
“perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak (perceraian) (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)
Rasindo Group. Com – Manusia pada fitrahnya memiliki rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya baik itu laki-laki maupun perempuan. Untuk itu tiap agama menjadikan suatu perkawinan sebagai cara yang terhormat untuk menyalurkan kasih sayang terhadap keduanya, oleh karena itu perkawinan merupakan suatu peristiwa yang diharapkan tiap orang yang memiliki kesucian fitrah tersebut.
Di dalam pemikiran semua keluarga pastinya ingin memiliki hubungan keluarga seumur hidupnya adapun tujuan dari perkawinan yang disyariat’kan oleh agama islam yaitu supaya ummat hidup dalam suatu masyarakat yang teratur menuju kemakmuran dan keamanan lahir batin rohaniyah dan jasmaniah, agar kehidupan rumah tangga teratur dan tertib menuju keturunan anak-anak yang saleh yang akan berjasa kepada ibu bapak serta Negara dan yang terakhir agar terjalin hubungan yang mesra antara suami dan istri dan seterusnya hubungan antara keluarga sehingga terbentuk ukhuwah yang mendalam yang diridhoi Allah (Abbas,264 1979) serta hidup dalam kebahagiaan.
Perceraian merupakan bagian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanpa adanya perkawinan terlebih dahulu. Perkawinan adalah salah satu ikatan antara laki-laki dengan perempuan atas dasar suka sama suka sehingga menjadi ciri khas yang mengikat satu sama lainnya, selain itu perkawinan merupakan sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia tetapi juga membahas tentang keperdataan, perkawinan juga memuat unsur sakralitas yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Maka dari itu untuk melakukan sebuah perkawinan harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan bahwa perkawinan harus di catat dan dilakukan di hadapan pegawai pencatat nikah.
Agar mendapatkan kepastian hukum terkait statusnya, bahwa sesungguhnya seseorang yang akan melaksanakan sebuah perkawinan diharuskan memberitahu kepada pegawai pencatat nikah untuk mendapatkan kepastian hukum. Bahwa sesungguhnya seseorang yang akan melakukan sebuah perkawinan harus memberitahu informasi kepada pegawai pencatat nikah untuk memberikan kejelasan prihal status yang dimiliki tiap-tiap mempelai agar dapat memiliki kepastian hukum, untuk masyarakat yang ingin melakukan perkawinan diharapkan untuk memberikan kejelasan dengan cara lisan oleh kedua mempelai.
Dengan perkawinan manusia dapat membuat suatu keturunan yang merupakan salah satu makhluk sosial dimana manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya orang lain, dengan terbentuknya rumah tangga yang di bangun dengan kelembutan hati seorang ibu dan rengkulan kasih sayang ayah, sehingga dapat menghasilkan keturunan yang baik perkawinan harus dapat dipertahankan dengan baik oleh kedua belah pihak agar dapat mencapai tujuan dari perkawinan tersebut, dengan demikian para calon suami istri harus memiliki kesiapan dari kedua belah pihak baik secara mental maupun material.
Perkawinan sangat penting bagi manusia perkawinan ini di atur dalam agama dan Negara, suatu perkawinan dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat dan ketentuan dari syarat perkawinan serta tidak melanggar larangan perkawinan. Ketika perkawinan dirasa tidak memenuhi syarat dan ketentuan perkawinan serta melanggar larangan perkawinan maka perkawinan tersebut dinyatakan tidak sah atau rusak.
Masalah perkawinan merupakan salah satu dari rusaknya perkawinan, jika salah satu syarat-syarat perkawinan tidak terpenuhi maka perkawinan dinyatakan tidak sah atau rusak sebagaimana yang telah diatur dalam undangundang no 1 tahun 1974 atas perubahan Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang perkawinan yang berbunyi Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa sedangkan perceraian merupakan akhir dari kehidupan bersama suami istri tersebut. Setiap manusia berharap agar perkawinan yang telah di jalin itu tetap utuh sepanjang masa hidupannya.
Secara ideal suatu perkawinan diharapkan dapat bertahan seutuhnya, akan tetapi tidak selamanya pasangan suami istri dapat menjalani kehidupan sakinah mawwadah warrahmah, ma’ruf perkawinan dimaksudkan untuk selama-lamanya. Jika dalam keluarga memiliki suatu permasalahan yang berakibatkan suatu perceraian maka dari itu islam memperbolehkan terjadinya suatu perceraian seperti yang ditegaskan dalam Hadist Nabi, perbuatan yang halal yang dibenci Allah adalah perceraian dalam hadis ini menyatakan bahwa jika memiliki permasalahan yang amat besar hingga tidak bisa menjalankan kehidupan seperti biasanya atau dalam keadaan harmonis maka perceraian bisa menjadi jalan keluarnya akan tetapi perceraian bukan menjadi pedoman dalam berkeluarga hadist ini merupakan peringatan kepada umat manusia agar tidak mudah menjatuhkan talak. Dengan demikian perceraian bagi Islam itu ibaratkan pintu darurat, hanya dapat digunakan apabila mengalami keadaan yang membahayakan dan agar suatu perceraian itu tidak menimbulkan kesewenang-wenangan dan Al-Qur’an dan hadist telah memberikan pedoman dalam sutu perceraian.
Perceraian itu dapat dilaksanakan apabila cara untuk mendamaikan kedua suami istri tersebut dirasa sudah tidak menemukan hasil yang baik untuk rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan keluar kecuali perceraian. Perceraian dapat disimpulkan bahwa merupakan jalan keluar bagi suami istri dalam menyelesaikan permasalahan di dalam keluarganya. Hal ini sesuai dengan yang digariskan agama Islam bahwa perceraian itu dibenarkan dan dapat dilakukan apabila hal itu dirasa lebih baik dari pada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi tidak ada rasa harmoni di dalam keluarganya dan selalu dalam penderitaan.
“perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak (perceraian) (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)
Maksud dari hadist diatas adalah untuk menerangkan bahwa cerai itu memang diperbolehkan akan tetapi tuhan kurang senang dengan keputusan tersebut. Oleh karena itu jangan dibiasakan memakainya, tetapi pakailah saat diperlukan kalau bisa jangan dipakai sama sekali, tetapi kawinlah bergaulah dengan baik, berketurunanlah dengan baik, dan bentuklah rumah tangga yang makmur sampai-sampai keakhir umur.
Perceraian itu sendiri dapat dilakukan oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak untuk mengakomodasi realitas-realitas perkawinan yang gagal. Meskipun begitu, perceraian merupakan suatu hal yang tidak disukai dalam agama Islam meskipun kejelasannya sangat jelas dan hanya boleh dilakukan ketika tidak ada jalan lain yang ditempuh oleh kedua belah pihak. (Kharlie, 2013). Dalam agama islam terdapat hukum yang mengatur serta memberi jalan kepada istri yang mengkehendaki perceraian dengan mengajukan khuluk, sebagaimana hukum islam memberikan jalan kepada suami untuk menceraikan istrinya dengan cara talak.
Di Indonesia perkawinan dapat putus karena ; kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Terkait dengan perceraian, ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha untuk mendamaikan hubungan suami istri tersebut dengan melakukan mediasi namun jika tidak dapat membuahkan hasil untuk mendamaikan kedua belah pihak maka perceraian bisa dilakukan, selanjutnya syarat untuk melakukan suatu perceraian harus adanya alasan serta bukti-bukti terpercaya yang cukup kuat untuk menyakinkan bahwa kedua suami istri tersebut tidak bisa hidup rukun sebagai suami istri. Namun isi dalam Pasal 38 dan 39 dalam Undang-Undang perkawinan yang membahas tentang putusnya perkawinan serta akibatnya, namun pada undang-undang tersebut masyarakat tidak mengindahkan peraturan sehingga kejadian dilapangan seseorang telah melakukan suatu perceraian tidak hanya berdasarkan putusan pengadilan. Perceraian tersebut dapat dilakukan hanya sebatas ungkapan seorang suami kepada istrinya yang ingin meminta cerai karena adanya faktor-faktor yang mengakibatkan hubungan keluarga tersebut tidak bisa rukun kembali.
Faktor-faktor tersebut salah satunya karena masalah ekonomi saat berkeluarga tentunya kebutuhan dapat menjadi berkali-kali lipatnya, kebutuhan yang begitu banyak tentunya membutuhkan kondisi ekonomi yang lancar namun seringkali terjadi masalah ekonomi yang kekurangan tentunya akan memicu pertengkaran jika tidak adanya rasa lapang dada dan bersyukur dalam diri suami dan istri serta anak-anakny disini peran ayag dalam kepala keluarga sangat penting untuk menyeimbangkan keharmonisan rumah tangga, permasalahan selanjutnya timbul karena kurangnya komunikasi dan rasa perhatian, kurangnya komunikasi serta kurangnya rasa perhatian menjadi faktor selanjutnya. Komunikasi yang baik tentu saja akan menghasilkan hubungan yang baik pula serta meminimalisir terjadinya kesalahpahaman namun jika komunikasi yang terjadi dalam keluarga kurang bahkan buruk, tentu saja akan menyebabkan permasalahan yang mana akan memicu pertengkaran di kemudian harinya maka dari itu diperlukan rasa perhatian kepada keluarga agar mereka lebih betah dan senang tinggal dirumah. Namun apa jadinya jika tidak ada rasaperhatian pada setiap anggota keluarga didalamnya, maka tentu tidak ada rasa saling mengerti satu sama lainnya. Baik itu dari suami dan istri maupun orang tua terhadap anak selain itu kurangnya perhatian keluarga juga menjadi salah satu faktor penyebab kenalakan anak yang sering terjadi dan patut diperhatikan orang tua. Rumah tangga yang tidak memiliki perhatian didalamnya akan membuat sistem kekeluargaan menjadi kurang harmonis.
Faktor selanjutnya timbul karena perbedaan prisnip dan munculnya rasa bosan dari salah satu pihak, setiaporang tentunya memiliki prinsip masingmasing baik itu antara suami maupun istri tentu saja prinsip suami maupun istri ini memiliki prinsip yang berbeda dan terkadang menyebabkan hubungan didalam keluarga menjadi kurang harmonis, dari perbedaan prinsip antara suami dan istri hingga menjadi sebuah pertengkaran akan menimbulkan rasa bosan di dalam keluarga sehingga sering terjadi pertengkaranyang berujung pada perceraian dan masih banyak faktor-faktor lainnya yang mengakibatkan suatu perceraian jadi kita harus lebih pandai membawa diri agar keluarga tersebut tidak sampai ke ranah perceraian.(dosenpsikologi.com) Di dalam agama islam itu sendiri memperbolehkan suatu terjadinya perceraian tetapi bukan untuk menganjurkannya seandainya islam tidak memperbolehkan mereka untuk bercerai pada saat yang mendesak maka hal yang membahayakan bagi pasangan suami istri tersebut akan menimpanya bahkan anak-anak bisa menjadi korban bahkan akan mempersulit kehidupan anak tersebut dikemudian hari. Adanya masyarakat yang ingin melakukan sebuah perceraian tetapi tidak melaporkan serta mengikuti prosedur dari pengadilan agama perceraian tersebut dilakukan dengan ungkapan talak yang telah dikeluarkan dari ucapan seorang suami kepada istri yang menginginkan untuk bercerai dianggap sudah jatuh talak, sehingga menurut suami talak yang diberikan kepada seorang istri dianggap sudah bercerai tanpa harus mendaftarkan ke Pengadilan Agama.
Sebagai peradilan khusus Pengadilan Agama mempunyai tugas dan wewenang tertentu pada pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Salah satu kewenangan absolute Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan persoalan perkawinan. Dalam hal perceraian itu sendiri perundang-undangan di Indonesia menganut asas mempersulit adanya perceraian, sehingga berdasarkan asas tersebut maka perceraian tidak bisa dilakukan dengan begitu saja terjadi atau dikabulkan dalam persidangan di Pengadilan Agama tanpa adanya alasan yang jelas, karena harus memenuhi di antara alasan-alasan sebagaimana diatur menurut hukum. Bahkan dalam melakukan proses pengajuan gugatan cerai, Majelis Hakim Pengadilan Agama yang menyidangkan mempunyai pedoman khusus atau tersendiri dalam melaksanakan aturan (hukum acara) terhadap perkara perceraian dengan alasan yang lemah. Walaupun perceraian sifatnya pribadi baik itu atas kehendak sendiri maupun kehendak bersama maka seharusnya tidak perlu adanya campur tangan dari Negara, namun untuk mengindari banyaknya kasus perceraian di bawah tangan serta memberikan kepastian hukum, maka seharusnya perceraian dilakukan melalui lembaga pengadilan.
Perceraian menurut hukum agama Islam yang diatur dalam Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam dimana mencangkup tentang perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Peradilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha serta tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak adapun alasan-alasan perceraian yang telah diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam serta salah satu yang sering mengakibatkan perceraian adalah isi dari pasal 116 ayat b dan f KHI serta suami menjatuhkan talak kepada istrinya atau disebut “cerai talak” perceraian cerai talak diajukan oleh permohon cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama.
Proses perceraian yang dilakukan melalui proses pengadilan dapat memberi perlindungan hukum terhadap mantan istri dan anak-anaknya. Hak-hak istri serta anak-anak yang di tinggalkan dapat terpenuhi karena mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Sedangkan perceraian yang dilakukan tanpa proses pengadilan tidak dapat memberikan kepastian hukum terhadap mantan istri serta anak-anaknya bahkan hak-hak istri dan anak yang ditinggalpun tidak terjamin secara hukum. Hal ini juga mendapatkan dampak terhadap kedua pasangan tersebut, dimana mantan suami maupun mantan istri tidak dapat melakukan perkawinan dengan orang lain secara sah menurut hukum positif. Akan tetapi masih ada masyarakat yang menggunakan perceraian tanpa melalui proses Pengadilan atau hanya sekedar bercerai melalui agamanya saja. Melalui observasi dilapangan penulis menemukan warga melakukan perceraian tanpa melalui proses pengadilan yang telah digunakan oleh warga kampung singaraja, padahal perceraian yang dilakukan tersebut mempunyai banyak permasalahan yang didapatkan dibandingkan dengan kebaikan, salah satunya adalah tidak menjamin hak-hak mantan istri serta anak-anaknya. Perceraian seperti ini juga membuat pelaku perceraian tidak dapat melakukan perkawinan selanjutnya dengan cara yang sah menurut hukum agama serta timbulnya permasalahan sosial diantara keluarga mantan suami dan istri. Berdasarkan uraian diatas maka dengan ini penulis melakukan penelitian terhadap perceraian yang ada di Kampung Singaraja dengan menggunakan Hukum Islam yaitu adanya masyarakat yang melakukan perceraian tanpa adanya putusan dari Pengadilan Agama. Kegiatan utama yang dilakukan oleh Pengadilan Agama adalah memberikan suatu mediasi terhadap suami istri yang ingin melakukan perceraian, jika mediasi dianggap tidak bisa memberikan perdamaian maka Pengadilan Agama melakukan sidang putusan perceraian. Pada Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam memuat talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 129, 130, dan 131 Kompilasi Hukum Islam. Syarat terkait pada yang dithalak : menunjuk dan menentukan wanita yang ditalak baik dengan cara isyarat (telunjuk) seperti : menunjuk kepada istrinya atau penyebutan sifat seperti : mengatakan : “engkau yang pendek tertalak “. wanita yang dithalak benar-benar dipastikan sebagai istrinya yang sah, baik sudah digauli atau belum(pengantin baru) ataupun istri yang dalam masa `iddah(penungguan) dari talak raj`iyyah (thalak yang boleh dirujuki)- bukan istri orang lain – Adapun istri yang ditalak sebelum disentuh,maka tidak ada masa `iddah baginya, berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala: dalam Surah Al-Ahzab : 49 diatas. (Sumber rasindonews.wordpress.com)
Editor: Dedy Tisna Amijaya