahwa kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
International City Manager’ Association seperti dikutip oleh Siswanto Sunarso, menulis bahwa :
Seluruh kerangka pemerintahan dibangun atas dasar hukum dan ketertiban dan sebaliknya seluruhnya bergantung pada administrasi polisi yang jujur dan efisien. Rupa-rupanya hal ini langsung meletakkan tanggung jawab yang besar sekali di atas pundak petugas keamanan. Karena itu mutlak perlu bahwa seorang petugas keamanan mengetahui tugas-tusas dan tanggung jawab pokok maupun tugas-tugas mana yang berhubungan erat. Semua tugasnya sangat penting dan mempunyai tujuan yang pasti. Para pemimpin kepolisian sependapat bahwa tugas dan tanggung jawab pokok petugas keamanan dikatagorikan dalam lima golongan, yaitu :
- Perlindungan terhadap jiwa dan harta benda,
- Pemelihara keamanan umum,
- Pencegahan terjadinya kejahatan,
- Penegakan hukum,
- Penahanan para pelanggar dan penemuan kembali barang-barang yang hilang dan dicuri.162
Kepolisian adalah sebagai suatu lembaga yang mengemban fungsi pemerintahan bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat berlandaskan pada asas legalitas (rechtmatigheid) yang diatur dalam UUD 1945, Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Polri serta undang-undang lain yang mengatur secara khusus. Fungsi kepolisian tersebut terdiri dari dua fungsi, yakni fungsi preventif dan fungsi represif. Fungsi preventif dijalankan dalam rangka memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dan fungsi represif sebagai fungsi penegakan hukum. Oleh karena itu dalam mengemban fungsi pemerintahan tersebut harus bertumpu pada prinsip good governance yang dirumuskan dalam AUPB (algemene beginselen van behoorlijk bestuur).163
______________
156 Yoyok Ucuk Suyono, Op.cit, h.9., 157Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda – Dari Kepedulian dan Ketakutan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2011, h.xv, 158Pudi Rahardi, Op.Cit, h.199, 159Efran Helmi Juni, Op Cit, h.35, 160Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif Dalam Disiplin Hukum, Penerbit PTIK, Jakarta, 2014, h.7, 161Suwarni, Op Cit, h.217, 162Siswanto Sunarso, Op Cit, h.5., 163Sadjijono, Op Cit, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance, h.42
Tugas dan Wewenang Kepolisian
Dalam Pasal 13 dan 14 UU Kepolisian, dijelaskan beberapa tugas yang diemban Polri, yaitu:
- memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
- menegakkan hukum,
- memberikan perlindungan,
- membina dan meningkatkan partisipasi, kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, serta
- turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
Rumusan tersebut tidak jauh berbeda dengan rumusan tugas kepolisian sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 1961 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara yang mengatakan, bahwa polisi bertugas memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk memberi perlindungan dan pertolongan. Polisi juga bertugas mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit sosial, seperti gelandangan, premanisme, dan lainlain. Tidak hanya itu, polisi juga mengusahakan ketaatan warga masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara.
Tugas pengayoman polisi sering diaktualisasikan dalam tindakan konkrit yang bermakna bagi anggota masyarakat yang mengerti arti sebuah pengabdian. Misalnya polisi harus menjaga dengan penuh kewaspadaan di tengah malam pada saat warga masyarakat tidur lelap, atau polisi harus bersedia menyeberangkan anak-anak atau orang lanjut usia manakala jalan ramai.164
Pengabdian polisi kepada masyarakat seperti itu tidak selalu mendapat imbalan dan penghargaan. Kadang kala sebaliknya sorotan negatif diterima polisi oleh sebab ada oknum polisi yang merusak jati dirinya, yaitu melakukan tindakan menyimpang yang menyakitkan sehingga membekas di hati masyarakat. Misalnya, tindakan polisi memeras masyarakat, meminta denda damai kepada pelanggar lalu lintas, menjadi backing bagi sindikat perjudian dan premanisme, melakukan tindak korupsi dan kolusi, atau berperilaku menyimpang lainnya.165
Pepatah nila setitik merusak susu sebelanga agaknya berlaku terhadap korps polisi. Sehingga citra polisi di mata masyarakat sulit merangkak naik akibat perilaku menyimpang yang dilakukan oleh segelintir oknum polisi nakal. Sedangkan perbuatan baik polisi lainnya yang jumlahnya lebih banyak tidak mampu mendongkrak citra polisi. Padahal hanya sebagian kecil saja polisi yang kurang baik dari seluruh korps polisi. Ada banyak polisi yang gugur di medan tugas dalam upaya melindungi dan mengayomi masyarakatnya. Ada saja polisi yang mati di tangan penjahat dalam setiap tahunnya. Sementara masyarakat tidak memberikan pengakuan atas pengorbanan
______________
164Warsito Hadi Utomo, Op Cit, h.97
165Ibid.
polisi yang begitu besar tersebut. Nampak bahwa jika polisi mati dalam pertempuran melawan penjahat dianggap sebagai hal biasa dan lumrah. Ibarat pepatah, “jasa tak berhimpun, dosa tak berampun”. Dalam hal penggunaan wewenang kepolisian untuk melaksanakan tugas kepolisian dan bersentuhan langsung dengan hak asasi individu warga negara, maka harus dipahami pemahaman terhadap pengakuan hak-hak dasar manusia yang bersifat kodrati maupun hak sebagai warga negara.166
Bahwa bidang Polisi sebenarnya sangat sulit. Ia ditugasi dengan menerapkan atau menegakkan berbagai hukum atau ordinansi dalam tingkat atau proporsi/kadar dalam cara memelihara keseimbangan antara kebebasan individu dan perlindungan sosial tingkat tinggi. Tugasnya memerlukan kepekaan dan diskresi yang bijaksana dalam memutuskan apakah proses kriminalnya, polisi tidak hanya harus mengetahui apakah tingkah laku tertentu melanggar hukum, tapi juga ada sebab-sebab yang memungkinkan untuk menarik kesimpulan bahwa hukum telah dilanggar. Polisi harus menegakkan hukum, bahkan polisi harus menentukan apakah pelanggaran tertentu harus ditangani dengan peringatan atau penahanan. Polisi tidak juga diharapkan untuk menangkap setiap pelanggar hukum.
______________
166Siswanto Sunarso, Op Cit, h.111
Sehubungan dengan diskresi Polisi, Richard Domelly sebagaimana dikutip Abdussalam menjelaskan keadaan Polisi sehubungan dengan diskresi Polisi :
The Policemen’ lot is indeed a difficult one. He is charged with applying or enforcing a multitude of laws or ordinances in a degre or proportion and a manner that maintains a delicate balance between the liberty of the individual and a high decree of social protection. His task requires a sensitive and wise discretion in diciding wether or not to invoke the criminals process. He must not only know wether certain behavior violates the law but also wether there is propable cause to believe that particular violation should be handled by warning or aresst. He is not expected to arrest every violator. Some laws werenever intended by the enactors to be enforced, and others condemn behavior that is not contrary to significant morral values. If he arrested all violators, the courts would find it impossible to do their work , and the would be in court so frequently that he could not perform his other profesional duties. Consequently. The policeman must judge and informally settle more cases that the takes to court.167
Secara garis besar, fungsi kepolisian meliputi tugas dan wewenang yang melekat pada lembaga kepolisian. Dengan demikian hakekat fungsi kepolisian dapat dipahami bahwa :
- Fungsi kepolisian ada karena kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan rasa aman dan tertib dalam lingkungan hidupnya.
______________
167 Abdussalam, Op Cit, h.165
- Masyarakat membutuhkan akan adanya suatu lembaga yang mampu dan profesional untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban baginya.
- Lembaga kepolisian dibentuk oleh negara yang bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban masyarakatnya dengan dibebani tugas dan wewenang serta tanggungjawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.
- Fungsi kepolisian melekat pada lembaga kepolisian atas kuasa undang-undang untuk memelihara atau menjaga keamanan dan ketertiban yang dibutuhkan masyarakat.168
Era reformasi menggugah semangat pembaharuan, semangat perbaikan, penataan dan pembenahan secara sadar untuk menyoroti berbagai ketimpangan, penyimpangan dan berbagai hal yang tidak proporsional di semua lembaga pemerintahan, termasuk institusi kepolisian. Reformasi kepolisian sejalan dengan era reformasi negara dan bangsa lebih ditunjukan untuk perbaikan pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas, terutama berkaitan dengan tugas polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan maupun penegak hukum. Reformasi tersebut sudah barang tentu membutuhkan partisipasi masyarakat. Yang dimaksudkan dengan partisipasi masyarakat adalah bantuan atau dukungan terhadap perubahan paradigma baru polisi Indonesia melalui pendekatan efektif dan efisiensi dengan mengedepankan pembinaan potensi masyarakat yang dikembangkan melalui community policing sebagai wujud
______________
168 Yoyok Ucuk Suyono, Op Cit, h.8.
partisipasi aktif masyarakat dalam mewujudkan rasa aman di lingkungannya sehingga dapat dikembangkan menjadi lebih baik.
Pada era reformasi, kepolisian sangat diharapkan mampu memperbaiki kinerja dan citranya. Karena sampai saat ini kinerja Polri masih dinilai kurang memuaskan, apalagi dengan citra polri di masyarakat yang masih kurang baik dan belum sesuai harapan. Hal ini terlihat dari berbagai persoalan yang dihadapi oleh Polri itu sendiri. Untuk menyebut di antaranya adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM), penggunaan kekerasan dalam penyidikan, persekongkolan polisi dengan penjahat dalam kasus-kasus kriminal, perilaku polisi yang tidak menunjukkan mentalitas dan moralitas sebagai aparat dan penegak hukum, sikap militerisme polisi dan budaya korupsi 169.
Dalam rangka mendukung proses reformasi polisi untuk menjadikan polisi sipil di Indonesia sesuai dengan kondisi masyarakatnya, maka perlu ada pemahaman bersama antara polisi dan masyarakat. Dalam praktek kehidupan polisi, dapat dicermati bahwa polisi dalam tugasnya tidak dapat dipisahkan dari masyarakatnya karena kehidupannya setiap hari selalu berhadapan dengan masyarakat selama 24 jam terus menerus. Mengingat tugasnya selalu berada di tengah-tengah masyarakat maka
______________
169Suwarni, Op Cit, h.1.
sebelum seorang anggota polisi menempati tugasnya yang baru, maka dia harus memulai dengan mengenal budaya masyarakat di tempat dia bertugas. Yang dimaksudkan dengan budaya masyarakat adalah pola kebiasaan, adat istiadat, agama sampai pada pola kehidupannya sehariharinya. Oleh karena pada pola kehidupannya yang demikian maka tentunya akan berpengaruh juga pada budaya masyarakat lokal. Apabila polisi dapat menyesuaikan diri dengan budaya masyarakat di lingkungan tugasnya maka tentu dalam menjalankan tugasnya dia akan mendapat dukungan dan bantuan masyarakat.170
Berdasarkan status sosial, masyarakat pada umumnya digolongkan sebagai tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, golongan pemuda dan masyarakat lainnya yang berdasarkan asal usul, garis keturunan dan profesinya. Melalui pendekatan kepada masyarakat oleh polisi sesuai dengan status sosial seperti tersebut di atas, maka tentunya masyarakat akan merasakan adanya perhatian dari polisi kepada mereka. Tokoh masyarakat biasanya sangat dihormati, maka oleh karena itu seorang anggota polisi juga harus selalu memperhatikan kepentingan tokoh tersebut dan tidak memperlakukan sama dengan warga masyarakat biasa pada umumnya.
______________
170Pudi Rahardi, Op.cit, h.191.
Besar kecilnya dukungan dan partisipasi masyarakat kepada polisi sangat bergantung pada polisi itu sendiri, yakni bagaimana polisi menempatkan diri di masyarakat dan memperlakukan tokoh masyarakat. Bentuk dan pola partisipasi masyarakat kepada polisi berbeda-beda dan sangat tergantung pada status sosial lingkungan masyarakatnya. Pada golongan masyarakat biasa partisipasi yang diberikan lebih dalam bentuk fisik dan moral. Hal ini berbeda dengan dukungan dari masyarakat yang status sosial dan ekonominya tergolong menengah ke atas di mana dukungan yang diberikan kepada polisi dapat bersifat materiil dan moral.171
Partisipasi masyarakat dapat bersifat positif yaitu dalam upaya ikut serta membantu dan menjaga kinerja polisi dalam pemeliharaan Kamtibmas. Di pihak lain partisipasi masyarakat juga ada yang bersifat negatif, misalnya persengkongkolan atau kolusi dengan polisi seperti menyogok polisi saat ditilang atau menyuap polisi agar suatu perkara dipetieskan. Bentuk partisipasi demikian merupakan partisipasi negatif yang dapat dikualifikasikan sebagai suatu kejahatan (yaitu suap-menyuap atau gratifikasi). Namun sebaliknya apabila keinginan polisi untuk berdamai dengan mengharapkan uang pelicin ditolak oleh masyarakat dan masyarakat meminta penyelesaian
______________
171Ibid.
melalui jalur hukum (pengadilan) maka partisipasi yang demikian bersifat positif.
Community Policing adalah alternatif gaya kepolisian merupakan pilihan strategis yang dilakukan oleh Polri baik sebagai konsep maupun dalam aktivitasnya. Pemolisian masyarakat (Community Policing) dilakukan karena keterbatasan personil polisi dan institusi Polisi menghendaki adanya jalinan kerjasama yang harmonis dengan masyarakat dalam kegiatan pemeliharaan Kamtibmas. Masyarakat sekecil apapun dan di manapun ia berada apabila menghadapi persoalan atau gangguan kriminalitas menginginkan segera ditangani oleh Polisi. Bagaimanapun proses kehadiran polisi sesegera mungkin ke TKP/lokasi tidak mungkin dapat terlaksana jika tidak didukung oleh laporan masyarakat dengan berbagai cara dan sarana. Jadi, masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam memelihara Kamtibmas dengan memberi laporan dan informasi apabila terjadi gangguan.
Kesetaraan peran antara polisi dan masyarakat dalam pelaksanaan tugas pemeliharaan keamanan diharapkan terwujud apabila polisi selalu dekat dan bersahabat dengan masyarakatnya. Dalam upaya mewujudkan polisi sipil yang dekat dengan masyarakatnya, maka tentunya masyarakat di sekitar polisi harus didekati dan diperhatikan keberadaannya. Tugas pemolisian masyarakat merupakan
tanggungjawab pemerintah yaitu Negara karena pada hakekatnya keamanan Negara merupakan kondisi dinamis dan prasyarat bagi suatu bangsa dalam pelaksanaan pembangunan. Tanggungjwab negara wajib dilakukan oleh setiap warga negara yang dibina oleh kepolisian dimanapun keberadaannya. Kegiatan pemolisian masyarakat berimplikasi luas baik kepada masyarakat dan juga kepada polisi.
Yoyok Ucuk Suyono, menguraikan, bahwa :
Eksistensi kepolisian di Indonesia walaupun merupakan kepolisian peninggalan penjajah, namun secara teoritis bermula dari kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk menciptakan situasi dan kondisi aman, tertib, tenteram dan damai dalam kehidupan sehari-harinya, namun kemudian berkembang sejalan dengan perkembangan dan perubahan kondisi negara, dimana kepolisian menjadi kebutuhan negara sebagai alat negara untuk menghadapi masyarakat, di sinilah terjadi pergeseran fungsi kepolisian dari keinginan masyarakat menjadi suatu keinginan negara. Konsep ini di negara Indonesia bertentangan dengan filosofi yang termanifestasi dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.172
Dalam pelaksanaan pemolisian masyarakat, maka keuntungan yang diperoleh institusi polisi adalah masyarakat sebagai kepanjangan tangan fungsi kepolisian yang bersifat pasif yaitu mencegah tindak kejahatan pada diri dan keluarganya, melapor ke pos polisi terdekat jika
______________
172Yoyok Ucuk Suyono, Op Cit, h.41.
terjadi gangguan Kamtibmas, dan mau bertindak sebagai saksi jika dibutuhkan dalam proses peradilan. Keuntungan bagi masyarakat adalah timbulnya suatu kebanggaan apabila diikutsertakan dalam fungsi kepolisian yang terbatas tersebut. Warga masyarakat akan merasa mereka diperhatikan dengan tidak melihat status sosialnya, tetapi atas dasar fungsi kepolisiannya. Sehingga anggota masyarakat lain di sekitarnya akan meminta bantuan kepada warga masyarakat bersangkutan apabila berurusan dengan polisi.
Pada era reformasi yang ditandai dengan kecepatan bertindak dari polisi dibutuhkan adanya hubungan komunikasi yang harmonis antara masyarakat dengan masyarakat lain di lingkungannya dan juga antara polisi dengan masyarakat di lingkungannya. Bentuk pemolisian sedemikian dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat dan merupakan pemberdayaan kepada polisi oleh kesatuan. Juga merupakan upaya membangun kepercayaan masyarakat melalui sikap dan tutur kata serta tindakan yang rasional serta proporsional. Melalui pemolisian masyarakat juga diharapkan agar polisi selalu bersikap responsif atas berbagai kejadian/peristiwa di lingkungan sekitarnya dan fungsi polisi dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel. Oleh karena itu setiap anggota polisi tidak boleh melukai hati rakyat sekecil apapun, harus bertindak cepat dan tuntas dalam menyelesaikan berbagai kasus dan tidak mengecewakan rakyat dalam setiap perilaku dan pelaksanaan tugas-tugas kepolisian.
Guna memperjelas eksistensi dan fungsi kepolisian dalam system pembagian kekuasaan, perlu dikemukakan gambaran kedudukan dan fungsi kepolisian di beberapa Negara yang semuanya itu sangat banyak dipengaruhi oleh isu tentang sentralisasi dan desentralisasi dalam bidang pemerintahan, sehingga membawa dampak terhadap pengorganisasian lembaga dan fungsi kepolisian.
Sentralisasi bermanfaat dari segi ekonomis dan efisiensi dalam pengoperasian (operational efficiency), akan tetapi ada kelemahan secara fundamental apabila pemerintah pusat tidak jujur, tidak fair atau cenderung bertindak sendiri dalam mencapai tujuannya. Dalam kondisi ini, masyarakat lokal akan sangat dirugikan. Sementara itu desentralisasi bagi lembaga kepolisian akan sangat membantu meningkatkan akuntabilitas dan efektifitas kepolisian di hadapan masyarakat., walaupun dalam suatu system desentralisasi ini polisi masih harus dibantu oleh para ahli forensic, psikolog, mekanik, teknisi yang mendokumentasikan sidik jari dalam mengungkap kejahatan, dan ditunjang pula oleh hasil riset karya berbagai pakar yang berasal dari disiplin ilmu berbeda. Dalam keterkaitannya akan dukungan kebutuhan yang sama, serta system kerja yang dapat memasok data secara tepat dan akurat, maka sentralisasi terhadap dokumentasi dan faktorfaktor penunjang tidak dapat dihindari 173.
Lebih lanjut Sadjijono menguraikan bahwa sebagai perbandingan, eksistensi lembaga kepolisian di beberapa Negara dalam kaitannya dengan sentralisasi dan desentralisasi tersebut, berikut dapat diambil perbandingan beberapa Negara, antara lain: Ingggris, Amerika Serikat, Perancis, Italia dan Jepang.
Memilih Negara Inggris dan Amerika Serikat karena kedua Negara tersebut memiliki system desentralisasi dalam penyelenggaraan kepolisian, disamping itu Inggris juga sebagai Negara yang mewarisi system kepolisian yang paling tua, dan dalam pengorganisasian lembaga kepolisian dilakukan secara sadar atas persetujuan masyarakat Inggris, karena sebagian hak dan kebebasan mereka sebagai warga negara berkurang. Bentuk pemolisian di Inggris menjadi model bagi Negara-negara Anglo Saxon, sedangkan Amerika Serikat meskipun mewarisi tradisi pemolisian di Inggris, takan tetapi dalam perjalanannya domodifikasi sedemikian rupa megikuti kompleksitas pengorganisasian masyarakatnya yang semakin majemuk. Cara-cara pemolisian di Amerika ini penting untuk diketahui, karena Amerika sebagai negara yang menganggap dirinya merupakan negara yang konsisten terhadap demokrasi. Sementara itu memilih negara Perancis, Italia dan Jepang, karena negara-negara tersebut menganut
______________
173 Sadjijono, Op Cit, h.75
system sentralisasi. Untuk negara Perancis, karena Negara ini menjadi model bagi negara-negara di Eropa yang menganut sistem continental atau civil law, dimana dalam penelitian ini Perancis memiliki lembaga kepolisian yang lebih represif jika dibandingkan dengan Inggris, namun sebagai gantinya tingkat kejahatan di kota besar seperti Paris, jauh lebih terkontrol jika dibandingkan dengan di Inggris pada waktu kepolisian menjadi suatu kebutuhan yang mutlak bagi masyarakat. Sebagai suatu negara imperialis di dunia, banyak negara bekas jajahan Perancis tentu mengadopsi sistem kepolisian Perancis ini.
Italia, sebagai salah satu negara di Eropa yang memiliki lembaga kepolisian yang menganut sistem sentralisasi. Bagaimana Italia mengorganisasikan lembaga kepolisiannya, juga perlu diketahui. Mengapa, Italia jika diperlukan juga mengerahkan kekuatan militer untuk menumpas kejahatan, karena negara asal kelahiran kelompok mafia, melihat keterbatasan polisi jika kekerasan yang dilawan, membalas dengan kekerasan. Kekuatan represif bukan berada di lembaga atau badan kepolisian, tetapi berada di tangan militer.
Memilih Jepang karena Jepang adalah negara yang memiliki lembaga kepolisian yang dikenal paling efektif di dunia dewasa ini. Meski sukar ditiru, Keepolisian Jepang menjadi model bagi banyak negara yang menganut sistem sentralisasi, karena cara-cara penyelenggaraan kepolisian yang dilakukan oleh kepolisian Jepang berorientasi pada masyarakat yang dilayani.174
Kepolisian di Indonesia pengorganisasiannya secara terpusat dan merupakan satu kesatuan sebagai Kepolisian
______________
174Ibid.
Nasional yang pengendaliannya di pusatkan di tingkat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dan diatur secara berjenjang dari Pusat sampai ke tingkat Daerah. Dengan demikian sistem kepolisian di Indonesia diatur secara sentralisasi, dimana kepolisian di tingkat daerah bertanggungjawab kepada kepolisian pusat secara berjenjang.
Pada dekade akhir dalam abad 20 dan dekade awal abad 21, bangsa kita sebagaimana bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia, menghadapi gelombang besar berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi, desentralisasi dan globalisasi. Sekalipun keadaan serupa pernah terjadi pada beberapa kurun waktu dalam sejarah kemanusiaan dan peradaban manusia, namun dewasa ini tuntutan tersebut mengemuka dengan nuansa yang berbeda sesuai dengan kemajuan zaman175.
Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh wilayah pemerintahan negara menuntut reformasi sistem perekonomian dan pemerintahan termasuk birokrasinya, sehingga memungkinkan interaksi perekonomian antar daerah dan antar bangsa berlangsung lebih efisien. Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing; dan kunci dari daya saing
______________
175Sedarmayanti, Op Cit, h.1
adalah efisiensi proses pelayanan, serta mutu ketepatan dan kepastian kebijakan publik.176
Dalam upaya menghadapi berbagai tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu dikembangkan adalah komitmen yang tinggi untuk menerapkan nilai luhur peradaban bangsa dan prinsip AUPB dalam penuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara, sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Sejalan dengan komitmen nasional untuk melakukan transformasi dan reformasi disegala bidang, dewasa ini di Indonesia dituntut untuk dapat membentuk kemitraan antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat madani secara nyata yang terlibat dalam berbagai upaya kolaborasi dalam segala bidang, antara lain dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, pengendalian program pembangunan dan pelayanan publik, maupun dalam rangka pengelolaan bersama prasarana dan sarana publik antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
AUPB sudah lama menjadi mimpi banyak orang Indonesia. Mereka membayangkan bahwa dengan AUPB mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak diantara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktek pengelolaan pemerintahan yang lebih baik maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin
______________
176Ibid.
baik, angka korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga. Informasi mengenai praktek tata kelola pemerintahan dalam berbagai tingkat pemerintahan di Indonesia sudah mulai banyak tersedia, bahkan banyak pula rekomendasi yang telah diberikan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat ataupun daerah dan juga unsur-unsur non pemerintah mengenai cara atau strategi memperbaiki praktik governance yang ada di Indonesia.177 Menurut Agus Dwiyanto, bahwa :
Banyak orang menjelaskan good governance secara berbeda karena tergantung pada konteksnya. Dalam konteks pemberantasan KKN, good governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang bersih dari praktik KKN. Good governance dinilai terwujud jika pemerintah mampu menjadikan dirinya sebagai pemerintah yang bersih dari praktik KKN. Dalam proses demokratisasi, good governance sering mengilhami para aktivis untuk mewujudkan pemerintahan yang memberikan ruang partisipasi yang luas bagi aktor dan lembaga di luar pemerintah sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antara Negara, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Adanya unsur pembagian peran yang seimbang dan saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut bukan hanya memungkinkan adanya check and balance tetapi juga menghasilkan sinergi yang baik antar ketiganya dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Good governance sebagai sebuah gerakan juga didorong oleh kepentingan berbagai lembaga donor dan keuangan international
______________
177Agus Dwiyanto (editor), Op Cit, h.2.
untuk memperkuat institusi yang ada di Negara dunia ketiga dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang dibiayai oleh berbagai lembaga itu. Mereka menilai bahwa, kegagalan-kegagalan proyek yang mereka biayai merupakan akibat lemahnya institusi pelaksana di negara-negara dunia ketiga yang disebabkan oleh praktik bad governance seperti tidak transparan, rendahnya partisipasi warga, rendahnya daya tanggap terhadap kebutuhan warga, diskriminasi terhadap stakeholders yang berbeda, dan inefisiensi. Karena itu, lembaga keuangan internasional dan donor sering mengkaitkan pembiayaan proyek-proyek mereka dengan kondisi atau ciri-ciri good governance dari lembaga pelaksana. Dengan banyaknya perspektif yang berbeda dalam menjelaskan konsep good governance maka tidak mengherankan jika kemudian terdapat banyak pemahaman yang berbeda-beda mengenai good governance. Namun secara umum ada beberapa karakteristik dan nilai yang melekat dalam praktik good governance. Pertama, praktik good governance harus memberi ruang kepada aktor lembaga non-pemerintah untuk berperan serta secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adanya sinergi di antara aktor dan lembaga pemerintah dengan non-pemerintah seperti masyarakat sipil dan mekanisme pasar. Kedua, dalam praktik good governance terkandung nilai-nilai yang membuat pemerintah dapat lebih efektif bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Nilai-nilai seperti efisiensi, keadilan, dan daya tanggap menjadi nilai yang penting. Ketiga, praktik good governance adalah praktik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN serta berorientasi pada kepentingan publik. Karena itu, praktik pemerintahan dinilai baik jika mampu mewujudkan transparansi, penegakan hukum, dan akuntabilitas publik.178
______________
178Ibid, h.18-19
Apabila diperhatikan banyak orang Indonesia membayangkan bahwa dengan AUPB mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak diantara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktek pengelolaan pemerintahan yang lebih baik maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, maka ideal demikian itu apakah bisa diterapkan dalam praktek penangan laporan polisi tentang tindak pidana, adalah tergantung pada ketulusan segenap aparatur kepolisian menjalankan tugas dan wewenang yang dimilikinya, dan adanya sanksi yang jelas dan tegas bila terjadi pelanggaran terhadap AUPB
Penanganan Laporan Tindak Pidana
Apakah ideal AUPB bisa diterapkan dalam praktek penangan laporan polisi tentang tindak pidana, tentu tidak bisa terlepas dari peran polisi dan pengetrapan teori negara hukum, teori kewenangan, teori tanggung jawab hukum serta teori tujuan hukum pada pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian. Secara normatif, pasal 5 UU Kepolisian telah memberikan peran kepada kepolisian, yakni sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Peran polisi dalam memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat ini secara legal perlu memperoleh landasan yuridis. Sebagai suatu lembaga yang mengemban fungsi pemerintahan bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat berlandaskan pada asas legalitas (rechtmatigheid) yang diatur dalam UUD 1945, UndangUndang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, UndangUndang No.2 Tahun 2002 tentang Polri serta undangundang lain yang mengatur secara khusus, fungsi kepolisian terdiri dari dua fungsi, yakni fungsi preventif dan fungsi represif. Fungsi preventif dijalankan dalam rangka memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dan fungsi represif sebagai fungsi penegakan hukum. Oleh karena itu dalam mengemban fungsi pemerintahan tersebut harus bertumpu pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sebagaimana dirumuskan dalam AUPB.
Dalam rangka mengemban fungsi pemerintahan yang bertumpu pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sebagai dirumuskan dalam AUPB, Muhammad Tito Karnavian dan Hermawan Sulistyo memperkenalkan istilah Polisi Promoter (Profesional, Modern dan Terpercaya).179
______________
179Muhammad Tito Karnavian dan Hermawan Sulistyo, Op Cit, h.347
Membangun polisi yang profesional, modern dan terpercaya (promoter), merupakan sebuah peta jalan (road map) untuk mewujudkan kepercayaan publik (public trust), baik terhadap institusi Polri maupun para anggotanya. Bagaimana optimalisasi aksi menuju polisi yang profesional, modern dan terpercaya, tentu diperlukan langkah-langkah yang tepat. Optimalisasi (optimization), maknanya sama dengan pengoptimalan, yaitu proses, cara perbuatan, mengoptimalkan (menjadikan paling baik, paling tinggi, dan sebagainya). Adapun aksi dapat dimaknai sebagai tindakan atau gerakan. Dengan demikian optimalisasi aksi dapat diartikan sebagai suatu proses, cara atau perbuatan yang dapat membuat berbagai tindakan yang dilakukan menjadi yang paling baik.180
Polisi profesional, merupakan polisi yang dalam melaksanakan tugas menunjukkan kemahiran dan ketrampilannya dengan didukung oleh pengetahuan, wawasan, moral dan etika dan etos kerja tinggi. Polisi profesional ini tentu dapat diwujudkan melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan polapola pemolisian berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan, dan dapat diukur keberhasilannya. Promoter tersebut tercermin dalam kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang semakin meningkat dari
______________
180Ibid.
waktu ke waktu, baik dari aspek knowledge (pengetahuan), skill (ketrampilan) maupun attitude (perilaku).
Polisi modern adalah keniscayaan yang harus diwujudkan, supaya dalam melayani publik semakin baik, mudah dan cepat. Untuk mewujudkan polisi modern, Polri harus memiliki dukungan teknologi sesuai dengan perkembangan, kebutuhan dan tuntutan jaman, sehingga semakin mempermudah dan mempercepat akses masyarakat. Dalam konteks kepolisian, komodernan ini juga dibutuhkan untuk dukungan alat material khusus (almatsus) dan alat peralatan keamanan (alpakam) yang makin modern, canggih dan berdaya guna sesuai kemajuan teknologi dan teknologi informasi. Kemodernan polisi tergambar dari bagaimana cara mereka berfikir dan bertindak sesuai tuntutan zaman. Organisasi besar seperti Polri, terdapat 1.241 Satuan Kerja, 33 Polda, 453 Polres dan 4.773 Polsek tidak mungkin dikelola secara tradisional.181
Harus disadari, semodern apapun peralatan penunjang profesi yang dimiliki dan digunakan Polri, pada akhirnya akan kembali kepada kualitas SDM yang mengoperasionalkan. Di sinilah perlunya revolusi mental, dari mental juragan menjadi pelayan. Perlu perubahan mindset dan culture set sehingga tercermin kinerja aparat
______________
181Ibid.
yang cakap dalam melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat.182
Mengacu pada asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, secara normatif akan diukur tindakan penanganan laporan polisi tentang tindak pidana. Mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, juga akan diukur pula kualitas pelayanan penanganan laporan polisi tentang tindak pidana secara normatif, sehingga penanganan laporan polisi tentang tindak pidana dimaksud memenuhi asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik. Sedangkan, mengacu pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terkait AUPB, maka pelayanan penanganan laporan polisi tentang tindak pidana secara normatif diukur sejalan dengan AUPB. Dengan demikian, relevansi AUPB pada pelayanan penanganan laporan polisi tentang tindak pidana, tidak bisa terlepas dari teori negara hukum, teori kewenangan, teori tanggung jawab hukum dan juga teori tujuan hukum, utamanya teori keadilan dan teori kepastian hukum.
Masalah keadilan bukan merupakan hal baru dibicarakan para ahli. Sejak jaman Aristoteles bahkan
______________
182Ibid.
sampai saat ini, dimana para ahli punya pandangan beragam tentang keadilan. Kata keadilan, berasal dari kata adil, dalam bahasa Inggris disebut justice, essensinya mengadung tiga pengertian, yaitu :
- Tidak berat sebelah.
- Berpihak pada kebenaran.
- Sepatutnya atau tidak sewenang-wenang.183
Keadilan dalam kajian terhadap pelaksanaan AUPB pada pelaksanaan penanganan laporan polisi tentang tindak pidana sifatnya subyektif, dalam hal ini bentuknya adalah penilaian keadilan. Meskipun subyektif, penilaian tersebut diharapkan konsisten dengan kondisi obyektifnya. Konsistensi tersebut mengikat dalam masyarakat yang berorentasi pada tuntutan pelayanan publik. Ketika secara obyektif pelaksanaan penanganan laporan polisi tentang tindak pidana itu tergolong adil, maka akan dinilai adil, dan ketika keadaan secara obyektif tidak adil, maka akan dinilai tidak adil pula. Misal terjadi dalam praktek, terdapat laporan tindak pidana pada saat yang bersamaan, terhadap laporan yang satu penangannya cepat, sedangkan penanganan satunya berjalan lamban.
Sebagai contoh penanganan laporan tindak pidana yang penanganannya tergolong lamban adalah penanganan laporan tindak pidana sebagaimana Surat Tanda Terima
______________
183Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op Cit, h.25
Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor: STTLP/B/960/XII/2017/JATIM/RESTABES.SBY tanggal 14 Desember 2017184 yang hingga penulisan disertasi ini belum kunjung ada kepastian tentang kedudukan terlapor, apakah dinyatakan atau ditetapkan naik status sebagai tersangka atau dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti. Laporan tindak pidana tersebut berawal dari kronologis duduk perkara, bahwa seseorang bernama Amir (bukan nama sebenarnya) adalah pemilik sah atas sebidang tanah dan bangunan rumah yang berdiri di atasnya, setempat sebagai tanah dan rumah berdasarkan Serifikat Hak Guna Bangunan No. 840/ Kelurahan Petemon. Sebagai pemegang Serifikat Hak Guna Bangunan No. 840 / Kelurahan Petemon, dengan demikian Amir secara sah berdasar hukum mempunyai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah tersebut. Pada mulanya rumah dimaksud disewakan kepada orang bernama Budi (bukan nama sebenarnya) sejak tahun 2000, namun sejak bulan Agustus 2015, Budi menempati rumah milik Amir tanpa ada persetujuan atau tanpa ijin dan tanpa kuasa dari Amir. Bahkan Budi tidak mau pergi dan masih tetap berada di dalam rumah Amir tersebut, dikarenakan Budi ingin memilikinya dengan berdalih bahwa masih ada tempat
______________
184Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor: STTLP/B/960/XII/ 2017/JATIM/RESTABES SBY tanggal 14 Desember 2017.
usaha yang digunakan di rumah tersebut. Tindakan Budi dirasakan merugikan Amir, sehingga Amir mensomasi Budi, agar dalam tempo 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat somasi, segera mengosongkan atau meninggalkan rumah milik Amir tersebut dalam keadaan kosong dan baik. Apabila dalam tempo 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat somasi Budi tidak mengindahkan somasi Amir, dan Budi tidak segera mengosongkan atau meninggalkan rumah milik Amir tersebut dalam keadaan kosong dan baik, maka hal itu dipandang telah cukup menjadi bukti yang sah dan meyakinkan apabila Budi telah memakai tanah/ rumah milik Amir tanpa ijin yang berhak, dan atau Budi berada di rumah milik Amir dengan melawan hukum, dan atas permintaan Amir sebagai yang berhak atas rumah tersebut Budi tidak segera pergi atau tidak segera menyerahkan dalam keadaan kosong kepada Amir, dan atau bahkan Budi telah dengan sengaja dan melawan hukum berusaha memiliki rumah di Jln. Petemon Kali II/16 Surabaya dimaksud yang seluruhnya adalah kepunyaan/ milik Amir yang berada dalam kekuasaan Budi pada mulanya karena hubungan sewa menyewa. Sehingga oleh karenanya Amir menempuh jalur hukum pidana yang berlaku, melaporkan Budi sesuai Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor: STTLP/B/960/XII/2017/ JATIM/RESTABES.SBY tanggal 14 Desember 2017.
Dalam laporannya, Amir menuding Budi telah tanpa hak masuk pekarangan orang lain dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 dan atau Pasal 372 KUHP.
Perkara Amir versus Budi tersebut sebenarnya tergolong sederhana ditinjau dari kelengkapan pemenuhan unsur-unsur tindak pidana yang dilaporkan. Dalam kasus ini ditunjang oleh keterangan saksi-saksi dan keterangan ahli serta bukti surat berupa akta otentik Serifikat Hak Guna Bangunan No. 840 / Kelurahan Petemon atas nama Amir. Namun demikian, sudah hampir dua tahun lamanya perkaranya masih outstanding di tangan penyidik, belum jelas kedudukan Budi selaku terlapor, apakah dinaikkan statusnya menjadi tersangka ataukah justru harus dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti.
Sebaliknya, terdapat suatu kasus penanganan laporan polisi tentang tindak pidana sesuai dengan Laporan Polisi Nomor
LP/1265/VIII/2014/SPKY/JATIM/RESTABES.SBY tanggal 12 Agustus 2015185 belum genap setahun terlapor sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SPRINHAN/466/XI/2016/ SATRESKRIM tanggal 14 Nopember
______________
185 Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor: LP/1265/VIII/ 2014/SPKY/JATIM/RESTABES.SBY tanggal 12 Agustus 2015
2016.186 Adapun kualitas perkaranya lebih komplikasi dan rumit dibandingkan dengan perkara sebagaimana Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor: STTLP/B/960/XII/2017/ JATIM/RESTABES.SBY tanggal 14 Desember 2017 tersebut di atas. Tersangka dimaksud adalah Rita dan Hari (bukan nama sebenarnya), merupakan kakak dan adik, pada tanggal 11 Agustus 2014 oleh ayahnya bernama Herman (bukan nama sebenarnya) diminta untuk mengikuti dan menyaksikan tindakan tim Advokat ayahnya memasang banner dan mengunci pagar depan dan pagar tengah atas lahan kosong milik Herman berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 243/Kelurahan Nginden Jangkungan, dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah No. 981/2014 Tanggal 8 Oktober 2014, dengan maksud dan tujuan agar lahan kosong milik Herman tersebut tidak dijarah dan tidak disalahgunakan oleh orangorang yang tidak bertanggung jawab. Pada saat pemasangan banner dan penguncian pagar di atas lahan tersebut tidak ada orang lain, namun seandainya pada saat penguncian pagar masih ada orang di lahan itu, orang dimaksud dapat dengan leluasa keluar lewat pintu samping ataupun dapat memanjat pagar yang bentuknya seperti anak tangga.
Pada tanggal 12 Agustus 2014 orang yang bernama Firman (bukan nama sebenarnya) yang bertempat tinggal
______________
186 Surat Perintah Penahanan Nomor: SPRIN-HAN/466/XI/2016/ SATRESKRIM tanggal 14 Nopember 2016
berjauhan dari Jln.Nginden Semolowaru No. 46 Surabaya membuat Laporan Polisi Nomor : LP/1265/VIII/2014/SPKY/JATIM/RESTABES.SBY yang intinya Rita dan Hari dituduh melakukan tindak pidana dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan orang-orang bernama Amin, Amir, Amat dan Ani (bukan nama sebenarnya) dengan cara menggembok pagar rumah mereka. Padahal lahan yang di atasnya berdiri bangunan rumah yang dihuni oleh Amin, Amir, Amat dan Ani adalah berbeda atau tidak sama dengan lahan kosong milik ayah Rita dan Hari. Bangunan rumah yang dihuni oleh Amin, Amir, Amat dan Ani terletak bersebelahan dengan lahan kosong milik Herman. Andaikatapun di atas lahan yang berdiri bangunan rumah yang dihuni oleh Amin, Amir, Amat dan Ani dikunci atau digembok pagar halamannya, maka mereka tetap dapat keluar masuk rumahnya melalui pintu yang berbentuk rolling-door yang menghadap ke jalan raya.
Perihal kedudukan dan status Firman berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/1265/VIII/2014/SPKY/JATIM/RESTABES.SBY tanggal 12 Agustus 2014 perlu dianalisis sebagai berikut :
Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 24 dinyatakan :
- Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 24 dinyatakan : “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.
- Pada Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dinyatakan : “Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik baik lisan maupun tulisan”.
- Dengan demikian, maka berdasarkan UndangUndang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 24 Jo Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dapat disimpulkan bahwa yang berhak untuk menjadi Pelapor dalam perkara yang menjerat Rita dan Hari adalah orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana. Sedangkan orang yang bernama Firman dikarenakan dia bukan orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana, maka Firman tersebut tidak berhak untuk menyampaikan laporan polisi, sehingga oleh karenanya LP/1265/VIII/2014/SPKY/JATIM/RESTABES.SB Y tanggal 12 Agustus 2014 LP/1265/VIII/2014/SPKY/ JATIM/RESTABES.SBY tanggal 12 Agustus 2014 adalah disampaikan oleh orang yang tidak kompeten atau orang yang tidak berhak sehingga tidak sah.
Selama Selama diperiksa sebagai saksi hingga menjadi tersangka, Rita dan Hari tidak pernah diberitahu secara jelas tentang apa yang dipersangkakan kepadanya, tentang hubungannya dengan “korban” perampasan kemerdekaan, bagaimana cara merampasnya, serta sarana prasarana apa yang digunakan oleh Rita dan Hari untuk merampas kemerdekaan Amin, Amir, Amat dan Ani. Tindakan penyidik seperti itu jelas bertentangan dengan KUHAP Pasal 51 butir a yang menyatakan : “Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai”.
Dari dua contoh penanganan laporan polisi tentang tindak pidana tersebut di atas, diduga terdapat pelanggaran terhadap AUPB sebagaimana diatur dalam Ketentuan Umum, Pasal 1 Butir 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan bahwa AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berhubungan dengan Pasal 53 ayat (2) butir b UUPTUN menyatakan alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah KTUN yang digugat itu bertentangan dengan AUPB, utamanya melanggar “asas kecermatan” yakni asas bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/ atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/ atau dilakukan.
Landasan Konstitusional Penanganan Laporan Tindak Pidana
Landasan hukum bagi penanganan laporan polisi tentang tindak pidana adalah termasuk dalam landasan konstitusional KUHAP, dikarenakan perihal laporan polisi tentang tindak pidana diatur dalam KUHAP, sehingga landasan konstitusional laporan polisi tentang tindak pidana dimaksud sebagaimana dapat dibaca pada konsiderans KUHAP dinyatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasar Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Landasan konstitusional merupakan rujukan yang menjadi sumber ketentuan kaidah hukum yang tercantum dalam KUHAP, adalah sebagai penjabaran lebih lanjut dari sumber pokok yang terdapat pada perundang-undangan negara kita. Monang Siahaan menguraikan tentang Landasan konstitusional hukum acara pidana di Indonesia pada zaman penjajahan adalah sebagai berikut :
- Herziene Inlands Reglement atau Reglemen Indonesia Bumiputera yang dibaharui (RIB) sesuai staatsblad 1941.441 yang sebelumnya bersumber dari Inland Reglemen (IR).
- Inland Reglement (IR) yang dikenal juga dengan sebutan Reglement Bumiputera dilaksanakan berdasarkan Pengumunan Pemerintah Hindia Belanda (Gubernur Jenderal) tanggal 5 April 1848 (ST 1848-16) dan mulai berlaku sejak 1 Mei 1848. IR kemudian disahkan dengan Firman Raja tanggal 29 September 1849 No.93 tentang pemberlakuan IR dari Kerajaan Belanda terhadap daerah jajahannya disebut asas concordantie beginsel.
- IR sejak diberlakukan tanggal 1 Mei 1848 merupakan hukum acara pidana bagi golongan Indonesia, khususnya untuk seluruh Indonesia. Untuk golongan Eropa berlaku Reglement op de Strafvoedering (SV).
- Pengadilan :
- Pengadilan bagi golongan Indonesia disebut Landraad (kini menjadi Pengadilan Negeri).
- Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi), juga merangkap untuk penduduk golongan Indonesia.187
Landasan konstitusional pada masa pendudukan Jepang, oleh Monang Siahaan, diuraikan sebagai berikut :
- Pasal 3 Osamu Seirei (undang-undang) No.1 Tahun 1942 yang berlaku mulai 7 Maret 1942 berbunyi : “Semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaannya, undang-undang dari pemerintahan yang dulu maka hukum acara pidana yang berlaku pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) pada dasarnya berbeda pada masa sebelumnya, yaitu tetap berlaku HIR”.
- Nama pengadilan diganti menjadi :
- Tihoo Hooin, yaitu Pengadilan Negeri.
- Kootoo Hooin, yaitu Pengadilan Tinggi.
- Sakoo Hooin, yaitu Mahkamah Agung.188
Selanjutnya Monang Siahaan menjelaskan Landasan konstitusional pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, sebagai berikut :
- Berdasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 45, yaitu : “Segala badan-badan negara dari peraturanperaturan yang ada sampai berdirinya Negara
______________
187 Monang Siahaan, Op Cit, h.7, 188Ibid
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, masih berlaku selama tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut”.
- HIR (Herziene Inlands Reglement) atau Reglemen Indonesia Bumiputera yang dibaharui (RIB) Stbl 1941.441 dan Undang-Undang No.1/Drt/Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9) serta semua peraturan pelaksanaannya dan peraturan perundang-undangan hanya yang menyangkut hukum acara pidana.
- Berbagai kekurangan HIR dan Undang-Undang Nomor 1/Drt/Tahun 1951 dan peraturan lainnya dilakukan perubahan oleh pemerintah bersamasama dengan DPR sehingga hukum acara pidana diberlakukan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, disahkan Presiden RI, Suharto tanggal 31 Desember 1981, diundangkan di Jakarta tanggal 31 Desember 1981 dan Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76. 189
Menurut M.Yahya Harahap, yang dimaksud dengan landasan konstitusional adalah landasan yang menjadi sumber dari mana ketentuan kaidah hukum yang tercantum dalam KUHAP dijabarkan, atau KUHAP itu adalah penjabaran lebih lanjut dari sumber pokok yang terdapat pada perundang-undangan kita. Sumber konstitusional KUHAP yang pertama yaitu:
- Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 49 Tahun 2009
______________
189Ibid.
Landasan hukum yang terdapat pada UUD 45 antara lain:
- Semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat(1));
- Memberikan perlindungan hukum pada segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
- Indonesia adalah negara hukum, tidak berdasarkan kekuasaan dan dapat bertindak sewenang-wenang, tetapi tindakan harus berdasarkan hukum dan perundang-undang.190
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang (Drt) No. 1 Tahun 1951 telah menetapkan bahwa untuk seluruh Indonesia berlaku sebagai pedoman untuk acara perkara pidana di Pengadilan Negeri berlaku Herzien Inlandsch Reglement (HIR), namun demikian perlu segera dibuat suatu undangundang hukum acara pidana yang baru sesuai dengan citacita nasional dengan mempunuai ciri kodifikasi dan unifikatif berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945.191
Dalam usaha penyusunan Hukum Acara Pidana baru untuk menggantikan hukum acara pidana produk Belanda (IR/HIR) yang telah memakan waktu selama kurang lebih 14 tahun lamanya, yaitu dimulai pada 1967 dengan pembentukan Panitia Intern Departemen Kehakiman untuk
______________
190 M.Yahya Harahap, Op Cit, h. 30
191Andi Muhammad Sofyan dan Abd.Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Penerbit Kencana, Jakarta, 2017, h.45
menyusun/merancang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), maka pada 1968 diawali dengan Seminar Hukum Nasional II di Semarang yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN), yang materi pokok pembahasannya berintikan Hukum Acara Pidana dan Hak Asasi Manusia dan menghasilkan suatu naskah Rancangan UndangUndang Hukum Acara Pidana192.
Pada 1973, konsep-konsep yang telah dikumpulkan oleh Panitia Intern Departemen Kehakiman dengan memperhatikan kesimpulan Seminar Hukum Nasional sebagai bahan untuk menyusun Rancangan UndangUndang Hukum Acara Pidana itu kembali dimusyawarahkan oleh Panitia Intern tersebut bersama dengan Kejaksaan Agung, Departemen Pertahanan dan Keamanan (HANKAM), termasuk POLRI dan Departemen Kehakiman.193
Pada 1974, naskah Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tersebut setelah disempurnakan, disampaikan oleh Menteri Kehakiman kepada sekretaris kabinet, selanjutnya sekretaris kabinet meminta lagi pendapat Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Departemen Pertahanan dan Keamanan (Hankam), termasuk Polri dan Departemen Kehakiman, kemudian
______________
192Ibid., 193Ibid.
naskah Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut dibahas lagi dalam rapat koordinasi antara wakilwakil dari keempat instansi tersebut.194
Pada 1979, diadakanlah pertemuan antara Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kapolri dan wakil dari Mahkamah Agung untuk membahas beberapa hal yang perlu untuk penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), kecuali memperhatikan hasil-hasil Seminar Hukum Nasional ke-II di Semarang tersebut, juga memperhatikan pendapat ahli hukum lainnya yang tergabung dalam organisasi profesi seperti Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja), Persatuan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi), dan kegiatan, kongres, rapat kerja dan lain-lain.195
Teori negara hukum atau kedaulatan hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan benar. Ada dua unsur dalam negara hukum, yaitu (a) hubungan yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan melainkan berdasarkan suatu norma objektif, yang juga mengikat pihak yang memerintah; (b) norma
______________
194M.Yahya Harahap, Op Cit, h.19, 195Andi Muhammad Sofyan dan Abd.Asis, Op Cit, h.46
objektif itu harus memenuhi syarat bahwa tidak hanya secara formal, melainkan dapat dipertahankan berhadapan dengan ide hukum.
Landasan Operasional Penanganan Laporan Tindak Pidana
M.Yahya Harahap menguraikan landasan operasional KUHAP dengan diawali menguraikan Kelahiran KUHAP melalui sejarah penyusunan, penyempurnaan, dan pembahasan yang panjang. Secara kronologis dapat disingkat sebagai berikut:
- 1968 : diadakan Seminar Hukum Nasional II di Semarang dengan materi pokok berintikan hukum acara pidana dan hak asasi manusia.
- 1973 : Panitian Itern Departemen Kehakiman menyusun naskah KUHAP. Naskah bertitik tolak dari hasil Seminar Hukum Nasional II di Semarang. Rancangan ini kemudian dibahas bersama dengan Kejaksaan Agung, Departemen Hankam, Polri dan Departemen Kehakiman.
- 1974 : RUHAP disampaikan kepada Menteri Kehakiman dan kepada Sekretaris Kabinet. Selanjutnya oleh Sekretaris Negara diminta lagi pendapat Mahkamah Agung, Departemen Hankam, Polri, Departemen Kehakiman. Untuk menemukan pendapat di antara instansi tersebut diadakan rapat koordinasi antara wakil mereka.
- 1979 (12 September 1979) : barulah RUHAP disampaikan kepada DPR RI, dengan amanat Presiden tanggal 12 September 1979 No.R.06/P.U/IX/1979.
- 1981 (23 September) : setelah melalui pembicaraan dan pembahasan yang memakan waktu lebih dari 2 tahun barulah rancangan undang-undang tadi mendapat persetujuan kata sepakat dari DPR.
- 1981 (31 Desember) : Presiden mensahkan rancangan menjadi Undang-Undang No.8 tahun 1981; LN.RI No.76;TLN No.3209.
- Berdasarkan landasan GBHN TAP MPR No. IV tahun 1978 ditentukan arah kerangka dan tujuan akhir berupa landasan pokok sebagai ruang gerak operasional dengan penjabaran rumusannya:
- Untuk itu melanjutkan usaha untuk peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional, antara lain hukum pembaharuan hukum positif dengan jalan melakukan kodifikasi.
- Setiap usaha kodifikasi hukum harus memperhatikan:
- Kodifikasi hukum yang baru harus menampilkan “kesadaran hukum” yang hidup dalam masyarakat (the living law).
- pembaruan kodifikasi hukum harus bersifat únifikasi´wawasan pembaruan hukum nasional adalah meliputi “Wawasan Nusantara”. Hal ini berarti seluruh kepulauan Indonesia harus berada dalam suatu kesatuan hukum nasional dan mengabdi kepada kepentingan nasional. Tidak boleh ada perbedaan pengkotakan hukum karena perbedaan daerah, agama, suku, golongan, kelamin, dan aliran.
- Kodifikasi pembaruan hukum harus dapat “menertibkan” badan penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenangnya.
- Disamping penertiban, pembaruan hukum nasional juga untuk “meningkatkan kualitas” kemampuan dan kewibawaan aparat penegak hukum.
- Selanjutnya, TAP MPR tadi digariskan pembaruan hukum itu dapat membina penyelenggaraan “bantuan hukum” untuk golongan masyarakat kurang mampu.
- Pembangunan dan pembaruan hukum nasional harus sinkron dengan laju perkembangan pembangunan spiritual dan meteriial agar hukum yang diperbarui tidak menjadi penghambat laju pertumbuhan pembangunan nasional.196
Pada pelaksanaan operasional hukum acara pidana di Indonesia, Andi Mohammad Sofyan dan Abd.Asis mengutarakan sumber dan dasar hukumnya, sebagai berikut:
- Pasal 24 Undang-Undang Dasar tahun 1945
- Pasal 24 ayat (1) A Undang-Undang Dasar tahun 1945
- Pasal 5 ayat (1) UU (Drt) No. 1 tahun 1951 (sudah dicabut)
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP (LN 1981 – 76 & TLN – 3209) dan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP dan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.
- Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, diubah dengan Undang-Undang No. 35 tahun 1999, kemudian diubah dengan UndangUndang No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
- Undang-Undang No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, kemudian diubah dengan
______________
196M.Yahya Harahap, Op Cit, h.19
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004, dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
- Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 dan UndangUndang No. 49 tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
- Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
- Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
- Undang-Undang No. 22 tahun 2002 Tentang Grasi, yang kemudian diubah dengan UndangUndang No. 5 Tahun 2010 Tentang Grasi.
- Segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses hukum acara pidana dan Pedoman Pelaksanaan KUHAP.
- Serat Edaran atau Fatwa Mahkamah Agung terkait hukum acara pidana.
- Yurisprudensi atau putusan-putusan Mahkamah Agung atau pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang terkait masalah hukum acara pidana.
- Doktrin atau pendapat para ahli hukum di bidang hukum acara pidana.197
______________
197Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Op Cit, h.12-13
Berikutnya, Andi Mohammad Sofyan dan Abd.Asis menguraikan asas-asas dalam hukum acara pidana, yakni asas-asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang ditegakkan, sebagaimana termuat dalam KUHAP, antara lain :
- Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa”
- Asas persamaan di depan hukum (equality before the law), artinya setiap orang diperlakukan sama dengan tidak membedakan tingkat sosial, golongan, agama, warna kulit, kaya, miskin, dan lain-lainnya di muka hukum atau pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang (Pasal 4 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman)
- Tidak seorangpun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 6 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya (Pasal 6 ayat 2 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Atas perintah tertulis dari yang berwenang, artinya segala tindakan mengenai penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang berwenang oleh undang-undang (Pasal 7 UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), artinya setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 8 ayat 1 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan, dan salah tuntut, mengadili tanpa alasan berdasarkan undangundang atau kekeliruan mengenai orangnya (error in personal) atau hukum yang diterapkannya berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 9 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan atau lazim disebut contante justitie (Pasal 2 ayat 4 Jo Pasal 4 ayat 4 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya, artinya bahwa setiap orang wajib diberikan kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum pada tiap tingkatan pemeriksaan guna kepentingan pembelaan (Pasal 56 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan, serta hak-haknya termasuk hak menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum. (Pasal 11 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas hadirnya terdakwa, artinya pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa (Pasal 12 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas pemeriksaan terbuka untuk umum, artinya pengadilan dalam pemeriksaan perkara terbuka untuk umum, jadi setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan (Pasal 13 ayat 1 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan, serta untuk lebih menjamin obyektivitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang adil dan tidak memihak, serta putusan yang adil kepada masyarakat.
- Asas pembacaan putusan, yaitu semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 13 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009).
- Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, artinya langsung kepada terdakwa dan tidak secara tertulis antara hakim dan terdakwa (Pasal 154 KUHAP dan seterusnya).
- Asas putusan harus disertai alasan-alasan, artinya segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (Pasal 50 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya (Pasal 10 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas pengadilan wajib memeriksa, mengadili dan memutus perkara, artinya pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas (Pasal 10 ayat 1 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
- Asas pengawasan pelaksanaan putusan, artinya dalam menjalankan putusan pidana, Ketua Pengadilan Negeri wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 55 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).198
Asas-asas dalam hukum pidana tersebut dipandang sebagai prinsip-prinsip umum dalam acara pidana. Asasasas ini mempunyai fungsi yang strategis dalam menjaga hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Untuk itu, para tersangka atau terdakwa dan para penasihat hukum yang mendampinginya harus betul-betul memahami asas-asas dalam hukum pidana tersebut.199
Dalam menangani laporan tindak pidana, penyelidik dan atau penyidik wajib mengetahui hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa. Sedangkan seorang tersangka atau terdakwa harus pula mengetahui hak-haknya. Hal ini dikarenakan hukum pidana berpotensi untuk merampas kebebasan seseorang. Oleh karena itu penyelidik/penyidik
______________
198Ibid., 199Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis Bila Anda Menghadapi Perkara Pidana Mulai Proses Penyelidikan Hingga Persidangan, Penerbit Prenadamedia Group, Jakarta, 2013, h.38.
wajib menghormatinya, dan hal itu menjadi sangat penting bagi tersangka/terdakwa untuk melakukan pembelaan diri.
- Hak Untuk Segera Mendapatkan Pemeriksaan. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 50 KUHAP, yang dijelaskan sebagai berikut :
- Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
- Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.
- Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan. Hak kepada tersangka dalam pasal ini adalah guna menjauhkan kemungkinan terkatungkatungnya nasib seseorang yang disangka melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan, sehingga jangan sampai berlarut lama tidak segera mendapat pemeriksaan sehingga dirasakan tidak ada kepastian hukum dan adanya kesan kesewenang-wenangan yang tidak wajar.
- Hak untuk diberitahu dengan bahasa yang dimengerti. Penggunaan bahasa yang dimengerti oleh tersangka/terdakwa menempati posisi yang penting terhadap proses hukum. Mulai dari penyelidikan sampai dengan penuntutan di pengadilan, seorang tersangka/terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan bahasa yang dimengerti olehnya. Hal ini diatur pada Pasal 51 KUHAP, yang bunyinya sebagai berikut : Untuk rnempersiapkan pembelaan:
- tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai,
- terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.
- Hak Memberi Keterangan Secara Bebas Hak ini diatur dalam Pasal 52 KUHAP yang menyatakan bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Penjelasan Pasal 52 KUHAP menyatakan bahwa supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya, maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu, wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa.
- Hak Untuk Mendapatkan Juru Bahasa. Ketentuan mengenai hak untuk mendapatkan juru bahasa ini diatur dalam Pasal 177 dan 178 KUHAP, sebagai berikut : Pasal 177 KUHAP.
- Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.
- Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara Ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu.
Pasal 178 KUHAP.
- Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu
- Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.
Ketentuan yang sama terdapat dalam Pasal 53 KUHAP, yang menyatakan:
- Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177.
- Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178.
- Hak Mendapatkan bantuan Penasihat Hukum. Hak bantuan hukum diatur pelaksanaannya dalam Pasal 17, 18, 19, dan 34 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 dengan perubahannya dalam Undang-Undang No.35 Tahun 1999, khususnya Pasal 35 yang menyatakan setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Hak mendapatkan bantuan hukum ini dalam KUHAP diatur dalam Pasal 54, yang menyatakan sebagai berikut : Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 56 KUHAP menyatakan pada ayat (1), bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Ayat (2), menyatakan bahwa setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
- Hak Menghubungi Penasihat Hukum. Setiap tersangka/terdakwa memiliki hak untuk menghubungi penasihat hukum, apalagi yang bersangkutan diancam dengan hukuman di atas lima tahun. Hal ini diatur dalam Pasal 57 KUHAP sebagai berikut :
- Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undangundang ini.
- Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.
- Hak Menerima Kunjungan Dokter Pribadi. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 58 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut : Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak.
- Hak Menerima Kunjungan Keluarga. Ketentuan hak menerima kunjungan keluarga diatur dalam Pasal 60 dan 61 KUHAP yang menyatakan sebagai berikut : Pasal 60 KUHAP, Tersangka atau terdakwá berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungán kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum. Sedangkan Pasal 61 KUHAP, menyatakan bahwa Tersangka atau terdakwa berhak secara Iangsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan.
- Hak Menerima Dan Mengirim Surat. Perihal ini diatur dalam Pasal 62 KUHAP, yang menyatakan sebagai berikut :
- Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis.
- Surat menyurat antara tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan.
- Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa ditilik atau diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi “telah ditilik”.
- Hak Menerima Kunjungan Rohaniawan dan Diadili Secara Terbuka Untuk Umum. Pasal 63 KUHAP memberikan hak kepada tersangka/terdakwa hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan, yang bunyinya : tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan. Pasal 64, menyatakan bahwa terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
- Hak Mengajukan Saksi Yang Menguntungkan. Hak ini diatur dalam Pasal 65 KUHAP yang menyatakan bahwa Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
- Hak Menuntut Ganti Kerugian. Tersangka/terdakwa dapat menuntut ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 95 KUHAP yang menyatakan :
- Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
- Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
- Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kapada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
- Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.
- Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.
- Hak Memperoleh Rehabilitasi. Hak untuk menerima rehabilitasi diatur dalam Pasal 97 KUHAP, yang menyatakan, sebagai berikut :
- Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
- Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
- Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
Mekanisme Penanganan Laporan Polisi Tentang Tindak Pidana
Dalam proses pemeriksaan terhadap seseorang, penyelidik berdasarkan Pasal 102 KUHAP, diatur perihal sebagai berikut :
- Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.
- Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf b.
- Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.
Perihal tertangkap tangan, Pasal 111 KUHAP mengatur sebagai berikut:
- Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
- Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
- Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.
- Pelanggar Iarangan tersebut dapat dipaksa tinggal di tempat itu sampai pemeriksaan dimaksud di atas selesai.
Pada Pasal 106 KUHAP disebutkan bahwa Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.
Selanjutnya pada Pasal 107 KUHAP ayat (1) dinyatakan bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan. Pada ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana sedang dalam penyidikan oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b melaporkan hal itu kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a. Sedangkan pada ayat (3) dikatakan bahwa dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Pada pasal 108 KUHAP diatur, sebagai berikut :
- Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
- Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
- Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
- Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Pada Pasal 109 KUHAP ayat (1) diatur bahwa dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Ayat (2), dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Pada ayat (3) dikatakan bahwa dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.
Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, maka sebagaimana diatur pada Pasal 110 KUHAP ayat (1), penyidik yang bersangkutan wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum. Pada ayat (2), Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, maka penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Pada ayat (3), dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. Ayat (4), penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.
Pada Pasal 112 KUHAP ayat (1) diatur bahwa Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.
Pada Pasal 113 KUHAP, dinyatakan bahwa jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.
Pasal 114 KUHAP mengatur bahwa dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
Pada Pasal 115 ayat (1) dikatakan bahwa dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan. Pada ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.
Pada pasal 116 KUHAP ayat (1) dikatakan bahwa saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan. Ayat (2) bahwa saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya. Pada ayat (3) dikatakan bahwa dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara. Dalam ayat (4) diatur bahwa dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut.
Pada Pasal 117 KUHAP ayat (1) dinyatakan bahwa keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun. Ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.
Pada Pasal 118 KUHAP ayat (1) diatur bahwa keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan tanda tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
Pada Pasal 119 KUHAP diatur bahwa dalam hal tersangka dan atau saksi yang harus didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi dapat dibebankan kepada penyidik di tempat kediaman atau tempat tinggal tersangka dan atau saksi tersebut.
Pada Pasal 120 KUHAP ayat (1) diatur bahwa dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Pada ayat (2) dikatakan bahwa ahIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Pada Pasal 121 KUHAP diatur bahwa Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita acara yang diberi tanggal dan memuat tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi, keterangan mereka, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara.
Pada Pasal 122 KUHAP diatur bahwa dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan dan harus mulai diperiksa oleh penyidik. Pada Pasal 123 KUHAP dinyatakan bahwa :
- Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu.
- Untuk itu penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis penahanan tertentu.
- Apabila dalam waktu tiga hari permintaan tersebut belum dikabulkan oleh penyidik, tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada atasan penyidik.
- Untuk itu atasan penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis tahanan tertentu.
- Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut di atas dapat mengabulkan permintaan dengan atau tanpa syarat.
Pada Pasal 124 KUHAP, dinyatakan bahwa daIam hal apakah sesuatu penahanan sah atau tidak sah menurut hukum, tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada pengadilan negeri setempat untuk diadakan praperadilan guna memperoleh putusan apakah penahanan atas diri tersangka tersebut sah atau tidak sah menurut undang-undang ini.
Pada Pasal 125 KUHAP, diatur bahwa dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya, selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PasaI 33 dan Pasal 34.
Pada Pasal 126 KUHAP, diatur sebagai berikut :
- Penyidik membuat berita acara tentang jalannya dari hasil penggeledahan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5).
- Penyidik membacakan lebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
- Dalam haI tersangka atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya, hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
Pada Pasal 127 KUHAP ayat (1) dinyatakan bahwa untuk keamanan dan ketertiban penggeledahan rumah, penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat yang bersangkutan. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa dalam hal ini penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu
tidak meninggalkan tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung. Pada Pasal 128 dikatakan bahwa dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita. Pada Pasal 129 KUHAP diatur, sebagai berikut :
- Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua Iingkungan dengan dua orang saksi.
- Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang darimana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
- Dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
- Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.
Pada Pasal 130 KUHAP ayat (1) diatur bahwa benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita dan lain-lainnya yang kemudian diberi hak dan cap jabatan dan ditandatangani oleh penyidik. Pada ayat (2) diatur bahwa dalam hal benda sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik memberi catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang ditulis di atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut.
Pada Pasal 131 KUHAP ayat (1) dinyatakan bahwa dalam hal sesuatu tindak pidana sedemikian rupa sifatnya sehingga ada dugaan kuat dapat diperoleh keterangan dari berbagai surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya, penyidik segera pergi ke tempat yang dipersangkakan untuk menggeledah, memeriksa surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya dan jika perlu menyitanya. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa penyitaan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 129 undang-undang ini.
Pada Pasal 132 KUHAP diatur hal sebagai berikut :
- Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari orang ahli.
- Dalam hal timbul dugaan kuat bahwa ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat dapat datang atau dapat minta kepada pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia mengirimkan surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk dipergunakan sebagai bahan perbandingan.
- Dalam hal suatu surat yang dipandang perlu untuk pemeriksaan, menjadi bagian serta tidak dapat dipisahkan dari daftar sebagaimana dimaksud dalam pasal 131, penyidik dapat minta supaya daftar itu seluruhnya selama waktu yang ditentukan dalam surat permintaan dikirimkan kepadanya untuk diperiksa, dengan menyerahkan tanda penerimaan.
- Dalam hal surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menjadi bagian dari suatu daftar, penyimpan membuat salinan sebagai penggantinya sampai surat yang asli diterima kembali yang dibagian bawah dari salinan itu penyimpan mencatat apa sebab salinan itu dibuat.
- Dalam hal surat atau daftar itu tidak dikirimkan dalam waktu yang ditentukan dalam surat permintaan, tanpa alasan yang sah, penyidik berwenang mengambilnya.
- Semua pengeluaran untuk penyelesaian hal tersebut dalam pasal ini dibebankan pada dan sebagai biaya perkara.
Pada Pasal 133 KUHAP, diatur hal sebagai berikut:
- Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
- Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
- Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pada Pasal 134 KUHAP, diatur hal sebagai berikut:
- Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
- Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
- Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pada Pasal 135 KUHAP diatur bahwa dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang ini. Pada Pasal 136, dinyatakan bahwa semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua Bab 14 ditanggung oleh negara.
Analisis Teoritis dan Filosofis Penanganan Laporan Tindak Pidana.
Analisis Teoritis
Pemikiran tentang teori hukum adalah akumulasi keresahan ataupun sebuah jawaban dari masalah kemasyarakatan yang dihadapi oleh generasi pada saat itu. Oleh sebab itu, memahami pemikiran tentang teori dan paradigma hukum yang dikemukakan oleh para pakarnya haruslah dirunut dan teliti dari latar belakang politik dan kondisi sosial masyarakat tempat ahli pikir tersebut hidup.
Dengan demikian, teori hukum adalah bagian dari ilmu hukum, dan sebagai demikian teori hukum merupakan refleksi kritis mengenai apa sebetulnya hukum yang dikupas dalam ilmu hukum itu.200 Pada dasarnya, dengan pengertian teori hukum dimaksudkan rumpun upaya yang koheren untuk mengamati hukum secara sistematis dan komprehensif serta kemudian memperoleh pengetahuan yang mendasar sifatnya mengenai hukum yang dapat diuji ulang. Semua teori hukum merupakan bagian dari filsafat hukum, dan baru pada akhir abad ke-19 berkembang sebagai suatu disiplin tersendiri.201 Dapat dikatakan, teori hukum adalah teori dalam bidang hukum yaitu berfungsi memberikan argumentasi yang meyakinkan bahwa hal-hal yang dijelaskan itu adalah ilmiah, atau paling
______________
200Budiono Kusumohamidjojo, Teori Hukum – Dilema Antara Hukum dan Kekuasaan, Penerbit Yrama Widya, Bandung, 2016, h.61. , 201Ibid, h.43
tidak, memberikan gambaran bahwa hal-hal yang dijelaskan itu memenuhi standar teoritis.202
Dari kajian teoritis, diketahui bahwa secara umum tujuan dibentuknya lembaga kepolisian adalah untuk menciptakan kondisi aman, tenteram dan tertib dalam masyarakat. Di dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang tersebut dicapai melalui tugas preventif dan tugas represif. Tugas-tugas preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola pembinaan, pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib dan tenteram tidak terganggu segala aktivitasnya. Dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian, baik fungsi preventif maupun fungsi represif melekat kewajiban untuk melakukan upaya meredakan ketegangan, menyatupadukan bangsa dan upaya mengembangkan penyesuaian, karena itu makin luas sistem sosial, makin rumit pula suatu fungsi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam mission jabatan.203
Seiring kemajuan dan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta
______________
202Juhaya S,Praja, Op Cit, h.53
203Sadjijono, Op Cit, h.42
perkembangan kejahatan, pengertian kepolisian menjadi berkembang tidak lagi terbatas pada arti harafiah atau polisi an sich, namun mencakup fungsi, tugas dan wewenang, lembaga (organ), bahkan petugas dan jabatan (ambt) serta administrasi. Istilah polisi mengandung pengertian sebagai tugas dan organ. Bahkan Krammer sarjana Belanda menambahkan pula pengertiannya sebagai Ilmu Pengetahuan Kepolisian atau politie wetenchap, dan dapat pula istilah polisi digunakan untuk menyebutkan tugasnya.204
Istilah polisi mempunyai dua arti, yaitu: Pertama, polisi dalam arti formal adalah mencakup penjelasan tentang organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian. Kedua, polisi dalam arti material adalah memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban dalam rangka kewenangan kepolisian umum melalui ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan atau undang-undang.205
______________
204Warsito Hadi Utomo, Op Cit, h.8
205Ucuk Suyono, Opcit, h.2.
Istilah polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda-beda. Pengertian polisi yang sekarang berbeda dengan pengertian polisi pada awal ditemukannya istilah polisi itu sendiri. Warsito Hadi Utomo, menguraikan pengertian polisi diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama kali ditemukannya kata polisi dari perkataan Yunani “politea” yang berarti seluruh pemerintahan negara kota. Pada masa itu yaitu abad sebelum Masehi, negara Yunani terdiri dari kota-kota tidak saja menyangkut pemerintahan negara kota saja, tapi juga termasuk urusan-urusan keagamaan. Baru setelah timbul agama Kristen, maka pengertian polisi sebagai pemerintahan negara kota dikurangi urusan agama.
Di negara Belanda pada jaman dahulu istilah polisi dikenal melalui konsep Catur Praja, dan Van Vollenhoven membagi pemerintahan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu : Bestuur, Politie, Rechstpraak dan Regeling. Dengan demikian Politie dalam pengertian ini sudah dipisahkan dari Bestuur dan merupakan bagian pemerintahan tersendiri. Pada pengertian ini polisi termasuk organ pemerintah yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan terhadap kewajiban-kewajiban umum.
Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History mengemukakan pengertian polisi dalam bahasa Inggris : “Police Indonesia the English language came to mean of planning for improving ordering communal existence” yaitu sebagai tiaptiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan masyarakat, Pengertian ini berpangkal tolak dari pemikiran, bahwa manusia adalah makhluk sosial, hidup berkelompok, membuat aturan-aturan yang disepakati bersama. Ternyata dari kelompok itu terdapat anggota yang tidak mau mematuhi aturan bersama sehingga timbul masalah siapa yang berkewajiban untuk memperbaiki dan menertibkan kembali anggota kelompok yang melanggar. Dari pemikiran ini kemudian diperlukan polisi, baik organnya maupun tugasnya untuk memperbaiki dan menertibkan tata susunan kehidupan masyarakat tersebut.
Dalam Encyclopedia of Social Science, dikemukakan bahwa pengertian polisi meliputi bidang fungsi, tugas yang luas, yang dijelaskan untuk menjelaskan berbagai aspek dari pada pengawasan keseharian umum. Kemudian dalam arti yang sangat khusus dipakai dalam hubungannya dengan penindasan pelanggaran-pelanggaran politik, yang selanjutnya meliputi semua bentuk pengertian dan ketertiban umum. Dengan kata lain polisi diberikan pengertian sebagai hal-hal yang berhubungan dengan pemeliharaan ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta harta bendanya dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia WJS.Poerwodarminta, dikemukakan bahwa istilah polisi mengandung pengertian : 1. Badan pemerintah (sekelompok pegawai negeri) yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum, 2. Pegawai negeri yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban umum. Dalam pengertian ini istilah polisi mengandung 2 (dua) pengertian makna polisi sebagai tugas dan sebagai organ.206
Dalam pengertian polisi tersebut secara substansi mengandung unsur-unsur pokok, yakni sebagai lembaga atau organ. Gavin Drewry mengatakan bahwa: “Police are intermediaries between state and citizen and visible manifestation of govermental authority. In their hand rest of responsibility for day to day aplication of the criminal law and the maintenance of order”. Drewry juga mendefinisikan tugas polisi antara lain, “Policeman are instruments of public order, but there must to be said for keeping them apart from politics and goverment. 207
Sebagai institusi hukum, keberadaan polisi sudah setua usia kehidupan masyarakat manusia. Namun, mulai dari bentuknya yang amat sederhana sampai polisi modern di manapun di
______________
206Warsito Hadi Utomo, Opcit , h.4-9.
207Yoyok Ucuk Suyono, Opcit, h.2
dunia ini, pada umumnya polisi mempunyai dua peran sekaligus, yakni : Pertama, polisi adalah institusi yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, agar tercapai suasana kehidupan aman, tentram, dan damai. Kedua, polisi berperan dalam menegakkan hukum dan norma yang hidup di masyarakat.
Dengan peran polisi seperti itu, maka polisi dapat memaksakan berlakunya hukum, yakni manakala hukum dilanggar, terutama oleh tindak penyimpangan atau kejahatan. Bila terjadi perbuatan menyimpang yang mengganggu ketertiban atau ketentraman masyarakat, maka peran atau kehadiran polisi diperlukan untuk memulihkan keadaan dengan memaksa si pelanggar hukum untuk menanggung akibat dari perbuatannya. Secara normatip hal tersebut tegas dinyatakan dalam Pasal 2 Undang Undang Kepolisian bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Lahirnya Undang Undang Kepolisian tidak dapat dipisahkan dengan adanya reformasi di bidang hukum yang terjadi di Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai hasil dari adanya reformasi.208 Dalam Undang-Undang ini diatur tentang ketentuan umum sebagai prinsip-prinsip dasar yang melandasi norma-norma dalam Undang Undang Kepolisian, yakni :
- Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
- Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh
______________
208Ibid, h.172
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentukbentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
- Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
- Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
- Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
- Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
- Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
- Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundangundangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
- Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
- Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.
Tugas Pokok Kepolisian Republik Indonesia berdasarkan ketentuan UndangUndang Kepolisian adalah :
- memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
- menegakkan hukum; dan
- memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat .
Rincian dari tugas-tugas tersebut, terdiri dari :
- melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
- menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
- membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangundangan;
- turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
- memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
- melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
- melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
- menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
- melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
- melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
- memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
- melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan wewenang kepolisian, meliputi wewenang umum dan wewenang khusus. Wewenang umum sebagaimana dirumuskan dalam pasal 15 ayat (1) UndangUndang Kepolisian, meliputi :
- menerima laporan dan/atau pengaduan;
- membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
- mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
- mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
- mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
- melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
- melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
- mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
- mencari keterangan dan barang bukti;
- menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
- mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
- memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
- menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Berkaitan dengan wewenang khusus kepolisian, antara lain meliputi : pertama, kewenangan sesuai peraturan perundangundangan (Pasal 15 ayat 2), dan kedua, wewenang penyelidikan atau penyidikan perkara pidana sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Kepolisian.
Wewenang sesuai peraturan perundangundangan meliputi :
- memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
- menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
- memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
- menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
- memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
- memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
- memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
- melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
- melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
- mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
- melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
Wewenang di bidang proses pidana :
- melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
- melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
- membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
- menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
- melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
- memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
- mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
- mengadakan penghentian penyidikan;
- menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
- mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
- memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
- mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Kewenangan dalam melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab sebagaimana disebutkan dalam pasal 16 ayat (1)
huruf 1 dapat dilaksanakan oleh penyelidik atau penyidik, dengan memenuhi syarat :
- tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
- selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
- harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
- pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
- menghormati hak asasi manusia.
Sedangkan untuk kewenangan bertindak menurut penilaiannya sendiri (diskresi), dapat dilakukan dalam keadaan :
- keadaan yang sangat perlu.
- tidak bertentangan dengan perundang undangan.
- tidak bertentangan dengan kode etik profesi kepolisian.
Untuk memperjelas esensi fungsi kepolisian maka perlu dikemukakan beberapa pendapat tentang definisi fungsi secara terpisah, yang kemudian tertuju pada fungsi yang melekat pada lembaga kepolisian, sehingga antara definisi
fungsi dan kepolisian dapat dipahami menjadi satu makna.
Fungsi, merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan tugas pokok yang wajib dilaksanakan. Tugas pokok yang dilaksanakan tersebut untuk mencapai tujuan dari organisasi dimaksud. Fungsi kepolisian oleh karenanya berkaitan erat dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut.209
Fungsi kepolisian seperti diatur dalam pasal 2 Undang-Undang Kepolisian adalah menjalankan salah satu fungsi pemerintahan negara dalam tugas penegakan hukum selain perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 14 ayat (1) huruf g, bahwa polisi berwenang melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Hal demikian menyatakan bahwa polisi adalah penyidik dan berwenang melakukan penyidikan tindak pidana yang sebelumnya
______________
209Sadjijono, Op Cit, h.149.
didahului oleh tindakan penyelidikan oleh penyelidik.210
Tindakan preventif ini biasanya dilakukan melalui cara penyuluhan, pengaturan, penjagaan, pengawasan, patrol polisi dan lain-lain sebagai teknis dasar kepolisian. Tugas represif, adalah mengadakan penyidikan atas kejahatan dan pelanggaran hukum menurut ketentuan dalam Undang-undang. Tugas represif ini sebagai tugas kepolisian dalam bidang peradilan atau penegakan hukum, yang dibebankan kepada petugas kepolisian. Petugas kepolisian dibebani dengan tanggungjawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani tindakantindakan kejahatan, baik dalam bentuk tindakan terhadap pelaku kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatan agar supaya anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram.
Dalam keadaan tertentu tugas preventif dan represif menjadi tugas yang bersamaan, oleh karena itu pekerjaan polisi pun menjadi tidak mudah, pada satu sisi dihadapkan pada struktur sosial dalam rangka pemeliharaan keamanan dan
______________
210Pudi Rahardi, Op Cit, h.25
ketertiban masyarakat, di sisi lain dihadapkan pada struktur birokrasi dan hukum modern yang memiliki ciri rasional.
Tugas kepolisian menjadi dinamis yang berorientasi pada kepentingan dan perkembangan masyarakat, walaupun dalam kenyataannya perkembangan masyarakat lebih cepat dari polapola penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian, terutama di bidang teknologi komunikasi dan informasi.
Tugas kepolisian sebagaimana tersebut di atas, selain kepolisian sebagai alat negara penegak hukum yang menjalankan tugas represif yustisiil, juga melaksanakan tugas sosial dalam rangka memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Kondisi demikianlah yang menjadi ciri khas pekerjaan kepolisian, di satu sisi harus memelihara ketertiban dan di sisi lain diharuskan memeliharanya dengan jalan penegakan hukum.
Fungsi utama pemerintah adalah memberikan pelayanan, menyelenggarakan pembangunan dan menyelenggarakan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya. Penyelenggaraan pelayanan publik memiliki aspek dimensional, oleh karena itu dalam pembahasan dan menerapkan streategi pelaksanaannya tidak dapat hanya didasarkan pada satu aspek saja, misalnya hanya aspek ekonomi atau aspek politik. Pendekatannya harus terintegrasi melingkupi aspek lainnya, seperti aspek sosial budaya, kondisi geografis dan aspek hukum/peraturan perundang-undangan.211
Selanjutnya nilai norma pelayanan publik kepolisian dalam struktur negara juga berperan membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukannya, sehingga merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan masyarakat tentang peningkatan pelayanan publik.
Untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab hukum Kepolisian dalam penyelenggaraan tugas dan wewenangnya, dengan demikian tidak terlepas dari norma hukum yang memberi pengaturan, diantaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang
______________
211Hardiyansyah, Op Cit, h.15
Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Kepolisian dalam upayanya merubah mindset jajarannya tentu harus mampu merumuskan kebijakan dan program perbaikan praktik governance. Sedangkan kepedulian yang serius merancang pembaharuan praktik governance menuju yang lebih baik, mulai terlihat dengan diletakkannya dasar-dasar norma penyelenggaraan negara yang bebas KKN dan norma pelayanan publik serta norma administrasi pemerintahan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari praktik governance, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan tersebut.
Dengan norma-norma penyelenggaraan negara yang bebas KKN dan norma pelayanan publik serta norma administrasi pemerintahan yang ditetapkan, Kepolisian harus bersedia untuk bersikap terbuka dan partisipatif sejalan dengan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara, dan Asas-Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik, serta Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB). Apabila menjadi terbuka dan melibatkan anggota masyarakat yang luas dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan tentu akan mengurangi kebiasaan melakukan bad practices. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya teladan dan pantangan dalam penyelenggaraan pelayanan kepolisian.
Permasalahan keamanan dalam negeri yang ditandai dengan meningkatnya berbagai gangguan kriminalitas, menempatkan eksistensi institusi Polri menjadi sangat penting peranannya terutama dalam menghadapi berbagai peristiwa kejahatan konvensional (pencurian, pembunuhan, perampokan dan lain-lain) maupun kejahatan berdimensi baru antara lain white collar crime, terorisme, narkoba, trafficking, illegal logging dan lain-lainnya.212
______________
212Pudi Rahardi, Op.Cit, h.199
Analisis Filosofis
Analisis atau kajian filosofis penanganan laporan polisi tentang tindak pidana, tidak terlepas dan merupakan bagian integral, oleh karenanya berada dalam bingkai nilai-nilai universal tentang hukum. Menjawab pertanyaan yang bersifat perenial tentang apa hukum itu, menerbitkan banyak pengertian tentang hukum. Dari sekian banyak pengertian tentang hukum, dapat disimpulkan bahwa hukum adalah peraturan, ketentuan, dan ketetapan yang telah disepakati oleh masyarakat dan para penegak hukum, yang harus dilaksanakan sebaikbaiknya.213 Rumusan peraturan ataupun ketentuan dimaksud hanyalah merupakan ancaman kosong atau bagaikan macan kertas yang tidak bermakna tanpa adanya bantuan institusi yang bernama polisi. Itu berarti meskipun ancaman hukum dalam peraturan hukum dikemas dengan sangat berat dan mengerikan sekalipun, hal itu menjadi tidak berguna apabila tidak mendapat bantuan dari polisi untuk dipaksakan penerapannya.
______________
213Efran Helmi Juni, Op Cit, h.35
Asas hukum adalah prinsip-prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum. Asas-asas itu dapat juga disebut titik tolak dalam pembentukan undang-undang dan interpretasi undang-undang. Asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum. Hal ini karena merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Semua peraturan hukum harus dapat dikembalikan pada asas hukumnya. Asas hukum ini disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum. Contoh, asas hukum apabila seseorang melakukan kesalahan yang merugikan orang lain harus mengganti kerugian tersebut, norma hukumnya adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut (Pasal 1365 KUHPerdata).
Asas atau prinsip hukum yang sudah lama dikemukakan dan merupakan pemikiran para bijak, dijadikan tolok ukur kebenaran hukum, juga sering digunakan dalam pembahasan hukum dan menjadi acuan pembuatan peraturan perundang-undangan secara teoritis dan praktis.
Efran Helmi Juni, mengutip dan memerinci asas-asas atau prinsip-prinsip hukum dimaksud, adalah sebagai berikut :
- Actus non facid reum, nisi mens sitrea (sikap batin yang tidak bersalah, orang tidak boleh dihukum).
- All men are equal before the law, without distinction sex, race, religion and social status (semua manusia sama di depan hukum, tanpa membedakan jenis kelamin, kulit, agama dan status sosial).
- Alterum non laedere (perbuatanmu janganlah merugikan orang lain). 4. Audi et alteram partem atau audiatur et altera pars (para pihak harus didengar).
- Bis de eadem re ne sit actio atau ne bis in idem (mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya).
- Clausula rebus sic stantibus (suatu syarat dalam hukum internasional bahwa suatu perjanjian antar negara masih tetap berlaku apabila situasi dan kondisinya tetap sama).
- Cogitationis poenam nemo patitur (tiada seorangpun dapat dihukum oleh sebab yang dipikirkannya).
- De gustibus non est disputandum (mengenai selera tidak dapat disengketakan).
- Eidereen wordt geach de wette kennen (setiap orang dianggap mengetahui hukum).
- Errare hamanum est, turpe in errare perseverare (membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk mempertahankan kekeliruan).
- Fiat justitia ruat coelum atau fiat justitia pereat mundus (sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah, keadilan harus tetap ditegakkan).
- Geen straf zonder schuld (tiada hukuman tanpa kesalahan).
- Hodi mihi cras tibi (ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh perasaan, tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat).
- In dubio pro reo (apabila ragu terhadap kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa).
- Justitia est ius suum cuique tribuere (keadilan diberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya).
- Juro suo uti nemo cogitur (tidak seorangpun yang diwajibkan menggunakan haknya).
- Koop breekt geen huur (jual beli tidak memutuskan sewa menyewa).
- Lex dura sed ita scripta atau lex dura sed tamente scripta (undang-undang adalah keras, tetapi ia telah ditulis demikian).
- Lex specialis derogat legi generalis (undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum).
- Lex superior derogate legi inferiori (undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya).
- Lex posterior derogate legi priori atau lex posterior derogat legi anteriori (undang-undang yang lebih baru mengesampingkan undang-undang yang lama).
- Lex niminem cogit ad impossibilia (undang-undang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin).
- Manusia dilahirkan sama dan merdeka yang memiliki hak asasi (human right) sebagai pemberian sang pencipta.
- Manusia dilahirkan sama dan merdeka yang memiliki hak asasi (human right) sebagai pemberian sang pencipta.
- Matrimonium ratum et non consumatum (perkawinan yang dilakukan secara formal, namun belum dianggap, mengingat belum terjadi hukungan kelamin).
- Matrimonium ratum et non consumatum (perkawinan yang dilakukan secara formal, namun belum dianggap, mengingat belum terjadi hukungan kelamin).
- Melius est acciepere quam facere injuriam (lebih baik mengalami ketidakadilan daripada melakukan ketidakadilan).
- Nu is men he teens, dat recht op the een of andere wijze op de menselijke samenleving is betrokken (umum telah menyepakati bahwa hukum ada hubungannya dengan masyarakat).
- Nemo plus juris transferre potest quam ipse habet (tidak seorangpun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki).
- Nemo judex indoneus in propria (tidak seorangpun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri).
- Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas
- kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu).
- Opinio necessitatis (keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan).
- Pacta sunt servanda (setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik).
- Patior est qui prior est (siapa yang datang pertama, dialah yang beruntung).
- Presumption of innocence (seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap).
- Princeps legibus solutus est (kaisar tidak terikat oleh undang-undang atau para pemimpin sering berbuat sekehendak hatinya terhadap anak buahnya).
- Quiquid est in territorio, etiam est de territorio (semua yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk pada hukum negara itu).
- Qui tacet consentire videtur (siapa yang berdiam diri dianggap menyetujui).
- Res nullius credit occupanti (benda yang ditelantarkan pemiliknya dapat diambil untuk dimiliki).
- Recht is er over de gehele wereld, overal waar een samenleving van mensen is (hukum terdapat di seluruh dunia, yang di dalamnya terdapat suatu masyarakat manusia).
- Resjudicata proveri tate habetur (setiap putusan hakim atau pengadilan adalah sah, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi).
- 40. Restitutio in integrum (kekacauan dalam masyarakat harus dipulihkan pada keadaan semula/aman).
- Speedy administration of justice (peradilan yang cepat).
- Summum ius summa iniuria (keadilan tertinggi dapat berarti ketidak adilan tertinggi).
- Similia Similibus (perkara yang sama harus diputus dengan hal yang sama, tidak pilih kasih).
- Testimonium de auditu (kesaksian dapat didengar dari orang lain). 45. The binding force of precedent (putusan hakim sebelumnya mengikat hakim-hakim lain dalam perkara yang sama).
Unus testis nullus testis (satu orang saksi bukanlah saksi).
- Ut sementum faceris ita metes (siapa yang menanam sesuatu dialah yang akan memetik hasilnya).
- Verba volant scripta manent (katakata biasanya tidak berbekas, sedangkan yang ditulis tetap ada).
- Vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan).214
Ilmu hukum adalah termasuk ilmu praktis, namun kedudukan ilmu hukum menempati posisi
______________
214Efran Helmi Juni, Op Cit, h.60
yang istimewa dalam klasifikasi ilmu, karena mempunyai sifat sebagai ilmu normatif dalam perkembangannya, namun harus dapat menjawab berbagai perkembangan baru di masyarakat, dan tidak boleh keluar dari nilai-nilai aksiologis yang ada pada filfafat hukum.215
Landasan filosofis merupakan landasan ideal untuk memotivasi aparat penegak hukum, mengarahkan semangat dan dedikasi pengabdian penegak hukum, serta mewujudkan keluhuran kebenaran dan keadilan. Dengan demikian setiap tindakan penegak hukum harus sejajar dengan cita yang terkandung dengan semangat dan keluhuran tujuan yang dimaksud filosofis.216
Filsafat dalam arti sebagai proses, adalah ilmu yang koheren tentang seluruh kenyataan. Obyek materialnya adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Dari situ tampak betapa luasnya bidang kajian filsafat itu. Bidang-bidang kajian filsafat ini ada yang kemudian memiliki kerangka analisis tersendiri, sehingga dapat dianggap sebagai cabang dari filsafat. Salah satunya adalah filsafat manusia (antropologia). Filsafat manusia inipun kemudian masih terlalu
______________
215Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op Cit, h.16
216Monang Siahaan, Op Cit, h.47
luas, sehingga beberapa bidang kajiannya membentuk cabang baru, yang salah satunya adalah filsafat tingkah laku (etika). Filsafat hukum adalah bidang kajian lebih lanjut dari filsafat tingkah laku itu.217
Dengan demikian, tinjauan filosofis merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan, menghubungkan gagasan yang satu dengan lainnya, mengajukan pertanyaan dan menanyakan mengapa, mencari jawaban yang lebih baik dibandingkan dengan jawaban yang telah ada sebelumnya.218
Nilai-nilai yang diolah dalam tinjauan filosofis, terdiri dari :
- Nilai-nilai yang bertentangan tapi samasama baik dan sama-sama menguntungkan, walaupun saling mendesak untuk dipenuhi dan saling meniadakan yang lain. Hal ini memerlukan pemecahan dengan mencari keserasian yang tepat diantara kedua nilai tersebut sebagai jalan terbaik. Contoh : keserasian antara bebas dan tertib adalah damai. Keserasian antara
______________
217Darji Darmodiharjo dan Sidarta, Op Cit, h.153
218HR Abdussalam, Op Cit, h.19
luwes dan ketat ialah kewibawaan, dan sebagainya.
- Nilai-nilai yang berlawanan, yang satu baik/positif, yang satu adalah negatif/buruk. Yang harus dipertahankan dan dipilih adalah nilai yang baik/positif, sedang nilai yang negatif atau buruk harus ditolak.
- Nilai-nilai yang sejalan/seiring, kedua nilai tersebut sama-sama positif atau sama-sama negatif dan seiring. Contoh : Kejujuran menimbulkan ketenangan dan ketenangan juga akan menimbulkan kejujuran. Kecurangan akan menimbulkan kegelisahan dan kegelisahan juga bisa mendorong orang menjadi curang.219
Landasan filosofis penanganan laporan polisi tentang tindak pidana adalah termasuk dalam landasan filosofis KUHAP, dikarenakan perihal laporan pidana diatur dalam KUHAP, sehingga landasan filosofis laporan polisi tentang tindak pidana dimaksud sebagaimana dapat dibaca pada huruf a konsiderans KUHAP yakni Pancasila. Dinyatakan pada huruf a konsiderans KUHAP itu, bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin
______________
219Ibid.
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Keberadaan Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara dalam kesepakatan pertama penyangga konstitusionalisme menunjukkan hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka.220
Terminologi Pancasila sebagai ideologi terbuka sesungguhnya telah dikembangkan pada masa orde baru. Namun, dalam pelaksanaannya pada masa itu lebih menunjukkan Pancasila sebagai konsep tertutup. Pancasila menjadi alat hegemoni yang secara apriori ditentukan oleh elit kekuasaan untuk mengekang kebebasan dan melegitimasi kekuasaan. Kebenaran Pancasila pada saat itu tidak hanya mencakup cita-cita dan nilai dasar, tetapi juga meliputi kebijakan praktis operasional yang tidak dapat dipertanyakan,
______________
220Ibid, h.367
tetapi harus diterima dan dipatuhi oleh masyarakat.221
Konsekuesi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah membuka ruang membentuk kesepakatan masyarakat bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut. Kesepakatan tersebut adalah kesepakatan kedua dan ketiga sebagai penyangga konstitusionalisme, yaitu kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government) dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures). Kesepakatan-kesepakatan tersebut hanya mungkin dicapai jika siastem yang dikembangkan adalah sistem demokrasi.222
Dengan landasan sila Ketuhanan YME dalam Pancasila, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak hukum maupun tersangka atau terdakwa adalah sebagai berikut:
- Sama-sama manusia yang dependen kepada Tuhan, yaitu mahluk yang bergantung pada kehendak Tuhan.
______________
221Ibid.
222Ibid.
Semua mahluk tanpa kecuali adalah ciptaan Tuhan.
- Oleh karena semua manusia adalah hasil ciptaan Tuhan dan tergantung kepada kehendak Tuhan. Hal ini mengandung makna bahwa:
- tidak ada perbedaan asazi diantara sesama manusia
- sama-sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk mengembangkan dan mempertahankan kodrat, harkat, dan martabatnya sebagai mahluk ciptaan Tuhan.
- setiap manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus dilindungi tanpa kecuali.
- fungsi atau tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia, hanya semata-mata dalam ruang lingkup menunaikan “amanat” Tuhan Yang Maha Esa.223
Jika dilihat dari sisi jiwa, fungsi pengabdian melaksanakan amanat Tuhan adalah dengan cara menempatkan setiap manusia tersangka atau terdakwa sebagai mahluk:
- Manusia hamba Tuhan yang memiliki hak dan martabat kemanusiaan yang harus dilindungi; dan
- Juga sebagai manusia yang mempunyai hak dan kedudukan untuk
______________
223Monang Siahaan, Op.cit, h.48
mempertahankan kehormatan hak dan martabatnya.224
Mengingat fungsi penegakan hukum yang dipercayakan kepada aparat penegak hukum berada dalam ruang lingkup melaksanakan amanat Tuhan, aparat hukum harus memiliki keberanian dan kemampuan menyimak isyarat nilai keadilan yang konsisten dengan konsepsi nilai keadilan Tuhan yang diwujudkan dalam setiap penegakan hukum. Untuk mewujudkan kualitas keadilan yang seperti itulah maka diwujudkan dalam pasal 197 ayat (1) KUHAP bahwa setiap keputusan Pengadilan berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, supaya keadilan yang ditegakkan aparat penegak hukum bukan keadilan semaunya sendiri, tetapi merupakan wujud keadilan yang selaras dengan keinginan atau kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Suatu wujud keadilan berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai dimensi pertanggungjawaban:
- terhadap hukum;
- terhadap diri dan hati nurani sendiri;
______________
224Ibid.
- terhadap masyarakat, nusa dan bangsa;
- di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Teori keadilan dalam konsepsi-konsepsi
filsafat ada suatu ikatan yang erat sekali antara hukum dan keadilan. Ulpianus dari Romawi pernah mengemukakan bahwa sebelum kepada hukum ditunjukan mengenai tugas-tugasnya, kita harus mengetahui dari manakah asal kata hukum itu. Kata hukum berasal dari kata keadilan, yang oleh Celsus telah dirumuskan dengan indah sebagai ilmu pengetahuan mengenai hak dan kepatutan. Demikian juga, Ulpianus pernah mengatakan bahwa hukum berasal dari keadilan seperti keadilan itu adalah ibunya. Para penulis telah menyimpulkan bahwa maksud Ulpianus adalah cita-cita hukum dilahirkan oleh cita-cita keadilan, atau bahwa pertimbanganpertimbangan berhubungan dengan keadilan mendahului ketentuan-ketentuan hukum.225
Menurut Lord Alfred Denning, keadilan itu tidak dapat dilihat. Keadilan bukanlah sesuatu yang bersifat sementara, melainkan sesuatu yang bersifat abadi. Dia bukan hasil dari akal (intellect) melainkan hasil dari jiwa (spirit). Ia
______________
225Ibid.
lalu merumuskan keadilan itu sebagai “sesuatu yang oleh anggota masyarakat yang berbudi lurus (right-minded), yaitu mereka yang mempunyai jiwa yang tepat (right-spirit) adalah yang pantas dan patut.226
Keadilan dalam konsep Plato sangat terkait dengan peran dan fungsi individu dalam masyarakat. Idealisme keadilan akan tercapai apabila dalam kehidupan, semua unsur masyarakat berupa individu dapat menempatkan dirinya pada proporsi masing-masing dan bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diemban, selanjutnya tidak dapat mencampuri urusan dan tugas kelompok lain. Kesan lainnya adalah Plato membentuk manusia dalam kotakkotak kelompok (rasis), peran kelompok tidak dapat menyeberang ke kelompok lain. Keadilan hanya akan terwujud manakala manusia menyadari status sosial dan tugasnya sebagai delegasi kelompoknya.227
Berbeda dengan Aristoteles, yang berpendapat keadilan berisi unsur egalitarian, bahwa semua benda yang ada pada alam ini dibagi rata dan pelaksanaannya dikontrol oleh
______________
226Ibid.
227M.Erfan Helmi Juni, Op Cit, h.399
hukum. Dalam pandangan Aristoteles, keadilan dibagi menjadi dua bentuk, sebagai berikut :
- Keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undangundang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional.
- Keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara diastribusi ini melawan seranganserangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.228
Vilhelm Lundstedt, berpendapat bahwa yang disebut keadilan hanyalah kata-kata kosong belaka, terutama pembentuk undang-undang harus dituntut oleh keadilan atau pengadilanpengadilan harus mewujudkan keadilan. Pikiran keadilan yang dikemukakan oleh Alf Ross bahwa keadilan tidak akan dapat dijadikan pedoman oleh pembentuk undang-undang, oleh karena tidak mungkin untuk menyimpulkan dari satu pemikiran yang bersifat formal seperti keadilan itu, satu atau beberapa syarat bagi isinya suatu
______________
228Ibid.
normal. Makna keadilan itu adalah kesamaan sehingga dengan dalil keadilan itu akan ada syarat-syarat bagi kesamaan dalam membagi untung dan rugi. Kesamaan dalam arti yang mutlak tidak akan pernah merupakan isi dari keadilan. Dalam arti demikian, kesamaan seharusnya berarti setiap orang, terlepas dari keadaan-keadaan yang ada disekitarnya, mempunyai posisi yang benar-benar sama dengan orang-orang lain.229
Menurut Gustav Radbruch, keadilan adalah suatu ukuran nilai bagi hukum positif. Dia adalah tujuan yang dikejar oleh pembentuk undangundang tetapi yang biasanya tidak tercapai. Adil itu adalah suatu nilai dasar seperti halnya yang baik dan yang indah. Dengan demikian, ini tidak dapat disimpulkan lagi dari nilai yang lain yang sifatnya lebih tinggi. Selanjutnya, haruslah dibedakan antara (1) keadilan sebagai seuatu kebaikan, sebagai sifat-sifat pribadi (misalnya, dari seorang hakim) dan (2) keadilan sebagai suatu hubungan antara manusia (misalnya, bilamana dirundingkan tentang harga yang pantas). Keadilan yang subjektif adalah sikap
______________
229Monang Siahaan, Op Cit, h.50
batin yang ditujukan kepada perwujudan keadilan yang objektif, yaitu suatu hubungan yang dapat dibandingkan dengan hubungan dari sifat-sifat yang mengandung kebenaran, dan kebenaran itu sendiri. Jika dilihat secara demikian, maka keadilan yang objektif adalah bentuk yang sekunder dari keadilan.230
Filsuf Hukum Alam, Thomas Aquinas, membedakan atas dua kelompok, yaitu keadilan umum justitia generalis dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum. Selanjutnya, keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus ini dibedakan menjadi : (1) keadilan distributif (justitia distributiva), (2) keadilan komutatif (justitia commutativa) dan (3) keadilan vindikatif (justitia vindicativa).231
Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum. Sebagai contoh, negara hanya akan mengangkat seseorang menjadi hakim apabila orang itu memiliki
______________
230Ibid.
231Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op Cit, h.156
kecakapan untuk menjadi hakim. Keadilan kumutatif adalah keadilan dengan mrmpersamakan antara prestasi dan kontraprestasi. Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana, Seorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.232
Giorgio De Vecchio, mengemukakan bahwa keadilan adalah suatu sikap kesadaran yang fundamental. Unsur-unsur dari padanya adalah sifat timbal-balik, sifat sama berhak, sifat saling ada, keseimbangan prestasi, dan prinsip imbalan. Selanjutnya, Giorgio De Vecchio menegaskan bahwa keadilan bukanlah ciri yang hakiki dari hukum, tetapi hukum dengan keadilan itu lalu mendapat nilai kesusilaan. Untuk bisa menjadi adil, hukum haruslah sesuai dengan kodrat manusia. Ciri-ciri utama dari kodrat manusia adalah pengutamaan yang absolut dari subjek atas objek.233
______________
232Ibid.
233Monang Siahaan, Op Cit, h.51
Selanjutnya, Julius Stone menyatakan keadilan terdiri atas suatu hubungan antara kebutuhan dan alat-alat untuk memenuhi kebutuhan itu, dan yang dapat melenyapkan ketidaksenangan. Hubungan yang bersifat dinamis, sebab kebutuhan dari manusia berubahubah menurut keadaan lingkungannya, sifat-sifat psikisnya, dan pengalaman-pengalaman yang bersifat incidental. Karena komponen-komponen yang bersifat emosional, yang lalu memainkan peranan dalam penilaian-penilaian atau dalam isi dari keadilan, maka adanya suatu penerobosan secara rasional dan dengan sempurna pula terhadap hal-hal yang disebut keadilan itu adalah tidak mungkin. Namun cita-cita keadilan itu mempunyai arti yang besar dalam kehidupan masyarakat. Dan arti itu tidak menjadi berkurang oleh karena banyak macamnya pendapatpendapat mengenai keadilan itu sendiri yang sementara itu berubah-ubah.234
Menurut E. Fernando M. Manullang, menyatakan keadilan dari sisi hukumnya, sifat keadilan dapat dilihat dari arti pokok, yakni arti formal yang menuntut hukum itu berlaku secara
______________
234Ibid.
umum; dan dalam arti materiil yang menuntut agar setiap hukum itu harus sesuai dengan citacita keadilan masyarakat luas.235 Teori keadilan dikembangkan oleh Plato, Hans Kelsen, H.L.A Hart, Jhon Stuart Mill dan Jhon Rawls.
Plato mengemukakan tentang esensi keadilan yang dikaitkan dengan kemanfaatan. Ia mengemukanan bahwa : “Keadilan mempunyai hubungan yang baik dan adil ditentukan oleh pernyataan bahwa yang belakangan menjadi bermanfaat dan berguna hanya apabila sebelumnya dimanfaatkan, yang menyatakan bahwa gagasan tentang keadilan menghasilkan satu-satunya nilai dari gagasan tentang kebaikan”.236
Menurut Hans Kelsen, hubungan keadilan dan legalitas bahwa keadilan menurut pengertian ini adalah legalitas, yaitu suatu peraturan umum adalah adil jika benar-benar diterapkan kepada semua kasus yang menurut isinya, peraturan ini harus diterapkan.237
John Rawls mengkonsepsikan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas bahwa
______________
235Ibid.
236Ibid.
237Monang Siahaan, Op.cit, h. 52
orang-orang merdeka dan rasional berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingan dan kehendaknya untuk memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang dikehendakinya.238
Landasan filosofis terlalu idealistis. Sulit menentukan seorang manusia penegak hukum yang memiliki tipe ideal seperti itu. Suatu cita kebahagiaan yang didorong dan didasarkan pada kesucian dan keinginan moral oleh para aparat penegak hukum. Keluhuran dan kesucian moral yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa inilah yang dituntut KUHAP agar pada diri dan perilaku setiap aparat penegak hukum terpatri semangat kesucian moral dalam setiap tindakan penegakan hukum sehingga jarak antara keadilan yang mereka wujudkan dalam konkreto tidak jauh berbeda dengan keadilan hakiki yang dibenarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kita memang menyadari, masalah keadilan dapat dipersoalkan dari berbagai segi teori dan pandangan. Salah satu argumentasi yang paling
______________
238Ibid.
popular menyatakan bahwa tidak ada suatu wujud keadilan yang murni dan mutlak. Tegasnya, tidak ada keadilan yang bersifat mutlak dan absolut. Manusia hanya mampu menemukan dan mewujudkan keadilan yang nisbi atau relative.239
Dalam meletakkan landasan tolok ukurnya pada nilai konsepsi materialism, keadilan yang dicitakan, dan yang ingin diwujudkan dalam konkreto adalah keadilan yang sejajar dengan acuan keadilan paham materialism, dan melihat keadilan yang dicita-citakan KUHAP sebagai wujud keadilan nisbi atau relatif. Melihat cita penegakan hukum acara pidana (KUHAP) ini dengan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, tekadnya dititikberatkan pada cita-cita pelaksanaan aparat penegak hukum terhadap setiap manusia yang berhadapan dengan aparat penegak hukum.240
Landasan filosofis kemanusiaan di atas, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan landasan cita dan motivasi penegak hukum menurut KUHAP. Apakah hal ini akan menjadi
______________
239Ibid.
240Ibid.
kenyataan dalam kehidupan penegakan hukum di Indonesia, tentu sangat kita harapkan. Masalahnya sangat bergantung pada kesadaran dan penghayatan jajaran penegak hukum, di samping keberanian moral seluruh rakyat mendukung dan melakukan kontrol sosial terhadap aparat penegak hukum. Bukankah landasan filosofis yang terkandung dalam KUHAP melalui wakil rakyat di lembaga legislative (DPR). Jika demikian untuk menjamin landasan filosofis itu dijadikan pedoman oleh jajaran aparat penegak hukum harus ada keberanian tanggungjawab moral bagi seluruh rakyat.
Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Laporan Pidana, diuraikan mengenai ketentuan umum terkait pengawasan dan pengendalian laporan pidana, sebagai berikut :
- Administrasi penyidikan adalah penatausahaan dan segala kelengkapan yang disyaratkan undang-undang dalam proses penyidikan, meliputi pencatatan, pelaporan, pendataan dan pengarsipan atau dokumentasi untuk menjamin ketertiban, kelancaran dan keseragaman administrasi baik untuk kepentingan peradilan, operasional maupun pengawasan.
- Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undangundang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
- Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undangundang bahwa akan, sedang, atau telah terjadi peristiwa pidana.
- Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
- Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
- Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang-undang.
- Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
- Atasan penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan surat perintah tugas, surat perintah penyelidikan dan surat perintah penyidikan di wilayah hukum atasan penyidik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Atasan Langsung adalah pejabat struktural yang mempunyai tugas dan kewenangan melakukan penilaian terhadap kinerja para pejabat atau anggota yang berada di bawah lingkup tanggung jawabnya.
- Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
- Pengawasan adalah rangkaian kegiatan dan tindakan pengawas berupa pemantauan terhadap proses penyidikan, berikut tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan dalam rangka tercapainya proses penyidikan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku serta menjamin proses pelaksanaan kegiatan penyidikan perkara dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan.
- Pengawas penyidikan adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas berdasarkan Surat Keputusan/Surat Perintah untuk melakukan pengawasan proses penyidikan perkara dari tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai dengan tingkat Kepolisian Sektor.
- Pengendalian penyidikan adalah kegiatan pemantauan, pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penyidik agar proses penyidikan dapat berjalan lebih lancar dan sesuai dengan target yang ditetapkan.
- Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
- Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
- Pengalihan Jenis Penahanan adalah mengalihkan status penahanan dari jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yang lain oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim.
- Penahanan Lanjutan adalah menempatkan kembali tersangka yang pernah ditangguhkan penahanannya dengan pertimbangan-pertimbangn tertentu guna mempermudah penyelesaian perkara.
- Pembantaran Penahanan adalah penundaan penahanan sementara terhadap tersangka karena alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan/ rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.
- Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
- Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
- Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut ditemukan.
- Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
- Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
- Kesatuan Kewilayahan Operasional yang selanjutnya disingkat KKO adalah Sentra Pelayanan Kepolisian pada tingkat Kepolisian Wilayah Kota Besar/Kepolisian Resor Metro/Kepolisian Resor/ Kepolisian Resor Kota.
- Laporan Hasil Penyelidikan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan secara lisan atau tertulis kepada atasan yang memberi perintah mengenai hasil penyelidikan.
- Surat Perintah Dimulainya Penyidikan yang selanjutnya disingkat SPDP adalah surat yang menyatakan berdasarkan bukti permulaan yang cukup sudah dapat dilakukan penyidikan.
- Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemyidikan yang selanjutnya disingkat SP2HP adalah surat pemberitahuan terhadap si pelapor tentang hasil perkembangan penyidikan.
Asas-asas penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian penanganan perkara serta pelaksanaan penyidikan perkara tindak pidana di lingkungan tugas kepolisian adalah sebagai berikut:
- legalitas, yaitu setiap tindakan penyidik senantiasa berdasarkan peraturan perundang-undangan;
- proporsionalitas, yaitu setiap penyidik melaksanakan tugasnya sesuai legalitas kewenangannya masing-masing;
- kepastian hukum, yaitu setiap tindakan penyidik dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan;
- kepentingan umum, yaitu setiap penyidik Polri lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dan/atau golongan;
- akuntabilitas, yaitu setiap penyidik dapat mempertanggung jawabkan tindakannya secara yuridis, administrasi dan teknis;
- transparansi, yaitu setiap tindakan penyidik memperhatikan asas keterbukaan dan bersifat informatif bagi pihak-pihak terkait;
- efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam proses penyidikan, setiap penyidik wajib menjunjung tinggi efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan ini;
- kredibilitas, yaitu setiap penyidik memiliki kemampuan dan keterampilan yang prima dalam melaksanakan tugas penyidikan;
Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana yang diatur di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Laporan Pidana ini meliputi:
- penerimaan dan penyaluran Laporan Polisi;
- penyelidikan;
- proses penanganan perkara;
- pemanggilan;
- penangkapan dan penahanan;
- pemeriksaan;
- penggeledahan dan penyitaan;
- penanganan barang bukti;
- penyelesaian perkara;
- pencarian orang, pencegahan dan penangkalan; dan
- tindakan koreksi dan sanksi.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Perkapolri tersebut bahwa proses penyidikan perkara harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Proses penyidikan yang telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan merupakan proses yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun. Terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik dalam pelaksanaan penyidikan harus dilakukan tindakan koreksi agar berlangsung dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Terhadap penyidik yang melakukan penyimpangan atau menyalahgunakan kewenangan harus dikenakan tindakan koreksi dan diterapkan sanksi administrasi atas tindakan pelanggaran yang dilakukannya secara proporsional. Dalam Bab II Perkapolri tersebut juga diatur mengenai penerimaan dan penyaluran laporan Polisi. Laporan atau pengaduan kepada Polisi tentang dugaan adanya tindak pidana, diterima di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) pada setiap kesatuan kepolisian. Pada setiap SPK yang menerima laporan atau pengaduan, ditempatkan anggota reserse kriminal yang ditugasi untuk:
- menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan Laporan Polisi;
- melakukan kajian awal untuk menyaring perkara yang dilaporkan apakah termasuk dalam lingkup Hukum Pidana atau bukan Hukum Pidana;
- memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat yang melaporkan atau mengadu kepada Polri.
Petugas reserse yang ditempatkan di SPK sekurang-kurangnya memiliki kemampuan sebagai berikut:
- berpangkat Bintara untuk satuan tingkat Polsek dan Perwira untuk satuan tingkat Polres ke atas;
- telah mengikuti pendidikan kejuruan reserse dasar dan/atau lanjutan;
- telah berpengalaman tugas di bidang reserse paling sedikit 2 (dua) tahun;
- memiliki dedikasi dan prestasi yang tinggi dalam tugasnya;
- memiliki keahlian dan keterampilan di bidang pelayanan reserse kepolisian.
Pada pasal 6 diatur tentang Laporan Polisi, sebagai berikut :
- Laporan Polisi tentang adanya tindak pidana dibuat sebagai landasan dilakukannya proses penyelidikan dan/atau penyidikan, terdiri dari Laporan Polisi Model A, Laporan Polisi Model B dan Laporan Polisi Model C.
- Laporan Polisi Model A dibuat oleh anggota Polri yang mengetahui adanya tindak pidana.
- Laporan Polisi Model B dibuat oleh petugas di SPK berdasarkan laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang.
- Laporan Polisi Model C dibuat oleh penyidik yang pada saat melakukan penyidikan perkara telah menemukan tindak pidana atau tersangka yang belum termasuk dalam Laporan Polisi yang sedang diproses.
Dalam Perkapolri Pasal 7 diatur mengenai :
- Laporan Polisi Model A harus ditandatangani oleh anggota Polri yang membuat laporan.
- Laporan Polisi Model B harus ditandatangani oleh petugas penerima laporan di SPK dan oleh orang yang menyampaikan Laporan kejadian tindak pidana.
- Laporan Polisi Model C harus ditandatangani oleh penyidik yang menemukan tindak pidana atau tersangka yang belum termasuk dalam Laporan Polisi yang sedang diproses dan disahkan oleh Perwira Pengawas Penyidik.
- Laporan Polisi Model A dan Model B dan Model C yang telah ditandatangani oleh pembuat Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), selanjutnya harus disahkan oleh Kepala SPK setempat agar dapat dijadikan dasar untuk proses penyidikan perkaranya.
Tentang Penerimaan Laporan Pidana, diatur dalam pasal 8 yakni :
- Setiap laporan dan/atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang secara lisan atau tertulis, karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang, wajib diterima oleh anggota Polri yang bertugas di SPK.
- Dalam hal tindak pidana yang dilaporkan/diadukan oleh seseorang tempat kejadiannya (locus delicti) berada di luar wilayah hukum kesatuan yang menerima laporan, petugas SPK wajib menerima laporan untuk kemudian diteruskan/dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang guna proses penyidikan selanjutnya.
Dalam Pasal 9 diatur perihal :
- SPK yang menerima laporan/pengaduan, wajib memberikan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) kepada pelapor/pengadu sebagai tanda bukti telah dibuatnya Laporan Polisi. (
- Pejabat yang berwenang menandatangani STTL adalah Kepala SPK atau petugas yang ditunjuk untuk mewakilinya.
- Tembusan STTL wajib dikirimkan kepada Atasan Langsung dari Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Bahwa dalam proses penerimaan Laporan Polisi, petugas reserse di SPK wajib meneliti identitas pelapor/pengadu dan meneliti kebenaran informasi yang disampaikan. Guna menegaskan keabsahan informasi sebagaimana dimaksud petugas meminta kepada pelapor/pengadu untuk mengisi formulir pernyataan bahwa:
- perkaranya belum pernah dilaporkan/diadukan di kantor kepolisian yang sama atau yang lain;
- perkaranya belum pernah diproses dan/atau dihentikan penyidikannya;
- bersedia dituntut sesuai ketentuan hukum pidana yang berlaku, bilamana pernyataan atau keterangan yang dituangkan di dalam Laporan Polisi ternyata dipalsukan, tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau merupakan tindakan fitnah.
Dalam hal pelapor dan/atau pengadu pernah melaporkan perkaranya ke tempat lain, atau perkaranya berkaitan dengan perkara lainnya, pelapor/pengadu diminta untuk menjelaskan nama kantor Kepolisian yang pernah menyidik perkaranya.
Penyaluran Laporan Polisi diatur dalam Pasal 11, sebagai berikut :
- Laporan Polisi yang dibuat di SPK wajib segera diserahkan dan harus sudah diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan Laporan Polisi paling lambat 1 (satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
- Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang selanjutnya wajib segera dicatat di dalam Register B 1.
- Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya harus sudah disalurkan kepada penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3 (tiga) hari sejak Laporan Polisi dibuat.
Pasal 12 ayat (1) mengatur bahwa dalam hal Laporan Polisi harus diproses oleh kesatuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), setelah dicatat dalam register B 1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Laporan Polisi harus segera dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang menangani perkara paling lambat 3 (tiga) hari setelah Laporan Polisi dibuat. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa tembusan surat pelimpahan Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pihak Pelapor.
Pasal 13, bahwa Pejabat yang berwenang menyalurkan Laporan Polisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) adalah pejabat reserse yang ditunjuk di setiap tingkatan daerah hukum sebagai berikut:
- Karo Analis pada tingkat Bareskrim Polri;
- Kabag Analis Reskrim pada tingkat Polda;
- Kasubbag Reskrim pada tingkat Polwil;
- Kaurbinops Satuan Reserse tingkat KKO;
- Kepala/Wakil Kepala Polsek
Tentang Klasifikasi Perkara diatur dalam Pasal 14 :
- Setiap Laporan/Pengaduan harus diproses secara profesional, proporsional, objektif, transparan, dan akuntabel melalui penyelidikan dan penyidikan.
- Setiap penyidikan untuk satu perkara pidana tidak dibenarkan hanya ditangani oleh satu orang penyidik, melainkan harus oleh Tim Penyidik dengan ketentuan sebagai berikut:
- setiap tim penyidik sekurangkurangnya terdiri dua orang penyidik;
- dalam hal jumlah penyidik tidak memadai dibandingkan dengan jumlah perkara yang ditangani oleh suatu kesatuan, satu orang penyidik dapat menangani lebih dari satu perkara, paling banyak tiga perkara dalam waktu yang sama.
Laporan Polisi untuk Perkara tindak pidana luar biasa (extra ordinary) seperti narkotika dan terorisme disalurkan kepada penyidik profesional dari satuan yang bersangkutan (satuan reserse narkoba dan satuan khusus anti teror). Dalam hal penanganan perkara luar biasa (extra ordinary) atau faktor kesulitan dalam penyidikan, dalam penanganan perkara dan pengungkapan jaringan pelaku tindak pidana luar biasa narkoba dan terorisme, ketentuan tentang pembatasan jumlah penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) dapat diabaikan. Dalam hal sangat diperlukan, pejabat penyalur Laporan Polisi dapat menugasi penyidik untuk melakukan penyidikan perkara yang membutuhkan prioritas, atas persetujuan dari atasan yang berwenang.
Selanjutnya dalam Pasal 16, diatur :
- Dalam perkara tertangkap tangan atau dalam keadaan tertentu atau dalam keadaan sangat mendesak yang membutuhkan penanganan yang sangat cepat, penyidik dapat melakukan tindakan penyidikan dengan seketika di Tempat Kejadian Perkara tanpa harus dibuat Laporan Polisi terlebih dahulu.
- Dalam hal penanganan perkara yang mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Laporan Polisi dan administrasi penyidikannya harus segera dilengkapi setelah penyidik selesai melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara.
- Tindakan penyidikan yang dapat dilakukan secara seketika atau langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
- melarang saksi mata yang diperlukan agar tidak meninggalkan TKP
- mengumpulkan keterangan dari para saksi di TKP;
- menutup dan menggeledah lokasi TKP;
- menggeledah orang di TKP yang sangat patut dicurigai;
- mengumpulkan, mengamankan dan menyita barang bukti di TKP;
- menangkap orang yang sangat patut dicurigai;
- melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan.
Bahwa tindakan langsung yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan dengan tetap memedomani prosedur penyidikan menurut KUHAP. Dalam hal penanganan suatu perkara tindak pidana yang menyangkut objek yang sama atau pelaku yang sama, namun dilaporkan oleh beberapa pelapor pada suatu kesatuan atau di beberapa kesatuan yang berbeda, dapat dilakukan penyatuan penanganan perkara pada satu kesatuan reserse. Penyatuan penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam hal sebagai berikut:
- suatu perkara yang lokasi kejadiannya mencakup beberapa wilayah kesatuan;
- perkaranya merupakan sengketa antara dua pihak atau lebih yang masing-masing saling melaporkan ke SPK pada kesatuan yang sama atau melaporkan ke SPK di lain kesatuan;
- perkaranya merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka yang sama dengan beberapa korban yang masing-masing membuat Laporan Polisi di SPK yang sama atau SPK di beberapa kesatuan yang berbeda; dan
- perkaranya merupakan tindak pidana berganda yang dilakukan oleh tersangka dengan banyak korban dan dilaporkan di SPK kesatuan yang berbeda-beda.
Penyatuan penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dilakukan untuk tujuan:
- mempercepat proses penyidikan;
- memudahkan pengendalian dan pengawasan penyidikan;
- memudahkan pengumpulan, pengamanan dan proses penggunaan barang bukti untuk kepentingan penyidikan; dan
- memudahkan komunikasi pihak-pihak yang terkait dalam proses penyidikan.
Terhadap perkara yang merupakan sengketa antara pihak yang saling melapor kepada kantor polisi yang berbeda, penanganan perkaranya dilaksanakan oleh kesatuan yang lebih tinggi atau kesatuan yang dinilai paling tepat dengan mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi. Pejabat yang berwenang untuk menentukan penyatuan tempat penyidikan adalah:
- Kepala Kesatuan Kewilayahan untuk perkara yang disidik oleh dua atau lebih kesatuan reserse yang berada di bawah wilayah hukum kesatuannya.
- Kepala Bareskrim Polri untuk perkara yang disidik oleh beberapa Polda.
Pejabat yang berwenang menyatukan penanganan perkara, menetapkan kesatuan reserse yang diperintahkan untuk melaksanakan penyidikan perkara pidana yang dimaksud, berdasarkan hasil gelar perkara yang diselenggarakan dengan menghadirkan para penyidik yang menangani Laporan Polisi yang akan disatukan penanganannya. Dalam menangani suatu perkara yang sangat kompleks, atau jenis pidananya atau lingkup kejadiannya mencakup antar fungsi atau antar wilayah kesatuan, dapat dibentuk Tim Penyidik Gabungan. Tim Penyidik Gabungan dimaksud dapat dibentuk dalam hal:
- perkara yang ditangani sangat kompleks membutuhkan tindakan koordinasi secara intensif antara penyidik, PPNS, instansi terkait dan/ atau unsur peradilan pidana;
- perkara terdiri dari berbagai jenis tindak pidana, berada di bawah kewenangan beberapa bidang reserse Polri atau kewenangan beberapa instansi;
- kejadian perkara yang ditangani mencakup beberapa wilayah kesatuan.
Tim Gabungan Penyidik diawasi oleh Perwira Pengawas Penyidik yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang serendah-rendahnya:
- Direktur Reserse/Kadensus di Bareskrim Polri yang ditunjuk oleh Kabareskrim Polri untuk perkara yang berlingkup nasional dan mencakup beberapa bidang reserse atau perkara yang mencakup wilayah antar Polda;
- Direktur Reserse/Kadensus di tingkat Polda yang ditunjuk oleh Kapolda untuk perkara yang berlingkup dalam wilayah suatu Polda; dan
- Kepala Satuan/Bagian Reserse di tingkat Polwil yang ditunjuk Kapolwil untuk perkara yang berlingkup dalam suatu Polwil.
Sebagai tindak lanjut dari laporan pidana yang diterima oleh kepolisian, dilakukan tindakan penyelidikan. Dalam ketentuan umum Undang-Undang Kepolisian dinyatakan bahwa Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Tentang penyelidikan ini Pasal 20 Perkapolri mengatur kegiatan penyelidikan dilakukan guna memastikan bahwa Laporan Polisi yang diterima dan ditangani penyelidik/penyidik merupakan tindak pidana yang perlu diteruskan dengan tindakan penyidikan. Terhadap perkara yang secara nyata telah cukup bukti pada saat Laporan Polisi dibuat, dapat dilakukan penyidikan secara langsung tanpa melalui penyelidikan. Kegiatan penyelidikan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan penyidikan. Penyelidikan, meliputi segala upaya untuk melengkapi informasi, keterangan, dan barang bukti berkaitan dengan perkara yang dilaporkan, dapat dikumpulkan tanpa menggunakan tindakan atau upaya paksa.
Pasal 21 Perkapolri, mengatur kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam rangka penyelidikan antara lain:
- pengamatan (observasi);
- wawancara;
- pembuntutan;
- penyamaran;
- mengundang/memanggil seseorang secara lisan atau tertulis tanpa paksaan atau ancaman paksaan guna menghimpun keterangan;
- memotret dan/atau merekam gambar dengan video;
- merekam pembicaraan terbuka dengan atau tanpa seizin yang berbicara; dan
- tindakan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kegiatan penyelidikan dimaksud dapat dilaksanakan dengan menggunakan bantuan peralatan teknis kepolisian meliputi laboratorium forensik, identifikasi forensik, dan kedokteran forensik.
Menurut Undang-Undang Kepolisian, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden, dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden. Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis kepolisian. Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas :
- penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
- penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan apabila fungsi kepolisian merupakan bagian integral daripada birokrasi pemerintahan. Setiap warga negara tidak akan pernah bisa menghindar dari hubungan dengan birokrasi pemerintah. Pada saat yang sama, birokrasi pemerintah adalah satu-satunya organisasi yang memiliki legitimasi untuk memaksakan berbagai peraturan dan kebijakan menyangkut masyarakat dan setiap warga negara. Itulah sebabnya pelayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah menuntut tanggungjawab moral yang tinggi. Untuk itu, polisi juga dituntut untuk berperilaku perbaikan. Perbaikan di sini bermakna sebelum dan sesudah suatu peristiwa terjadi disebut perilaku preventif yaitu perilaku membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menaggulangi segala bentuk pelanggaran hukum serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.241
Dalam konteks demokratik, kepolisian setidaknya harus memenuhi unsur-unsur :
- Tunduk pada aturan hukum dengan mewujudkan nilai-nilai yang menghormati HAM, bukan hanya memenuhi keinginan pemimpin atau penguasa.
- Turut campur tangan dalam kehidupan masyarakat hanya dalam keadaan terbatas dan dengan terkontrol, serta
- Bertanggung jawab secara terbuka.242
Sebagai sebuah proses, maka setiap tindakan kepolisian harus sesuai dengan norma. Agar kepolisian dapat menjadi kepolisian yang demokratik, maka tindakan polisi perlu mengacu pada empat norma, yakni :
- memberi prioritas pada pelayanan,
- dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum,
______________
241Rycko Amelza Dahniel dan Surya Dharma, Op Cit, h.7
242Muhammad Tito Karnavian dan Hermawan Sulistyo, Op Cit, h.41-42
- melindungi HAM, terutama untuk jenis kegiatan politik, dan
- transparan.243
Pengertian laporan menurut Pasal 1 butir 24 KUHAP adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Laporan pidana adalah suatu peristiwa yang telah dilaporkan kepada pejabat yang berwenang tentang suatu tindak pidana, untuk dapat segera ditindaklanjuti oleh pejabat yang bersangkutan (proses penyelidikan / penyidikan).244
Dalam hal terjadi suatu tindak pidana, maka KUHAP telah menentukan pihak-pihak yang berhak melapor, sebagaimana menurut Pasal 108 KUHAP, sebagai berikut :
- Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
______________
243Ibid, h.43
244Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Op Cit, h.73
- Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
- Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
- Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Dalam hal terjadi suatu tindak pidana, maka setiap orang berhak melapor sebagaimana menurut Pasal 108 KUHAP, maka untuk melaporkan adanya tindak pidana dimaksud menurut Pasal 108 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP, yaitu laporan baik lisan maupun tertulis harus dilaporkan atau disampaikan kepada polisi selaku penyelidik/penyidik tunggal untuk tindak pidana umum.245
Mengenai bentuk laporan, Pasal 103 KUHAP mengatur sebagai berikut:
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik.
Untuk menindaklanjuti setiap laporan polisi tentang suatu tindak pidana, maka prosesnya dapat dilakukan sebagai berikut :
- Pasal 102 ayat (1) KUHAP, Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.
- Pasal 102 ayat (3) KUHAP, Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.
- Pasal 111 ayat (3) KUHAP, Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat
______________
245Ibid.
kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.
- Pasal 111 ayat (4) KUHAP, Pelanggar Iarangan tersebut dapat dipaksa tinggal di tempat itu sampai pemeriksaan dimaksud di atas selesai.
Berkaitan dengan tinjauan filosofis, dalam hal ini filsafat manusia, dan lebih fokus adalah mengenai filsafat tingkah laku (etika), bagi pelaksanaan tugas kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, terdapat Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam Pembukaan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diuraikan bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan ketrampilan teknis kepolisian yang tinggi, juga sangat ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah masyarakat.
Guna mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.
Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jatidiri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan, selanjutnya disusun ke dalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota kepolisian terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota kepolisian terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya.
Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota kepolisian dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara moral sikap dan perilaku setiap anggota Polri. Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sidang Komisi Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia guna pemuliaan Profesi Kepolisian. Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat berlaku juga pada semua organisasi yang menjalankan fungsi kepolisian di Indonesia.
Dalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Bab I Tentang Etika Pengabdian, Pasal 1, dinyatakan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menunjukkan sikap pengabdian berperilaku :
- Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Menjalankan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karena kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya.
- Menghormati acara keagamaan dan bentuk-bentuk ibadah yang diselenggarakan masyarakat dengan menjaga keamanan dan kekhidmatan pelaksanaannya.
Pasal 2 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dinyatakan bahwa anggota kepolisian berbakti kepada nusa dan bangsa sebagai wujud pengabdian tertinggi dengan :
- Mendahulukan kehormatan bangsa Indonesia dalam kehidupan,
- Menjunjung tinggi lambang kehormatan bangsa Indonesia,
- Menampilkan jati diri bangsa yang terpuji dalam semua keadaan dan seluruh waktu.
- Rela berkorban jiwa dan raga untuk bangsa Indonesia.
Pada Pasal 3 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum selalu menunjukkan sikap perilaku terpuji dengan :
- Meletakkan kepentingan negara, bangsa, masyarakat dan kemanusiaan di atas kepentingan pribadinya.
- Tidak menuntut perlakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan terhadap semua warganegara dan masyarakat.
- Menjaga keselamatan fasilitas umum dan hak milik perorangan serta menjauhkan sekuat tenaga kerusakan dan penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas.
Dalam Pasal 4 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa anggota Kepolisian dalam melaksanakan tugas penegakan hukum wajib memelihara perilaku terpercaya dengan :
- Menyatakan yang benar adalah benar yang salah adalah salah,
- Tidak memihak.
- Tidak melakukan pertemuan di luar ruang pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan perkara,
- Tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksi,
- Tidak mempublikasikan tatacara, taktik dan teknik penyidikan,
- Tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait dengan perkara,
- Menunjukkan penghargaan terhadap semua benda-benda yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara,
- Menunjukkan penghargaan dan kerjasama dengan sesama pejabat negara dalam sistem peradilan pidana,
- Dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya.
Selanjutnya pada Pasal 5 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa anggota Kepolisian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat senantiasa :
- Memberikan pelayanan terbaik,
- Menyelamatkan jiwa seseorang pada kesempatan pertama,
- Mengutamakan kemudahan dan tidak mempersulit,
- Bersikap hormat kepada siapapun dan tidak menunjukkan sikap congkak/arogan karena kekuasaan,
- Tidak membeda-bedakan cara pelayanan kepada semua orang,
- Tidak mengenal waktu istirahat selama 24 jam, atau tidak mengenal hari libur,
- Tidak membebani biaya kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan,
- Tidak boleh menolak permintaan pertolongan bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya atau karena kekurangan alat dan orang,
- Tidak mengeluarkan kata-kata atau melakukan gerakan-gerakan anggota tubuhnya yang mengisyaratkan meminta imbalan atas bantuan Polisi yang telah diberikan kepada masyarakat.
Dalam Pasal 6 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan :
- Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menggunakan kewenangannya senantiasa berdasarkan pada norma hukum dan mengindahkan norma, kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan,
- Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa memegang teguh rahasia sesuatu, yang menurut sifatnya atau menurut perintah kedinasan perlu dirahasiakan.
Dalam Pasal 7 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa anggota kepolisian senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasi, dengan tidak melakukan tindakantindakan berupa :
- Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan,
- Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas,
- Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat,
- Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/pertolongan,
- Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat,
- Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan,
- Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anakanak di bawah umur,
- Merendahkan harkat dan martabat manusia.
Selanjutnya dalam Bab II Tentang Etika Kelembagaan, pada Pasal 8, diatur : Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjunjung tinggi institusinya dengan menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi.
Pada Pasal 9 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa :
- Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memegang teguh garis komando, mematuhi jenjang kewenangan dan bertindak disiplin berdasarkan aturan dan tata cara yang berlaku,
- Setiap atasan tidak dibenarkan memberikan perintah bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib bertanggungjawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota bawahannya.
- Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan untuk itu anggota tersebut mendapat perlindungan hukum.
- Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan perintah kedinasan tidak dibenarkan melampaui batas kewenangannya dan wajib menyampaikan pertanggungjawaban tugasnya kepada atasan langsungnya,
- Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak boleh terpengaruh oleh istri, anak dan orangorang lain yang masih terkait hubungan keluarga atau pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan kedinasan.
Pada Pasal 10 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa :
- Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, keadilan, ketulusan dan kewibawaan serta melaksanakan keputusan pimpinan yang dibangun melalui tata cara yang berlaku guna tercapainya tujuan organisasi.
- Dalam proses pengambilan keputusan boleh berbeda pendapat sebelum diputuskan pimpinan dan setelah diputuskan semua anggota harus tunduk pada keputusan tersebut.
- Keputusan pimpinan diambil setelah mendengar pendapat dari unsur-unsur yang terkait, bawahan dan teman sejawat sederajat, kecuali dalam situasi yang mendesak.
Pada Pasal 11 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menjaga kehormatan melalui penampilan seragam dan atau atribut, tanda pangkat jabatan dan tanda kewenangan Polri sebagai lambang kewibawaan hukum, yang mencerminkan tanggungjawab serta kewajibannya kepada institusi dan masyarakat.
Pasal 12 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menampilkan rasa setiakawan dengan sesama anggota sebagai ikatan batin yang tulus atas dasar kesadaran
bersama akan tanggung jawabnya sebagai salah satu pilar keutuhan bangsa Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehormatan sebagai berikut :
- Menyadari sepenuhnya sebagai perbuatan tercela apabila meninggalkan kawan yang terluka atau meninggal dunia dalam tugas sedangkan keadaan memungkinkan untuk memberi pertolongan,
- Merupakan keteladanan bagi seorang atasan untuk membantu kesulitan bawahannya,
- Merupakan kewajiban moral bagi seorang bawahannya menunjukkan rasa hormat dengan tulus kepada atasannya,
- Menyadari sepenuhnya bahwa seorang atasan akan lebih terhormat apabila menunjukkan sikap menghargai yang sepadan kepada bawahannya,
- Merupakan sikap terhormat bagi anggota Polri baik yang masih dalam dinas aktif maupun purnawirawan untuk menghadiri pemakaman jenazah anggota Polri lainnya yang meninggal karena gugur dalam tugas ataupun meninggal karena sebab apapun, dimana kehadiran dalam pemakaman tersebut dengan menggunakan atribut kehormatan dan tataran penghormatan yang setinggitingginya.
- Selalu terpanggil untuk memberikan bantuan kepada anggota Polri dan purnawirawan Polri yang menghadapi suatu kesulitan di mana dia berada saat itu, serta bantuan dan perhatian yang sama sedapat mungkin juga diberikan kepada keluarga anggota Polri yang mengalami kesulitan serupa dengan memperhatikan batas kemampuan yang dimilikinya,
- Merupakan sikap terhormat apabila mampu menahan diri untuk tidak menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi, kejelekan teman atau keadaan di dalam lingkungan Polri kepada anggota lain yang bukan anggota Polri.
Dalam Bab III Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Etika Kenegaraan, pada Pasal 13, dinyatakan bahwa setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia selalu siap sedia menjaga keutuhan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memelihara persatuan dalam kebhinekaan bangsa dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Pada Pasal 14 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga jarak yang sama dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis, serta tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik golongan tertentu.
Pada Pasal 15 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa berpegang teguh pada konstitusi dalam menyikapi perkembangan situasi yang membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Pada Pasal 16 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga keamanan Presiden Republik Indonesia dan menghormati serta menjalankan segala kebijakannya sesuai dengan jiwa konstitusi maupun hukum yang berlaku demi keselamatan negara dan keutuhan bangsa.
Dalam Bab IV Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Penegakan Kode Etik Profesi, pada Pasal 17 dinyatakan bahwa setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dikenakan sanksi moral, berupa :
- Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela,
- Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara terbatas ataupun terbuka,
- Kewajiban pelanggaran untuk mengikuti pembinaan ulang profesi,
- Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi Kepolisian.
Pada Pasal 18 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada Pasal 19 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan 18, diatur lebih lanjut dengan Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada Pasal 20 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Bab IV Penutup, dalam Pasal 20, dinyatakan bahwa merupakan kehormatan yang tertinggi bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghayati, mentaati dan mengamalkan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya maupun dalam kehidupan sehari-hari demi pengabdian kepada masyarakat bangsa dan negara.
Dalam penjelasan pasal 17 tentang Penegakan Kode Etik Profesi, diutarakan bahwa setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi dikenakan sanksi moral yang disampaikan dalam bentuk putusan sidang komisi secara tertulis kepada terperiksa, dimana sanksi moral tersebut bisa berupa pernyataan putusan yang menyatakan tidak terbukti atau pernyataan putusan yang menyatakan terperiksa terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.
Bentuk sanksi moral sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan bentukbentuk sanksi moral yang penerapannya tidak secara kumulatif, namun sanksi moral tersebut terumus dari kadar sanksi yang teringan sampai dengan kadar sanksi terberat sesuai pelanggaran perilaku terperiksa yang dapat dibuktikan dalam sidang komisi.
Pernyataan penyesalan secara terbatas, yang dimaksud adalah pernyataan meminta maaf secara langsung baik lisan maupun tertulis oleh terperiksa kepada pihak ketiga yang dirugikan atas perilaku terperiksa.
Pernyataan penyesalan secara terbuka, yang dimaksudkan adalah pernyataan meminta maaf secara tidak langsung oleh terperiksa kepada pihak ketiga yang dirugikan melalui media massa.
Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi, yang dimaksud adalah anggota Polri yang telah terbukti melanggar ketentuan Kode Etik Polri sebanyak 2 (dua) kali atau lebih melalui putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri, kepadanya diwajibkan untuk mengikuti penataran/pelatihan ulang pembinaan profesi di Lembaga Pendidikan Polri.
Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian, yang dimaksudkan adalah pelanggar dianggap tidak pantas mengemban profesi kepolisian sebagaimana diatur dalam rumusan tudas dan wewenang kepolisian pada Pasal 14, 15, dan 16 Undang-Undang Nompr 2 tahun 2002, sehingga Ketua Sidang Komisi dapat menyarankan kepada Kasatker setempat agar pelanggar diberikan sanksi administrasi berupa Tour of duty, Tour of area, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Permasalahan Penanganan Laporan Tindak Pidana
Berdasarkan contoh penanganan laporan tindak pidana yang penanganannya tergolong lamban sebagaimana Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor : STTLP/B/960/XII/2017/JATIM/ RESTABES.SBY tanggal 14 Desember 2017246 dan penanganan laporan tindak pidana yang penanganannya tergolong sangat cepat (dipaksakan) sebagaimana Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor : LP/1265/VIII/2014/SPKY/JATIM/RESTABES.SBY tanggal 12 Agustus 2015247 adalah merupakan tindakan penanganan laporan tindak pidana yang benar-benar tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-benar tidak proporsional dengan ketentuan hukum serta merupakan penganiayaan yang bertentangan dengan hukum.
Penanganan laporan tindak pidana tersebut melenceng dari konteks negara hukum Indoneisa. Penanganan laporan tindak pidana di kepolisian harus selalu mengacu dan tidak dapat dilepaskan dari teori Negara
______________
246Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor : STTLP/B/960/XXI/2017/JATIM/RESTABES SBY tanggal 14 Desember 2017
247Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian Kota Besar Surabaya Nomor : LP/1265/VIII/2014/SPKY/JATIM/RESTABES.SBY tanggal 12 Agustus 2015
hukum yaitu konteks negara hukum Indonesia. Negara Indonesia sebagai negara hukum rechtsstaat bukan negara kekuasaan, hukum sebagai panglima bukan kekuasaan.
Menurut Hans Kelsen yang meninjau negara sebagai penjelmaan dari tata hukum nasional, negara dapat dilihat dari hukum-hukum yang dihasilkannya. Dalam konstruksi yuridis tersebut, hukum yang dikeluarkan oleh negara adalah berdaulat. Hukum dijunjung tinggi oleh masyarakat negara dan menjunjung tinggi hukum yang dikeluarkan oleh negara merupakan ciri dari negara hukum (rechtsstaat).248
Negara hukum menurut F.R.Bothlingk sebagaimana dikutip Ridwan HR adalah “De staat, waarin de wilsvrijheid van gezagsdrager is beperkt door grenzen van recht” (negara, di mana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam rangka merealisasi pembatasan pemegang kekuasaan tersebut, maka diwujudkan dengan cara “Enerzijds in een binding van rechter en administratie aan de wet, anderijds in een begrenzing van de bevoegdheden van de wetgever” (di satu sisi keterikatan hakim dan pemerintah terhadap undang-undang, dan di sisi
______________
248Beni Ahmad Saebani, Perbandingan Hukum tata Negara, Penerbit Pustaka Setia, Bandung, 2016, h.3.
lain pembatasan kewenangan oleh pembuat undangundang).249
Penanganan laporan tindak pidana tersebut berdasarkan teori kewenangan dapat diartikan bahwa kepolisian menyalahgunakan wewenang dalam hal ini wewenang kepolisian harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Wewenang sebagai konsep hukum publik sekurangkurangnya terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum. Komponen pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum. Komponen ini dimaksudkan agar pejabat negara tidak menggunakan wewenangnya diluar tujuan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Komponen dasar hukum, bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya. Komponen ini bertujuan bahwa setiap pemerintahan atau pejabat negara harus selalu mempunyai dasar hukum dalam hal bertindak. Komponen konformitas mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Komponen ini menghendaki agar setiap tindak pemerintahan atau pejabat negara mempunyai tolok ukur atau standar yang bersifat
______________
249Ridwan HR, Op Cit, h.21.
umum untuk semua jenis yang bertumpuk pada legalitas tindakan.250
Penanganan laporan tindak pidana tersebut berdasarkan teori keadilan adalah tidaklah menjunjung tinggi keadilan. Keadilan menurut Thomas Aquinas, dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu keadilan umum justitia generalis dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum. Selanjutnya, keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus ini dibedakan menjadi : (1) keadilan distributif (justitia distributiva), (2) keadilan komutatif (justitia commutativa) dan (3) keadilan vindikatif (justitia vindicativa).251
Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum. Sebagai contoh, negara hanya akan mengangkat seseorang menjadi hakim apabila orang itu memiliki kecakapan untuk menjadi hakim. Keadilan kumutatif adalah keadilan dengan mrmpersamakan antara prestasi dan kontraprestasi. Keadilan vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana, Seorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan
______________
250Ibid.,
251Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Op Cit, h.156
besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.252
Teori keadilan dikembangkan oleh Plato, Hans Kelsen, H.L.A Hart, Jhon Stuart Mill dan Jhon Rawls.253 Plato mengemukakan tentang esensi keadilan yang dikaitkan dengan kemanfaatan. Ia mengemukanan bahwa : “Keadilan mempunyai hubungan yang baik dan adil ditentukan oleh pernyataan bahwa yang belakangan menjadi bermanfaat dan berguna hanya apabila sebelumnya dimanfaatkan, yang menyatakan bahwa gagasan tentang keadilan menghasilkan satu-satunya nilai dari gagasan tentang kebaikan”.254
Menurut Hans Kelsen, hubungan keadilan dan legalitas bahwa keadilan menurut pengertian ini adalah legalitas, yaitu suatu peraturan umum adalah adil jika benar-benar diterapkan kepada semua kasus yang menurut isinya, peraturan ini harus diterapkan.255
John Rawls mengkonsepsikan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas bahwa orang-orang merdeka dan rasional berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingan dan kehendaknya untuk memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental
______________
252Ibid.
253Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op Cit, h.29
254Ibid.
255Monang Siahaan, Op.cit, h. 52
bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang dikehendakinya.256
Di muka telah di singgung bahwa keberadaan sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum, juga dalam hukum administrasi. Pada umumnya tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kewajiban atau laranganlarangan bagi para warga di dalam peraturan perundangundangan tata usaha negara, manakala aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha negara (dalam hal dimaksud diperlukan).257
Untuk mengawasi tindakan upaya paksa kepolisian sebagai tindak lanjut dari penanganan laporan tindak pidana, yakni agar supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum serta tidak merupakan penganiayaan yang bertentangan dengan hukum, diadakan suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dikenakan kepada tersangka yakni lembaga praperadilan.258 Wewenang yang diberikan undang-undang kepada praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 77 KUHAP
______________
256Ibid.
257Philipus M.Hadjon et al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajahmada University Press, Yogyakarta, 2002, h.245.
258M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Jilid II, Pustaka Kartini, Jakarta, 1993, h.518.
______________
adalah untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
- sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
- ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Dengan Putusan Mahkamah Kontitusi (MK) Nomor. 21/PUU-XII/2014, obyek praperadilan diperluas. Amar putusan MK antara lain berbunyi : “Pasal 77 huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.
Timbul permasalahan, yakni terhadap tindakan penanganan laporan tindak pidana di kepolisian yang tidak ditampung pengaturannya oleh KUHAP dan Putusan MK, yakni yang berkaitan dengan perspektif AUPB , misalnya penanganan laporan tindak pidana yang tidak sesuai dengan standar pelayanan publik atau tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) menyangkut jangka waktu penanganan ataupun menyangkut transparansi yang belum terwadahi dalam norma hukum positip. Hal ini, berkaitan dengan perspektif AUPB, dimana pada pasal 53 ayat (2) butir b UUPTUN menampung adanya alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan melalui PTUN, yakni apabila KTUN yang digugat itu bertentangan dengan AUPB.
Penanganan laporan tindak pidana di kepolisian diatur dalam Pasal 4 Jo Pasal 5 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia yang karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. Dengan kata lain, penanganan laporan tindak pidana di kepolisian merupakan KTUN yang dikeluarkan berdasarkan KUHAP. Berdasar Pasal 2 butir d UUPTUN dinyatakan bahwa KTUN yang berdasarkan ketentuan KUHAP tidak termasuk dalam pengertian KTUN menurut UUPTUN.
Sedangkan Pasal 2 Undang-Undang Kepolisian menyebutkan bahwa fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara, sehingga pelaksanaan tugas dan wewenang Polri dimaksud adalah dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan, dan pejabat kepolisian adalah merupakan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara. Apabila Polri dalam menyelenggarakan tugas menerbitkan surat keputusan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individu dan final, menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, maka bagi yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara, dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Peradilan Tata Usaha Negara, guna keputusan yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa tuntutan ganti kerugian atau rehabilitasi. Dengan demikian ditemukan adanya konflik norma, yakni konflik norma antara Pasal 2 huruf d Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara (UUPTUN) dengan Pasal 53 ayat (2) butir b UUPTUN. Hal tersebut dikarenakan Berdasar Pasal 2 butir d UUPTUN dinyatakan bahwa KTUN yang berdasarkan ketentuan KUHAP tidak termasuk dalam pengertian KTUN menurut UUPTUN. Oleh karenanya penanganan laporan pidana di kepolisian tidak bisa digugat melalui PTUN. Sedangkan menurut Pasal 53 ayat (1) UUPTUN dinyatakan orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar KTUN yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi. Pasal 53 ayat (2) butir b UUPTUN menyatakan alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah KTUN yang digugat itu bertentangan dengan AUPB. Sehingga timbul ketidak harmonisan, dikarenakan adanya pengaturan suatu ketentuan di dalam perundang-undangan seharusnya terdapat kesesuaian, keserasian dan keselarasan antara ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lain, antara perundang-undangan yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang lain dengan memperhatikan asas-asas hukum. (Sumber rasindonews.wordpress.com)
Editor: Dedy TA (Dedy Tisna Amijaya, S.T.)