
Rasindo group.com – Salah satu ciri partai politik dapat digolongkan berdasarkan partai massa, partai kader, dan partai kompetesi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan karakteristik yang mendasar dari partai politik. Jika kita melihat dengan cara melihat wajah partai, dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu dari demensi jumlah pendukung dan tingkat keterlibatannya yang mana jumlah pendukung dan tingkat keterlibatan pendukung bisa juga tinggi dan bisa juga rendah.Dapatlah kita melihat salah satu partai politik khususnya yang ada di Indonesia dengan standar diatas mengkatogorikan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai partai massa. Hal ini, dikarenakan Pada partai PDI Perjuangan yang merupakan memiliki massa yang sangat banyak pendukung setia (Marhaenis, Soekarnois, Nasionalis, dan kelompok Populis . Dikarenakan sejak awal berdirinya partai dengan nama PDI merupakan hasil fusi dari lima partai politik yang memiliki latar belakang Ideologi yang berbeda, dan basis sosial yang sangat bermacam-macam serta memiliki latar belakang yang terpinggirkan oleh rezim orde baru. Selain dari sebagai partai massa partai PDI Perjuangan merupakan Partai Ideologi atau partai Azas ( sosialisme, Fasisme, komunisme, Kristen–Demokrat dan lain-lain ), yang mana biasanya partai Ideologi memilikipandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat. PDI Perjuangan juga merupakan partai massa sekaligus memiliki ideologi yaitu ideologi Pancasila 1 Juni 1945.
Ideologi Partai PDI Perjuangan : 1 Juni 1945
Kita dapat melihat manusia dalam membuat sejarah dengan dua carayang berbeda. Pertama, ada orang-orang yang meruntuhkan bangunan yang telah mantap dan cenderung membengkokkan kelompok, negara dan masyarakat. Kedua , ada kelompok dan masa yang kecenderungan serta aspirasinya mempengarui peristiwa secara permanen. Mereka adalah Nabi dan Rasul, pemimpin dan orang bijak. Diantara mereka ada yang menjadi pemikir sekaligus Ideologi yang memberikan bimbingan untuk suatu pembebasan. Dari dua tipe manusia yang membuat sejarah, dapat kita membedakan dengan cara melihat kecenderungan, yang pertama melakukan sifat memaksa, sedangkan yang kedua bersifat mengajak ”Ideologi merupakan produk sekaligus inspirator bagi pendukung yang dilahirkan dari sang ideolog, pemikir politik, yang mana didalamnya terkandung kekuatan keyakinan dan konsep yang mendasari cita-cita yang menjadi pilihan perjuangan bagi yang menyakininya”.23 Dengan begitu ideologi merupakan ilmu mengenai keyakinan dan cita-cita, pengertian lain dapat kita lihat seperti Alfian dalam (FirdausSyam,M.A”Pemikiran Politik Barat :237), seorang ilmuan politik di Indonesia mengatakan bahwa…” ideologi adalah pandangan atau sitem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan di pegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaliknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil mengatur tingkah laku mereka bersama, dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka”24 atau bisa juga kita lihat seorang ilmuan dari iran, Ali Syariati dalam (FirdausSyam,M.A”Pemikiran Politik Barat,:239) mengatakan bahwa Ideologi sebuah kata ajaib yang menciptakan pemikiran dan semangat hidup diantara manusia, terutama di antara kaum muda, dan khususnya di anatara para cendikiawan dan intelektual dalam suatau masyarakat.25 Disisi lain juga, bahwa ideologi adalah konsepsi manusia mengenai politik , sosial,ekonomi,dan kebudayaan untuk diterapkan di dalam masyrakat atau negara, 26 atau juga bisa kita lihat seorang ahli filsafat, seperti Sidney HOOK mengatakan bahwa ideologi merupakan program aksi yang di peruntukan bagi suatu bangsa. Dengan melihat beberapa pendapat dan pengertian di atas dapatlah dikatakan bahwa,I deologi adalah suatau keyakinan yang ada di dalam diri seseorang, kelompok, untuk menciptakan tatanan baru yang tidak sesuai dengan apa yang ada saat ini, baik itu mengenai politik, sosial, dan ekonomi.
Ideologi 1 Juni 1945
Ideologi 1 Juni 1945 merupakan hasil dari pemikiran Ir.Soekarno yang disampaikan dalam sidang persiapan kemerdekaan Indonesia, dan pidato ini juga di kemudian hari menjadi dasar negara Indonesia merdeka, yang di sebut Pancasila, maka ideologi 1 Juni tidak bisa dipisahkan dari pidato 1 Juni Ir.Soekarno. Berikut penjelasan 1 Juni yang menjadi Ideologi PDI Perjuangan;
Paduka Tuan Ketua Jang Mulia Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saja mendapat kehormatan dari Paduka Tuan Ketua Jang Mulia untuk mengemukakan pula pendapat saja. Saja akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua Jang Mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua Jang Mulia? Paduka Tuan Ketua Jang Mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saja kemukakan didalam pidato saja ini. Ma’af, beribu ma’af! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua jang mulia, jaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saja, jang diminta oleh Paduka tuan ketua jang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag” dari pada Indonesia merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran jang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat jang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka jang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saja kemukakan, Paduka Tuan Ketua Jang Mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saja membitjarakan, memberi tahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah jang saja artikan dengan perkataan “merdeka”.
Merdeka buat saja ialah: “political indepence”, politieke onafhankelijkheid. Apakah jang dinamakan politieke onafhankelijkheid? Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saja berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saja, didalam hati saja banyak chawatir, kalau-kalau
banyak anggota jang – saja katakan didalam bahasa asing, ma’afkan perkataan ini -“zwaarwichtig” akan perkara jang kecil-kecil. “Zwaarwichtig” sampai – kata orang Jawa – “djelimet”. Djikalau sudah membicarakan hal jang kecil-kecil sampai djelimet, barulah mereka berani menjatakan kemerdekaan. Tuan-tuan jang terhormat! Lihatlah didalam sedjarah dunia, lihatlah kepada perdjalanan dunia itu.
Banyak sekali negara-negara jang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah deradjatnja negara- negara jang merdeka itu? Djermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggeris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanja semuanja merdeka, tetapi bandingkanlah isinja! Alangkah berbedanja isi itu! Djikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai,itu selesai, itu selesai, sampai djelimet!, maka saja bertanja kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakjatnja terdiri kaum Badui, jang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu.
Batjalah buku Armstrong jang mentjeriterakan tentang Ibn Saud! Disitu ternjata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakjat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu!! Toch Saudi Arabia merdeka! Lihatlah pula – djikalau tuan-tuan kehendaki tjontoh jang lebih hebat – Sovjet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovjet, adakah rakjat Sovjet sudah tjerdas? Seratus lima puluh miljun rakjat Rusia, adalah rakjat Musjik jang lebih dari pada 80% tidak dapat membatja dan menulis; bahkan dari buku-buku jang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakjat Sovjet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovjet itu. Dan kita sekarang disini mau mendirikan negara Indonesia merdeka. Terlalu banjak matjam-matjam soal kita kemukakan! Maaf, P.T. Zimukyokutyoo! Berdirilah saja punja bulu, kalau saja membatja tuan punja surat, jang minta kepada kita supaja dirantjangkan sampai djelimet hal ini dan
itu dahulu semuanja! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai djelimet, maka saja tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanja tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, – sampai dilobang kubur!
(Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara! Apakah jang dinamakan merdeka? Didalam tahun ’33 saja telah menulis satu risalah, Risalah jang bernama “Mentjapai Indonesia Merdeka”.
Maka didalam risalah tahun ’33 itu, telah saja katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, ta’ lain dan ta’ bukan, ialah satu djembatan emas. Saja katakan didalam kitab itu, bahwa diseberangnja djembatan itulah kita sempurnakan kita punja masjarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara didalam satu malam, – in one night only! -, kata Armstrong didalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia Merdeka disatu
malam sesudah ia masuk kota Riad dengan 6 orang! Sesudah “djembatan” itu diletakkan oleh Ibn Saud, maka diseberang djembatan, artinja kemudian dari pada
itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masjarakat Saudi Arabia. Orang tidak dapat membatja diwajibkan belajar membatja, orang jang tadinja bergelandangan sebagai
nomade jaitu orang Badui, diberi peladjaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bertjotjok-tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud mendjadi kaum tani, – semuanja diseberang djembatan.
Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovjet Rusia Merdeka, telah mempunjai Djnepprprostoff, dam jang maha besar di sungai Djneppr? Apa ia telah mempunjai radio-station, jang menjundul keangkasa? Apa ia telah mempunjai kereta-kereta api tjukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovjet Rusia Merdeka telah dapat membatja dan menulis?
Tidak, tuan-tuan jang terhormat! Diseberang djembatan emas jang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Creche, baru mengadakan Djnepprostoff! Maka oleh karena itu saja minta kepada tuan-tuan sekalian, djanganlah tuan-tuan gentar didalam hati, djanganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan djelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannja tuan-tuan punja semangat, – djikalau tuan-tuan demikian -, dengan semangat pemuda-pemuda kita jang 2 miljun banjaknja. Dua miljun pemuda ini menjampaikan seruan pada saja, 2 miljun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang! (Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakjat, jang mengetahui sedjarah, mendjadi zwaarwichtig, mendjadi gentar, pada hal sembojan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun jang lalu, kita telah
menjiarkan sembojan Indonesia Merdeka, bahkan sedjak tahun 1932 dengan njata- njata kita mempunjai sembojan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, jaitu Indonesia Merdeka sekarang, sekarang, sekarang!
(Tepuktangan riuh).
Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menjusun Indonesia Merdeka, – kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar hati ! Saudara-saudara, saja peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu djembatan! Jangan gentar! Djikalau umpamanja kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang jang bernama
Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti dengan orang jang bernama Abdul Halim. Djikalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnja kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, – in one night, didalam satu malam ! Saudara-saudara, pemuda-pemuda jang 2 miljun, semuanja bersembojan: Indonesia merdeka, sekarang ! Djikalau umpamanja Balatentera Dai Nippon sekarang menjerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata: mangke-rumijin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Merdeka?
(Seruan: Tidak! Tidak).
Saudara-saudara, kalau umpamanja pada saat sekarang ini Balatentara Dai Nippon menjerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menitpun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia jang Merdeka!
(Tepuk tangan menggemparkan).
Saudara-saudara, tadi saja berkata, ada perbedaan antara Sovjet-Rusia, Saudi Arabia, Inggeris, Amerika dan lain-lain tentang isinja: tetapi ada satu jang sama, jaitu, rakjat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranja. Musjik-musjik di Rusia sanggup mempertahankan negaranja. Rakjat Amerika sanggup mempertahankan negaranja.
Inilah jang mendjadi minimum-eis. Artinja, kalau ada ketjakapan jang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinja dengan darahnja sendiri, dengan dagingnja sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bamboo runtjing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untukmerdeka.
(Tepuk tangan riuh).
Tjobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannja dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnja, kemerdekaan saja bandingkan dengan perkawinan. Ada jang berani kawin, lekas berani kawin, ada jang takut kawin. Ada jang berkata: Ah saja belum berani kawin, tunggu dulu gadjih f. 500. Kalau saja sudah mempunjai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunjai tempat tidur jang mentul-mentul, sudah mempunjai sudah mempunjai medja-kursi jang selengkap-lengkapnja, sendok-garpu perak satu kaset, sudah mempunjai ini dan itu, bahkan sudah mempunjai kinder-uitzet, barulah sajaberani kawin.
Ada orang lain jang berkata: saja sudah berani kawin kalau saja sudah mempunjai medja satu, kursi empat, jaitu “medja-makan”, lantas satu zitje, lantas satu tempattidur.
Ada orang jang lebih berani lagi dari itu, jaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau diasudah mempunjai gubug sadja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu medja, empat kursi, satu zitje, satu tempat-tidur: kawin.
Sang Ndoro jang mempunjai rumah gedung, elektrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana jang lebih gelukkig, belum tentu mana jang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat tidurnja jang mentul-mentul, atau Sarinem dan Samiun jang hanja mempunjai satu tikar dan satu periuk, saudara- saudara! (Tepuk tangan, dan tertawa). Tekad hatinja jang perlu, tekad hatinja Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro jang baru berani kawin kalau sudah mempunjai gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, — buat 3 tahun lamanja!
(Tertawa).
Saudara-saudara, soalnja adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak ? Inilah, saudara-saudara sekalian, Paduka tuan Ketua jang mulia, ukuran saja jang terlebih dulu saja kemukakan sebelum saja bitjarakan hal-hal jang mengenai dasarnja satu negara jang merdeka. Saja mendengar uraian P.T. Soetardjo beberapa hari jang lalu, tatkala menjawab apakah jang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang didalam hatinja telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia jang 70 miljun ini lebih dulu harus merdeka didalam hatinja, sebelum kita dapat mentjapai political independence, saja ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka !
(Tepuk tangan riuh).
Didalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakjat kita!! Didalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinja bangsa kita! Didalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakjat Arabia satu persatu. Didalam Sovjet Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovjet Rusia satu persatu.
Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembitjara berkata: kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banjak penjakit malaria, banjak dysenterie, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu. “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka”.
Saja berkata, kalau inipun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Didalam Indonesia Merdeka itulah kita menjehatkan rakjat kita, walaupun misalnja tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masjarakat kita untuk menghilangkan penjakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Didalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaja mendjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menjehatkan rakjat sebaik-baiknja. Inilah maksud saja dengan perkataan “djembatan”. Diseberang djembatan, djembatan emas, inilah, baru kita leluasa menjusun masjarakat Indonesia Merdeka jang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.
Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat jang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembitjara, bahwa sebenarnja internationaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerdjaan kita? Untuk menjusun, mengadakan, mengakui satu negara jang merdeka, tidak diadakan sjarat jang neko-neko, jang mendjelimet, tidak!
Sjaratnja sekedar bumi, rakjat, pemerintah jang teguh! Ini sudah tjukup untuk internationaalrecht. Tjukup, saudara-saudara. Asal ada buminja, ada rakjatnja, ada pemerintahnja, kemudian diakui oleh salah satu negara jang lain, jang merdeka, inilah jang sudah bernama: merdeka. Tidak peduli rakjat dapat batja atau tidak, tidak peduli rakjat hebat ekonominja atau tidak, tidak peduli rakjat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunjai sjarat-sjarat suatu negara merdeka, jaitu ada rakjatnja, ada buminja dan ada pemerintahnja, – sudahlah ia merdeka.
Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menjelesaikan lebih dulu 1001 soal jang bukan-bukan! Sekali lagi saja bertanja: Mau merdeka apa tidak? Mau merdeka atau tidak? (Djawab hadiirin: Mau!).
Saudara-saudara! Sesudah saja bicarakan tentang hal “merdeka”, maka sekarang saja bitjarakan tentang hal dasar. Paduka Tuan Ketua Jang Mulia!
Saja mengerti apakah jang paduka tuan Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta dasar, minta philosophische grondslag, atau, djikalau kita boleh memakai perkataan jang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua jang mulia meminta suatu “Weltanschauung”, diatas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.
Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banjak negeri-negeri jang merdeka, dan banyak diantara negeri-negeri jang merdeka itu berdiri diatas suatu “Weltanschauung”. Hitler mendirikan Djermania diatas “national-sozialistische Weltanschauung”, – filsafat nasional-sosialisme telah mendjadi dasar negara Djermania jang didirikan oleh Adolf
Hitler itu. Lenin mendirikan negara Sovjet diatas satu “Weltanschauung”, jaitu Marxistische, Historisch-materialistische Weltanschauung. Nippon mendirikan negara Dai Nippon diatas satu “Weltanschauung”, jaitu jang dinamakan “Tennoo Koodoo Seishin”. Diatas “Tennoo Koodoo Seishin” inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia diatas satu “Weltanschauung”, bahkan diatas satu dasar agama, jaitu Islam. Demikian itulah jang diminta oleh paduka tuan Ketua jang mulia: Apakah “Weltanschauung” kita, djikalau kita hendak mendirikan Indonesia jang merdeka?
Tuan-tuan sekalian, “Weltanschauung” ini sudah lama harus kita bulatkan didalam hati kita dan didalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis diseluruh dunia bekerdja mati-matian untuk mengadakan bermatjam-matjam “Weltanschauung”, bekerdja mati-matian untuk me”realiteitkan” “Weltanschauung” mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnja tidak benar perkataan anggota jang terhormat Abikoesno, bila beliau berkata, bahwa banjak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanja sadja, menurut keadaan, Tidak! Sebab misalnja, walaupun menurut perkataan John Reed: “Sovjet Rusia didirikan didalam 10 hari oleh Lenin c.s.”, – John Reed, didalam kitabnja “Ten days that shook the world”, “sepuluh hari jang menggontjangkan dunia” -, walaupun Lenin mendirikan Sovjet Rusia didalam 10 hari, tetapi “Weltanschauung”-nja, telah tersedia berpuluh- puluh tahun.
Terlebih dulu telah tersedia “Weltanschauung”-nja dan di dalam 10 hari itu hanja sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu diatas “Weltanschauung” jang sudah ada. Dari 1895 “Weltanschauung” itu telah disusun.
Bahkan dalam revolutie 1905, Weltanschauung itu “dicobakan”, di “generalerepetitie-kan”. Lenin didalam revolusi tahun 1905 telah mengerdjakan apa jang dikatakan oleh beliau sendiri “generale-repetitie” dari pada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum 1917, “Weltanschauung” itu disedia-sediakan, bahkan diichtiar-ichtiarkan.
Kemudian, hanja dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanja dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruhkan kekuasaan itu diatas “Weltanschauung” jang telah berpuluh-puluh tahun umurnja itu. Tidakkah pula Hitler demikian?
Didalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan Negara Djermania diatas National-sozialistische Weltanschauung.
Tetapi kapankah Hitler mulai menjediakan diapunja “Weltanschauung” itu? Bukan didalam tahun 1933, tetapi didalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerdja, kemudian mengichtiarkan pula, agar supaja Naziisme ini, “Weltanschauung” ini, dapat mendjelma dengan diapunja “Munschener Putsch”, tetapi gagal. Didalam 1933 barulah datang saatnja jang beliau dapat merebut kekuasaan, dan negara diletakkan oleh beliau diatas dasar “Weltanschauung” jang telah dipropagandakan berpuluh- puluh tahun itu. Maka demikian pula, djika kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka, Paduka tuan Ketua, timbullah pertanjaan: Apakah “Weltanschauung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka diatasnja? Apakah nasional-sosialisme?
Apakah historisch-materialisme? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan doktor Sun Yat Sen?
Didalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tetapi “Weltanschauung” nya telah dalam tahun 1885, kalau saja tidak salah, dipikirkan, dirantjangkan. Didalam buku “The three people’s principles” San Min Chu I, – Mintsu, Minchuan, Min Sheng, – nasionalisme, demokrasi, sosialisme, – telah digambarkan oleh doktor Sun Yat Sen Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru diatas “Weltanschauung” San Min Chu I itu, jang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun.
Kita hendak mendirikan negara Indonesia merdeka diatas “Weltanschauung” apa?
Nasional-sosialisme-kah, Marxisme-kah, San Min Chu I-kah, atau “Weltanschauung” apakah?
Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanja, banjak pikiran telah dikemukakan, – matjam-matjam – , tetapi alangkah benarnja perkataan dr. Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mentjari persetujuan, mentjari persetujuan faham. Kita bersama-sama mentjari persatuan philosophische grondslag, mencari satu “Weltanschauung” jang kita semua setudju. Saja katakan lagi setuju!
Jang saudara Yamin setudjui, jang Ki Bagoes setudjui, jang Ki Hadjar setudjui, jang sdr. Sanoesi setudjui, jang sdr. Abikoesno setudjui, jang sdr. Lim Koen Hian setudjui, pendeknja kita semua mentjari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan compromis, tetapi kita bersama-sama mentjari satu hal jang kita bersama- sama setudjui. Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, saja bertanja: Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia Merdeka jang namanja saja Indonesia
Merdeka, tetapi sebenarnja hanja untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan jang kaja, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?
Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara jang bernama kaum kebangsaan jang disini, maupun saudara-saudara jang dinamakan kaum Islam, semuanja telah mufakat, bahwa bukan jang demikian itulah kita punja tudjuan. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan jang kaja, – tetapi “semua buat semua”. Inilah salah satu dasar pikiran jang nanti akan saja kupas lagi.
Maka, jang selalu mendengung didalam saja punja djiwa, bukan sadja didalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sedjak tahun 1918, 25 tahun jang lebih, ialah: Dasar pertama, jang baik didjadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan.
Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia. Saja minta saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara Islam lain: maafkanlah saja memakai perkataan “kebangsaan” ini! Sajapun orang Islam. Tetapi saja minta kepada saudara-saudara, djanganlah saudara-saudara salah faham djikalau saja katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti jang sempit, tetapi saja menghendaki satu nationale staat, seperti jang saja katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari jang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat jang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuanpun adalah orang Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek-mojang tuanpun bangsa
Indonesia. Diatas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti jang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.
Satu Nationale Staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saja didalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannja. Marilah saja uraikan lebih djelas dengan mengambil tempoh sedikit: Apakah jang dinamakan bangsa? Apakah sjaratnja bangsa?
Menurut Renan sjarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu”. Perlu orang-orangnja merasa diri bersatu dan mau bersatu.
Ernest Renan menjebut sjarat bangsa: “le desir d’etre ensemble”, jaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka jang mendjadi bangsa, jaitu satu gerombolan manusia jang mau bersatu, jang merasa dirinja bersatu.
Kalau kita lihat definisi orang lain, jaitu definisi Otto Bauer, didalam bukunja “Die Nationalitatenfrage”, disitu ditanjakan: “Was ist eine Nation?” dan jawabnja ialah:
“Eine Nation ist eine aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft”. Inilah menurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai jang timbul karena persatuan nasib). Tetapi kemarinpun, tatkala, kalau tidak salah, Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota jang terhormat Mr. Yamin berkata: “verouderd”, “sudah tua”. Memang tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah “verouderd”, sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Otto Bauer mengadakan definisinja itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, jang dinamakan Geopolitik.
Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo, atau tuan Moenandar, mengatakan tentang “Persatuan antara orang dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnja!
Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakjat dari bumi jang ada dibawah kakinja. Ernest Renan dan Otto Bauer hanja sekedar melihat orangnja. Mereka hanja memikirkan “Gemeinschaft” nja dan perasaan orangnja, “l’ame et desir”. Mereka hanja mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi jang didiami manusia itu, Apakah tempat itu? Tempat itu jaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT membuat peta dunia, menjusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menundjukkan dimana “kesatuan-kesatuan” disitu. Seorang anak ketjilpun, djikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menundjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.
Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan jang besar, lautan Pacific dan lautan Hindia, dan diantara 2 benua, jaitu benua Asia dan benua Australia. Seorang anak ketjil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Djawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Ketjil, Maluku, dan lain-lain pulau ketjil diantaranja, adalah satu kesatuan. Demikian pula tiap-tiap anak ketjil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon jang membentang pada pinggir Timur benua Asia sebagai “golfbreker” atau pengadang gelombang lautan Pacific, adalah satu kesatuan.
Anak ketjilpun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh lautan Hindia jang luas dan gunung Himalaya. Seorang anak ketjil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggeris adalah satu kesatuan.
Griekenland atau Junani dapat ditundjukkan sebagai kesatuan pula, Itu ditaruhkan oleh Allah SWT demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athene saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athene plus Macedonia plus daerah Junani jang lain-lain, segenap kepulauan Junani, adalah satu kesatuan.
Maka manakah jang dinamakan tanah tumpah-darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia jang bulat, bukan Djawa sadja, bukan Sumatera sadja, atau Borneo sadja, atau Selebes sadja, atau Ambon sadja, atau Maluku sadja, tetapi segenap kepulauan uang ditunjuk oleh Allah SWT mendjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita!
Maka djikalau saja ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakjat dan buminja, maka tidak tjukuplah definisi jang dikatakan oeh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak tjukup “le desir d’etre ensembles”, tidak tjukup definisi Otto Bauer
“aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft” itu. Maaf saudara- saudara, saja mengambil tjontoh Minangkabau, diantara bangsa di Indonesia, jang paling ada “desir d’entre ensemble”, adalah rakjat Minangkabau, jang banjaknja kira- kira 2,1/2 miljun. Rakjat ini merasa dirinja satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuaan, melainkan hanja satu bahagian ketjil dari pada satu kesatuan! Penduduk Jogjapun adalah merasa “le desir d’etre ensemble”, tetapi Djogjapun hanja satu bahagian ketjil dari pada satu kesatuan. Di Djawa Barat rakjat Pasundan sangat merasakan “le desir d’etre ensemble”, tetapi Sundapun hanja satu bahagian ketjil dari pada satu kesatuan.
Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang jang hidup dengan “le desir d’etre ensemble” diatas daerah ketjil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Jogja, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia jang, menurut geopolitik jang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal dikesatuannja semua pulau-pulau Indonesia dari udjung Utara Sumatera sampai ke Irian! Seluruhnja!, karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada “le desir d’etre enemble”, sudah terdjadi “Charaktergemeinschaft”! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, ummat Indonesia djumlah orangnja adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 jang telah mendjadi satu, satu, sekali lagi satu!
(Tepuk tangan hebat).
Kesinilah kita semua harus menudju: mendirikan satu Nationale staat, diatas kesatuan bumi Indonesia dari Udjung Sumatera sampai ke Irian. Saja jakin tidak ada satu golongan diatara tuan-tuan jang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan jang dinamakan “golongan kebangsaan”. Kesinilah kita harus menudju semuanja.
Saudara-saudara, djangan orang mengira bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Beieren, bukan Saksen adalah nationale staat, tetapi seluruh Djermanialah satu nationale staat. Bukan bagian ketjil-ketjil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italialah, jaitu seluruh semenandjung di Laut Tengah, jang diutara dibatasi pegunungan Alpen, adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segi-tiga Indialah nanti harus mendjadi nationale staat.
Demikian pula bukan semua negeri-negeri ditanah air kita jang merdeka didjaman dahulu, adalah nationale staat. Kita hanja 2 kali mengalami nationale staat, jaitu didjaman Sri Widjaja dan didjaman Madjapahit. Diluar dari itu kita tidak mengalami nationale staat. Saja berkata dengan penuh hormat kepada kita punja radja-radja dahulu, saja berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanjokrokoesoemo, bahwa Mataram, meskipun merdeka, bukan nationale staat.
Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Padjadjaran, saja berkata, bahwa keradjaannja bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtajasa, berkata, bahwa keradjaannja di Banten, meskipun merdeka, bukan satu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanoeddin di Sulawesi jang telah membentuk keradjaan Bugis, saja berkata, bahwa tanah Bugis jang merdeka itu bukan nationale staat.
Nationale staat hanja Indonesia seluruhnja, jang telah berdiri didjaman Sri Wijaja dan Madjapahit dan jang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, djikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara jang pertama: Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia jang bulat! Bukan kebangsaan Djawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, jang bersama-sama mendjadi dasar satu nationale staat. Maaf, Tuan Lim Koen Hian, Tuan tidak mau akan kebangsaan? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanja sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku-Kaitjoo, Tuan menjawab: “Saja tidak mau akan kebangsaan”. TUAN LIM KOEN HIAN: Bukan begitu. Ada sambungannja lagi.
TUAN SUKARNO: Kalau begitu, maaf, dan saja mengutjapkan terima kasih, karena tuan Lim Koen Hian pun menjetudjui dasar kebangsaan. Saja tahu, banjak juga orang-orang Tionghoa klasik jang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk faham kosmopolitisme, jang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banjak jang kena penjakit kosmopolitisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanja “menschheid”, “peri kemanusiaan”. Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit, memberi pengadjaran kepada rakjat Tionghoa, bahwa ada kebangsaan Tionghoa! Saja mengaku, pada waktu saja berumur 16 tahun, duduk dibangku sekolah HBS di Surabaja, saja dipengaruhi oleh seorang sosialis jang bernama A. Baars, jang memberi peladjaran kepada saja, – katanja: djangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunjai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terdjadi pada tahun 17. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain jang memperingatkan saja, – ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya “San Min Chu I” atau “The Three People’s Principles”, saja mendapat peladjaran jang membongkar kosmopolitisme jang diadjarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saja sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh “The Three People’s Principles” itu.
Maka oleh karena itu, djikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai pengandjurnja, jakinlah, bahwa Bung Karno djuga seorang Indonesia jang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnja merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, – sampai masuk kelobang kubur.
(Anggota-anggota Tionghoa bertepuk tangan).
Saudara-saudara. Tetapi… tetapi… memang prinsip kebangsaan ini ada bahajanja! Bahajanja ialah mungkin orang meruntjingkan nasionalisme mendjadi chauvinisme, sehingga berfaham “Indonesia uber Alles”. Inilah bahajanja! Kita tjinta tanah air jang satu, merasa berbangsa jang satu, mempunjai bahasa jang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanja satu bahagian ketjil saja dari pada dunia! Ingatlah akan hal ini! Gandhi berkata: “Saja seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saja adalah perikemanusiaan “My nationalism is humanity”.
Kebangsaan jang kita andjurkan bukan kebangsaan jang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropah, jang mengatakan “Deutschland uber Alles”, tidak ada jang setinggi Djermania, jang katanja, bangsanja minuljo, berambut djagung dan bermata biru, “bangsa Aria”, jang dianggapnja tertinggi diatas dunia, sedang bangsa lain-lain tidak ada harganja. Djangan kita berdiri diatas azas demikian, Tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesialah jang terbagus dan termulja, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menudju persatuan dunia, persaudaraan dunia.
Kita bukan sadja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menudju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.
Djustru inilah prinsip saja jang kedua. Inilah filosofisch principe jang nomor dua, jang saja usulkan kepada Tuan-tuan, jang boleh saja namakan “internasionalime”.
Tetapi djikalau saja katakan internasionalisme, bukanlah saja bermaksud kosmopolitisme, jang tidak mau adanja kebangsaan, jang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggeris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnja.
Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar didalam buminja nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman- sarinja internasionalisme. Djadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, jang pertama-tama saja usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.
Kemudian, apakah dasar jang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusjawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaja. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”.
Saja jakin sjarat jang mutlak untuk kuatnja negara Indonesia ialah permusjawaratan perwakilan.
Untuk pihak Islam, inilah tempat jang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sajapun, adalah orang Islam, – maaf beribu-ribu maaf, ke saja djauh belum sempurna, – tetapi kalau saudara-saudara membuka saja punja dada, dan melihat saja punja hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusjawaratan. Dengan tjara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, jaitu dengan djalan pembitjaraan atau permusjawaratan didalam Badan Perwakilan Rakjat.
Apa-apa jang belum memuaskan, kita bitjarakan didalam permusjawaratan. Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam.
Disinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakjat, apa-apa jang kita rasa perlu bagi perbaikan. Djikalau memang kita rakjat Islam, marilah kita bekerdja sehebat-hebatnja, agar-supaja sebagian jang terbesar dari pada kursi-kursi badan perwakilan Rakjat jang kita adakan, diduduki oleh utusan Islam. Djikalau memang rakjat Indonesia rakjat jang bagian besarnja rakjat Islam, dan djikalau memang Islam disini agama jang hidup berkobar-kobar didalam kalangan rakjat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakjat itu, agar supaja mengerahkan sebanjak mungkin utusan-utusan Islam kedalam badan perwakilan ini. Ibaratnja badan perwakilan Rakjat 100 orang anggautanja, marilah kita bekerdja, bekerdja sekeras-kerasnja, agar supaja 60,70, 80, 90 utusan jang duduk dalam perwakilan rakjat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinja hukum-hukum jang keluar dari badan perwakilan rakjat itu, hukum Islam pula. Malahan saja jakin, djikalau hal jang demikian itu njata terdjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup didalam djiwa rakjat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saja berkata, baru djikalau demikian, baru djikalau demikian, hiduplah Islam Indonesia, dan bukan Islam jang hanja diatas bibir sadja. Kita berkata, 90% dari pada kita beragama Islam, tetapi lihatlah didalam sidang ini berapa persen jang memberikan suaranja kepada Islam? Maaf seribu maaf, saja tanja hal itu! Bagi saja hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnja didalam kalangan rakjat. Oleh karena itu, saja minta kepada saudara-saudara sekalian, baik jang bukan Islam, maupun terutama jang Islam, setujuilah prinsip nomor 3 ini, jaitu prinsip permusjawaratan, perwakilan.
Dalam perwakilan nanti ada perdjoangan sehebat-hebatnja. Tidak ada satu staat jang hidup betul-betul hidup, djikalau didalam badan-perwakilannja tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Tjandradimuka, kalau tidak ada perdjoangan faham didalamnja. Baik didalam staat Islam, maupun didalam staat Kristen, perdjoangan selamanja ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakjat! Didalam perwakilan rakjat saudara-saudara Islam
dan saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnja. Kalau misalnja orang Kristen ingin bahwa tiaptiap letter didalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Indjil, bekerjalah mati-matian, agar supaja sebagian besar dari pada utusan-utusan jang masuk badan perwakilan Indonesia ialah orang Kristen, itu adil, – fair play! Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perdjoangan didalamnja. Jangan kira di Turki tidak ada perdjoangan. Jangan kira dalam negara
Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah Subhanahuwa Ta’ala memberi pikiran kepada kita, agar supaja dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaja keluar dari padanja beras, dan beras akan mendjadi nasi Indonesia jang sebaik-baiknja. Terimalah saudara-saudara, prinsip nomor 3, jaitu prinsip permusjawaratan!
Prinsip Nomor 4 sekarang saja usulkan, Saja didalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, jaitu prinsip kesedjahteraan, prinsip: tidak akan kemiskinan didalam Indonesia Merdeka. Saja katakan tadi: prinsipnja San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: nationalism, democracy, sosialism. Maka prinsip kita harus:
Apakah kita mau Indonesia Merdeka, jang kaum kapitalnja meradjalela, ataukah jang semua rakjat sedjahtera, jang semua orang cukup makan, tjukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi jang tjukup memberi sandang-pangan kepadanja? Mana jang kita pilih, saudara-saudara? Djangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakjat sudah ada, kita dengan sendirinja sudah mentjapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, dinegara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire democratie. Tetapi tidakkah di Eropah djustru kaum kapitalis meradjalela?
Di Amerika ada suatu badan perwakilan rakjat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis meradjalela? Tidakkah diseluruh benua Barat kaum kapitalis meradjalela?
Pada hal ada badan perwakilan rakjat! Ta’ lain ta’ bukan sebabnja, ialah oleh karena badan- badan perwakilan rakjat jang diadakan disana itu, sekedar menurut resepnja Fransche Revolutie. Ta’ lain ta’ bukan adalah jang dinamakan democratie disana itu hanjalah politiek democratie sadja; semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid, – ta’ ada keadilan sosial, tidak ada ekonomische democratie sama sekali. Saudara- saudara, saja ingat akan kalimat seorang pemimpin Perantjis, Jean Jaures, jang menggambarkan politieke democratie. “Didalam Parlementaire Democratie, kata Jean Jaures, didalam Parlementaire Democratie, tiap-tiap orang mempunjai hak sama. Hak politiek jang sama, tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk didalam parlement. Tetapi adakah Sociale rechtvaardigheid, adakah kenjataan kesejahteraan dikalangan rakjat?” Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi:
“Wakil kaum buruh jang mempunjai hak politiek itu, didalam Parlement dapat mendjatuhkan minister. Ia seperti Radja! Tetapi didalam dia punja tempat bekerdja, didalam paberik, – sekarang ia mendjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar keluar kedjalan raja, dibikin werkloos, tidak dapat makan suatu apa”.
Adakah keadaan jang demikian ini jang kita kehendaki? Saudara-saudara, saja usulkan: Kalau kita mentjari demokrasi, hendaknja bukan demokrasi barat, tetapi permusjawaratan jang memberi hidup, ja’ni politiek ecomische democratie jang mampu mendatangkan kesedjahteraan sosial! Rakjat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah jang dimaksud dengan Ratu Adil? Jang dimakksud dengan faham Ratu Adil, ialah sociale rechtvaardigheid.
Rakjat ingin sedjahtera. Rakjat jang tadinja merasa dirinja kurang makan kurang pakaian, mentjiptakan dunia-baru jang didalamnja ada keadilan dibawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, djikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat mentjinta rakjat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, jaitu bukan saja persamaan politiek, saudara-saudara, tetapi pun diatas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinja kesedjahteraan bersama jang sebaik-baiknja.
Saudara-saudara, badan permusjawaratan jang kita akan buat, hendaknja bukan badan permusjawaratan politieke democratie saja, tetapi badan jang bersama dengan masjarakat dapat mewudjudkan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid.
Kita akan bitjarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara, didalam badan permusjawaratan. Saja ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga didalam urusan kepada negara, saja terus terang, saja tidak akan memilih monarchie.
Apa sebab? Oleh karena monarchie “vooronderstelt erfelijkheid”, – turun-temurun. Saja seorang Islam, saja demokrat karena saja orang Islam, saja menghendaki mufakat, maka saja minta supaja tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu’minin, harus dipilih oleh Rakjat? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Djikalau pada suatu hari Ki Bagus Hadikoesoemo misalnja, mendjadi kepala negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, djangan anaknja Ki Hadikoesoemo dengan sendirinja, dengan automatis mendjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu saja tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.
Saudara-saudara, apakah prinsip kelima? Saja telah mengemukakan 4 prinsip:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, – atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat, – atau Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip Islam ke dalam kebijakan publik dalam kerangka demokrasi..
4. Keedjahteraan sosial.
Prinsip jang kelima hendaknja: Menjusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan jang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan sadja bangsa Indonesia berTuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknja bertuhan Tuhannja sendiri. Jang Kristen menjembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, jang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha mendjalankan ibadatnja menurut kitab-kitab jang ada padanja.
Tetapi marilah kita semuanja ber-Tuhan. Hendaknja negara Indonesia ialah negara jang tiap-tiap orangnja dapat menjembah Tuhannja dengan tjara jang leluasa. Segenap rakjat hendaknja ber-Tuhan setjara kebudajaan, ja’ni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknja Negara Indonesia satu Negara jang bertuhan!
Marilah kita amalkan, djalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan tjara jang berkeadaban. Apakah tjara jang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. (Tepuk tangan sebagian hadlirin). Nabi Muhammad s.a.w. telah memberi bukti jang tjukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agama- agama lain. Nabi Isa pun telah menundjukkan verdraagzaamheid. Marilah kita didalam Indonesia. Merdeka jang kita susun ini, sesuai dengan itu, menjatakan:
bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah Ketuhanan jang berkebudajaan, Ketuhanan jang berbudi pekerti jang luhur, Ketuhanan jang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raja, djikalau saudara-saudara menjetujui bahwa
Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Jang Maha Esa!
Disinilah, dalam pangkuan azas jang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama jang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat jang sebaik-baiknja. Dan Negara kita akan bertuhan pula!
Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnja kitamempropagandakan idee kita masing-masing dengan tjara jang berkebudajaan!
Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saja usulkan. Lima bilangannja. Inikah Pantja Dharma? Bukan! Nama Pantja Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membitjarakan dasar. Saja senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima djumlahnja. Djari kita lima setangan. Kita mempunjai Pantja Inderia. Apa lagi jang lima bilangannja?
(Seorang jang hadlir: Pendawa lima).
Pendawapun lima orangnja. Sekarang banjaknja prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesedjahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannja.
Namanja bukan Pantja Dharma, tetapi – saja namakan ini dengan petundjuk seorang teman kita ahli bahasa namanja ialah Pantja Sila. Sila artinja azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
(Tepuk tangan riuh).
Atau, barangkali ada saudara-saudara jang tidak suka akan bilangan lima itu? Saja boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanja kepada saja, apakah
“perasan” jang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saja pikirkan dia, ialah dasar- dasarnja Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar jang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saja peras mendjadi satu: itulah jang dahulu saja namakan socio – nationalisme.
Dan demokrasi jang bukan demokrasi barat, tetapi politiek-economische demokratie, jaitu politieke demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saja peraskan pula mendjadi satu: Inilah jang dulu saja namakan socio-democratie.
Tinggal lagi ketuhanan jang menghormati satu sama lain.
Djadi jang asalnja lima itu telah mendjadi tiga: socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah jang tiga ini.
Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saja djadikan satu, saja kumpulkan lagi mendjadi satu. Apakah jang satu itu?
Sebagai tadi telah saja katakan: kita mendirikan negara Indonesia, jang kita semua harus mendukungnja. Semua buat semua! Bukan Islam buat Indonesia, bukan golongan Kristen buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito jang kaja buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, – semua buat semua! Djikalau saja peras jang lima mendjadi tiga, dan jang tiga mendjadi satu, maka dapatlah saja satu perkataan Indonesia jang tulen, jaitu perkataan “gotong rojong”. Negara Indonesia jang kita dirikan haruslah negara gotong rojong! Alangkah hebatnja! Negara Gotong Rojong!
(Tepuk tangan riuh-rendah).
“Gotong Rojong” adalah faham jang dinamis , lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham jang statis, tetapi gotong-rojong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerdjaan, jang dinamakan anggota jang terhormat Soekardjo satu karjo, satu gawe. Marilah kita menjelesaikan karjo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong rojong adalah pembantingan tulang bersama, bantu binantu bersama. Gotong rojong adalah prinsip yang kuat membantu yang lemah. Kerjasama dalam semangat gotong rojong, lebih dalam maknanya daripada kolaborasi. Gotong rojong bekerja dalam ranah politik, ekonomi dan kebudayaan.
Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua.
Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Rojong! (Tepuk tangan riuh-rendah).
Prinsip Gotong Rojong diantara jang kaja dan jang tidak kaja, antara jang Islam dan jang Kristen, antara jang bukan Indonesia tulen dengan peranakan jang mendjadi bangsa Indonesia. Inilah, saudara-saudara, jang saja usulkan kepada saudara-saudara.
Pantja Sila mendjadi Trisila, Trisila mendjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuantuan, mana jang Tuan-tuan pilih: trisila, ekasila ataukah pantjasila? Isinja telah saja katakan kepada saudara-saudara semuanja. Prinsip-prinsip seperti jang saja usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka jang abadi.
Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup didalam masa peperangan, saudara-saudara. Didalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia, – didalam gunturnja peperangan! Bahkan saja mengutjap sjukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan didalam sinarnja bulan purnama, tetapi dibawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan.
Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia jang gemblengan, Indonesia Merdeka jang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka jang demikian itu adalah negara Indonesia jang kuat, bukan negara Indonesia jang lambat laun mendjadi bubur. Karena itulah saja mengutjap sjukur kepada Allah SWT.
Berhubung dengan itu, sebagai jang diusulkan oleh beberapa pembitjara-pembitjara tadi, barangkali perlu diadakan noodmaatregel, peraturan bersifat sementara. Tetapi dasarnja, isinja Indonesia Merdeka jang kekal abadi menurut pendapat saja, haruslah Pantja Sila. Sebagai dikatakan tadi, saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara-saudara mufakatinja atau tidak, tetapi saja berdjoang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia jang hidup didalam peri-kemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk ke-Tuhananan. Pantja Sila, itulah jang berkobar-kobar didalam dada saja sejak berpuluh-puluh tahun. Tetapi, saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah saudara-saudara. Tetapi saja sendiri mengerti seinsjaf-insjafnja, bahwa tidak satu Weltaschauung dapat menjelma dengan sendirinja, mendjadi realiteit dengan sendirinja. Tidak ada satu Weltanschauung dapat mendjadi kenjataan, mendjadi realiteit , jika tidak dengan perdjoangan. Djanganpun Weltanschauung jang diadakan oleh manusia, janganpun jang diadakan Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen!
“De Mensch”, — manusia! —, harus perdjoangkan itu. Zonder perdjoangan itu tidaklah ia akan mendjadi realiteit! Leninisme tidak bisa mendjadi realiteit zonder perdjoangan seluruh rakjat Rusia, San Min Chu I tidak dapat mendjadi kenjataan zonder perdjoangan bangsa Tionghoa, saudara-saudara! Tidak! Bahkan saja berkata lebih lagi dari itu: zonder perdjoangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu tjita-tjita agama, jang dapat mendjadi realiteit. Djanganpun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan jang tertulis didalam kitab Qur’an, zwart op wit (tertulis diatas kertas), tidak dapat mendjelma mendjadi realiteit zonder perdjoangan manusia jang dinamakan ummat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan jang tertulis didalam kitab Injil, tjita-tjita jang termasuk didalamnja tidak dapat menjelma zonder perdjoangan ummat Kristen.
Maka dari itu, djikalau bangsa Indonesia ingin supaja Pantja Sila jang saja usulkan itu, mendjadi satu realiteit, ja’ni djikalau kita ingin hidup mendjadi satu bangsa, satu nationaliteit jang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia jang merdeka, jang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup diatas dasar permusjawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke-Tuhanan jang luas dan sempurna, — janganlah lupa akan sjarat untuk menjelenggarakannja, ialah perdjoangan, perdjoangan, dan sekali lagi perdjoangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinja negara Indonesia Merdeka itu pedjoangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saja berkata: Didalam Indonesia Merdeka itu perdjoangan kita harus berdjalan terus, hanja lain sifatnja dengan perdjoangan sekarang, lain tjoraknja. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa jang bersatu padu, berdjoang terus menjelenggarakan apa jang kita tjita-tjitakan didalam Pantja Sila. Dan terutama didalam djaman peperangan ini, jakinlah, insjaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bawa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak mengambil risiko, — tidak berani terjun menjelami mutiara didalam samudera jang sedalam-dalamnja. Djikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad-mati-matian untuk mentjapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan mendjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanja, sampai keakhir djaman! Kemerdekaan hanjalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, jang djiwanja berkobar-kobar dengan tekad “Merdeka, —merdeka atau mati”!
(Tepuk tangan riuh).
Saudara-sauadara! Demikianlah saja punja djawab atas pertanjaan Paduka Tuan Ketua. Saja minta maaf, bahwa pidato saja ini mendjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo jang sedikit lama, dan saja djuga minta maaf, karena saja telah mengadakan kritik terhadap tjatatan Zimukyokutyoo yang saja anggap “verschrikkelijk zwaarwichtig” itu.
Terima kasih!
(Tepuk tangan riuh rendah dari segenap hadlirin).
Ruang Lingkup
Suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan Ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan (Mark N Hagopian dalam Iclasul Amal: xv). Begitu juga PDI Perjuangan yang merupakan partai ideologis di Indonesia tentu saja dalam mewujudkan perjuangan mengalami sebuah dinamika terutama untuk mencapai ideologi yang dianut, mulai dari penataan organisasi, basis massa, pertarungan di parlemen, sampai ketika menguasai Pemerintahan. Atas dasar itu dalam latar belangkang yang menguraikan kelahiran partai di Indonesia dan lahir kekuatan politik yang di sebut kelompok Nasionalis yang kemudian mengalami perubahan sampai ke masa dimana terjadi fusi partai Nasionalis dan agama, yang berujung dengan terjadinya perpecahan lagi di golongan Nasionalis yang berbuah menjadi PDI Perjuangan, kemenangan dan konflik internal yang terjadi semakin menambah dinamika yang ada dalam memperjuangkan Ideologi, dan ketika menjadi partai penguasa implementasi ideologi juga terus di pertaruhkan. Dinamika yang terjadi inilah penulis meberikan Ruang lingkup penelitian tentang pergulatan PDIP sebagai partai ideologis di indonesia khususnya ketika menjadi PDI perjuangan terhitung dari tahun 1999 sampai dengan 2015, meliputi;
1. Dinamika pergulatan PDIPerjuangan dalam pemilu1999.
2. Sikap politik PDIPerjuangan pasca pemilu 2004 -2009 dan sikap oposisi.
3. Melihat PDIPerjuangan dalam mewujudkan ideologi 1 juni sebagai pemenang pemilu
2014 melalui Nawacita Jokowi. Tentu saja dari tigaruang lingkup diatas agar penelitian ini tidak melebar dan memiliki batasan yang jelas, penelitian skripsi ini sebagai mana tertera di judul yakni melihat pergulatan (perjuangan ) PDIPerjuangan sebagai Partai Ideologis di Indonesia dengan melihat sikap politik Partaiguna menuju Ideologi partai 1Juni dan partai ideologi di Indonesia.
Keadaan ini lebih di karenakan perjalanan partai PDIPerjuangan rentang waktu 1999 sampai sekarang 2015 mengalami banyak pengambilan sikap politik Pragmatis.
SEJARAH SINGKAT PARTAI PDI PERJUANGAN
Perebutan kekuasaan oleh angkatan darat pada oktober 1965 menghasilkan percepatan politik massa ( Benedict Andeson 1983a:485). Sekaligus merupakan akhir periode Demokrasi terpimpin yang berakhir dengan kekerasan, setelah itu diberikannya mandat Supersemar melalui ketetapan No.IX kepada Suharto sebagai pemegang kekuasaan darurat dan eksekutif, ketetapan- ketetapan lain langsung meruntukan kekuasaan yang saat Itu masih di pegang Soekarno dengan menjungkir balikan melalui banyak aturan Hukum, yang melarang Presiden melakukan penyebaran atau usaha-usaha memajukan ajaran Maxsis-Leninisme, dengan begitu sikap Soekarno menunjukan tanda-tanda tidak terlalu memperdulikan pembatasan itu, MPRS mengeluarkan ketetapan No.V yang mengaharuskan Presiden memberikan pertanggungjawaban kepada MPRS terkait sebab-sebab “gerakan 30 September dan masalah yang ada”.
Namun jawaban Soekarno yang tidak bersedia menyesali tindakannya. Setelah itu tujuh bulan kemudian MPRS memberikan justifikasi formal mencabut mandat sebagai Presiden dalam sidang Khusus MPRS pada maret 1997, dan di ikuti dengan penunjukan Suharto sebagai pejabat Presiden. Dengan naiknya presiden Suharto sebagai presiden juga menunda untuk melakukan Pemilihan yang sebelumnya di rencanakan oleh Presiden Soekarno. Selama itu juga pembersihan terhadap embel-embel orde lama (Soekarno).
Dalam hal ini bersamaan juga melalui lembaga persiapan Undang-Undang pemilu yang sempat tertuda pembahasan dilanjutkan oleh DPR persi Orde Baru, naskah yang sebelumnya sudah selesai dan akan dibahas mengalami penolakan oleh KASI-Jaya dan delegasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa), sebagai respon maka pemerintah Soeharto tanggal 26 oktober 1966 mengajukan rancangan Undang-Undang Baru. Namun pengesahan Undang-Undang baru pun mengalami penundaan yang berakibat banyaknya protes dari kalangan masyarakat,cendikiawan,dan partai-partai politik. Penundaan pemilu berdasarkan perkembangan yang bisa diamati, perombakan yang dimaksud, perombakan struktur oleh kalangan yang pro terhadap hasil keputusan MPRS yaitu menghilangkan kemungkinan partai- partai politik memegang kendali kekuasaan. Tragedi 1965 yang berhasil mengubur PKI sebagai partai besar membuat partai-partai politik yang keluar sebagai pemenang pemilu 1955 melihat bahwa ada kesempatan untuk merebut suara yang di tinggal kan PKI, sementara itu disisi lain mileter yang sudah memegang kendali politik bersikap hati-hati, sebagai pemegang kendali politik mereka tidak mau kekuasaan yang sudah dipegang terlepasdari genggamannya, dengan begitu untuk menjamin adanya kepastian bahwa kemenangan akan diperoleh oleh pemerintah apabila pemilihan umum diselengaraka maka, pemerintah melakukan penggarapan terkait sistem pemilihan umum yang perlu diterapkan sehingga dapat memberi jaminan kemenangan bagi pemerintah.
Selanjutnya untuk menjamin kepastian kemengan beberapa partai yang dianggap bisa menjadi batu sandungan saat pemilihan umum juga mulai digaraap untuk mempersempit ruang partai-partai membangun basis. Seperti partai PNI yang hampir semua daerah juga di bekukan khususnya yang beralisasi kepada Soekarno (nasionalis), yang selanjut juga partai yang beraliasi Islam juga di garap. Pemilihan 1971 yang mengatarkan golkar sebagai pemenang. Terjadinya penggarapan yang dilakukan pemerintahan juga diiringan dengan adanya gagasan yang dikemukakan oleh Presiden Soeharto agar partai-partai politik disederhanakan yang dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu Nasionalis, Golongan Spritual, dan Golongan Karya. itu juga yang melatari fusi partai politik di tahun 1970. Yang pada tahun 1973 melahirkan kelompok Nasionalisdengan nama PDI dan kelompok Spritual PPP.29 PDI yang nantinya menjadi PDI Perjuangan dapat diibaratkan sebagai “anak haram” yang kelahirannya tidak dikehendaki tapi tak terhindarkan. Keharusan bagi Orba untuk membangun citra diri sebagai rejim demokratis mengharuskannya untuk menerima ide tentang parpol.
Akibatnya, kehadiran PDI bukannya dalam kerangka untuk merealisasi komitmen bangsa untuk menjadi sebuah sistem politik yang demokratis, tapi justru untuk memenuhi secara simbolik status Indonesia sebagai negara demokratis –karena punya parpol dan parlemen– di mata internasional. PDI merupakan fusi dari 5 parpol, yakni PNI, Parkindo, Partai katolik, Murba dan IPKI. Kelimanya memiliki latar belakang, basis sosial, ideologi dan sejarah perkembangan yang sangat berbeda. PNI adalah partai yang dibentuk di Kediri pada 29 januari 1946 yang merupakan fusi dari Serikat Rakyat Indonesia (Serindo), PNI Pati, PNI Madiun, Partai Kedaulatan Rakyat Yogya, PNI Palembang, PNI Sulawesi, Partai Republik
Indonesia (PRI) Madiun, serta beberapa partai lokal kecil lainnya.
Fusi dilakukan ketika diselenggarakannya Kongres Serindo I di Kediri, 29 Januari s/d 1
Pebruari 1946. Partai ini berasaskan Sosio-nasionalisme-demokrasi (Marhaenisme), suatu azas, ideologi, dan cara perjuangan yang dicetuskan Bung Karno yang ditujukan untuk menghapuskan kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme. Penggunaan azas ini mencerminkan keinginan para pendirinya untuk mengasosiasikan diri dengan Bung Karno sebagai pendiri PNI di masa lalu. Massa pendukung PNI terutama adalah kaum abangan, seperti disebut Rocamora, yang memiliki sistem patron-client dan petani non radikalisme.
Sumber dukungan pedesaan ini terutama bertumpu pada elit desa (para pamong dan lurah) dan juga birokrasi pemerintahan. Partai ini adalah partai massa –bukan partai kader atau partai program– karenanya massa aksi menjadi salah satu alat politik penting.
Tujuan PNI adalah mewujudkan masyarakat sosialis, yakni suatu masyarakat yang berdasarkan kedaulatan rakyat dan keadilan sosial. PNI adalah partai dengan perolehan suara terbanyak pada Pemilu 1955. Karenanya, aturan tak tertulis yang disepakati dalam proses fusi memberikan hak utama kepada tokoh PNI untuk menduduki posisi Ketua Umum PDI.
Parkindo adalah partai kedua terbesar dalam PDI menurut hasil Pemilu 1955. Partai ini didirikan pada 18 November 1945 sebagai respons atas Maklumat Pemerintah 3 November 1945. Partai ini merupakan fusi dari sejumlah partai Kristen lokal seperti Partai Kristen Indonesia (Parki) di Sumut, Partai Kristen Nasional di Jakarta, Persatuan Masehi Indonesia (PMI), Partai Politik Masehi (PPM) di Pematang Siantar. Partai ini mendasarkan legitimasi dan identitasnya pada agama, yakni Kristen yang merupakan kelompok minoritas permanen dalam konstelasi politik nasional. Paham kekristenan dijadikan sebagai azas partai. Basis dukungan partai ini menyebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera Utara, Timor, Minahasa, Toraja, dan sebagainya. Sebagai partai pemenang pemilu kedua terbesar yang bergabung dalam PDI, partai ini diberi hak atas posisi Sekjen dalam struktur PDI. Partai Katolik dibentuk pada 12 Desember 1945 dengan Partai katolik Republik Indonesia (PKRI) dan merupakan kelanjutan dari Pakempalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Pada masa belanda, PPKD –karena kebutuhan siasat politik– bergabung dengan Indische Katholieke
Partij. Ketuhanan Yang Mahasa Esa, Pancasila, dan azas kekatolikan ditempatkan sebagai azas partai. Sementara “kemajuan Republik Indonesia dan kesejahteraan rakyat” ditempatkan sebagai tujuan partai.
Dukungan sosial partai ini adalah umat Katolik yang menyebar di sejumlah daerah.
Partai ini adalah pemenang ketiga terbesar Pemilu 1955 yang berfusi dalam tubuh PDI.
Karenanya konsensus dalam proses fusi memberikan hak atas jabatan Bendahara bagi parpol ini. Murba didirikan oleh Tan Malaka pada 3 Oktober 1948 sebagai gabungan dari partai
Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka. Murba sebagai sebuah istilah mengacu pada “Golongan rakyat yang terbesar” yang tidak mempunyai apa-apa, kecuali otak dan tenaga sendiri”. Istilah ini kurang lebih sama dengan istilah proletar, akan tetapi –seperti ditegaskan dalam dokumen Kementrian Penerangan– memiliki sejarah hidup, corak dan musuh yang berbeda dengan proletar. Murba sebagai ideologi berbeda dengan Marhaenisme
Bung Karno karena adanya pengakuan Bung karno atas kepemilikan alat-alat produksi oleh kaum marhaen, sekalipun dalam skala yang sangat kecil dan subsisten. Azas Murba adalah anti fasisme, sebuah paham yang dikembangkan oleh Jepang dan Italia sebelum perang Dunia II, anti imperialisme dan kapitalisme. Tujuan partai ini adalah masyarakat sosialis. Dari sudut basis sosial, pendukung Murba sulit diidentifikasi. Murba hanya mendapatkan sedikit dukungan di Jawa bararat dalam Pemilu 1955 dan tidak mendapatkan satu pun kursi. IPKI dibentuk oleh tokoh-tokoh yang umumnya berasal dari lingkungan TNI.
Awalnya IPKI ini merupakan “kumpulan pemilih” yang berinisiatif untuk menghimpun tenaga-tenaga pejuang kemerdekaan, terutama dari lingkungan TNI AD untuk mempelopori perjuangan rakyat setelah revolusi fisik. IPKI berdiri pada 20 Mei 1954, satu setengah tahun sebelum Pemilu 1955 dan dimotori oleh Nasution yang pada waktu itu berada dalam status “hukuman” oleh Bung Karno sebagai akibat dari “Peristiwa Oktober 52”. Sebuah peristiwa dimana TNI mencoba untuk memaksa Bung Karno –dengan mengarahkan meriam ke istana negara– untuk membubarkan parlemen yang dinilai Nasution dan kawan-kawan mencampuri urusan TNI. Tujuan partai ini adalah mengakhiri dan melenyapkan seluruh penderitaan rakyat, lahir dan batin. Juga memberikan hikmah rohaniah dan jasmaniah kepada seluruh rakyat dengan menjamin keselamatan, ketentraman dan kemakmuran. Dalam dokumen partai disebutkan bahwa IPKI menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan dan pemimpinnya, dan menempatkan diri sebagai “Penyambung lidah golongan berkuasa” dan sekaligus “Pengabdi rakyat yang jujur dan setia”.
Dalam perjalanannya partai PDI masih banyak menyisahkan elatar belakang yang berbeda membuat fusi berlarut-larut di ikuti juga adaanya interpensi orde baru melalui daerah- daerah, pemerintah juga mengundang kelima tokoh partai yang berfusi namun juga belum bisa memantapkan akibatnya, fusi tidak bisa dielakkan lagi, karenanya para pimpinan parpol mulai melakukan beberapa pertemuan, yang dalam pertemuan menghasilakantiga kemungkinanan nama partai politik yaitu, Partai Demokrasi Pancasila, Partai Demokrasi Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia. Dan dengan begitu maka di pilihlah yang ketiga Partai Demokrasi Indonesia, yang di tandatangani pada 10 Januari 1973, tepat pada pukul 24.00, oleh wakil masing-masing parpol, yakni Mh. Isnaeni dan A. Madjid (PNI), A. Wenas dan Sabam Sirait (Parkindo), Ben Mang Reng Say dan FX. Wignjosumarsono (Partai Katolik), A. Sukarmadidjaja dan M. Sadrie (IPKI) dan S. Murbantoko dan J. Pakan (Murba). Hasil fusi disiarkan secara luas lewat konferensi pers tanggal 11 Januari yang dipimpin Ben Mang Reng Say dan didampingi oleh Isnaeni, Wenas, Sukarmadidjaja, dan Murbantoko. Pada tanggal 13 Januari 1973 dibentuk Majelis Pimpinan Pusat (MPP) di mana masing-masing unsur diwakili 5 orang dan sekaligus dibentuk DPP yang terdiri dari 11 orang dengan komposisi unsur 3:2:2:2:2 dimana posisi Ketua Umum diberikan pada PNI dan Sekjen Koordinator pada Parkindo sesuai dengan urutan perolehan suara Pemilu 1955. Susunan lengkap dari DPP adalah:
a. Ketua umum : Mh. Isnaeni
b. Ketua : A. Sukarmadidjaja
– Ketua : Ben Mang Reng Say
– Ketua : A. Wenas
– Ketua : Sugiarto Murbantoko
– Ketua : Sunawar Sukowati
c. Sekjen Koord : Sabam Sirait
– Sekjen : W.A. Chalik
– Sekjen : FS. Wignjosumarso
– Sekjen : John Pakan
– Sekjen : Abdul Madjid
DPP dilengkapi oleh lima departemen dengan satu ketua dan satu wakil, masing-masing Departemen Politik (Usep Ranuwidjaja dan John Pakan, Departemen Ekubang/Kesra (Sukarmadidjaja dan Sabam Sirait), Departemen Penerangan (Wenas dan Samosir), Departemen Pendidikan Kader/Pembinaan Massa (A. Madjid), dan Departemen Organisasi (Wignjosumarsono dan Tagor Harahap). Setelah pengurus terbentuk, pada 17 Januari 1973 DPP menghadap presiden guna melaporkannya, yang disambut gembira. Langkah selanjutnya adalah melakukan konsolidasi ke daerah-daerah dan untuk itu dibentuklah 8 tim, dengan wilayah kerja yang sudah ditetapkan. Tim dengan cepat mampu menyelsaikan tugasnya di 26 propinsi dengan terbentuknya DPD-DPD, yang terakhir disahkan tanggal 11 Juli 1973, yakni DPD Maluku. Pada tingkat DPC terjadi cukup banyak hambatan. Pada tahun 1973 sebanyak 154 cabang berhasil dibentuk. Pada tahun 1974 hanya 77. Tahun 1975, 20 cabang dan tahun 1976 hanya 6 cabang. Dan berdasarkan hasil rapat 28 November tahun 1975, dikeluarkan Instruksi No. 383/IN/D/DPP/XI/1975 untuk “segera membentuk Komisaris dan Komisaris Pembantu di setiap Kecamatan dan desa”.
Dalam diktum ketiga deklarasi ditegaskan pembentukan tim guna menyusun AD, struktur dan prosedur organisasi. Tim akhirnya dikenal dengan Tim 10 yang ditugaskan menyusun Piagam Perjuangan Partai, AD/ART serta Program Perjuangan Partai. Tim diketuai Sunawar yang kemudian digantikan oleh Sudjarwo karena Sunawar diangkat sebagai Dubes di Vietnam. Nama-nama Tim adalah Sadjarwo PNI-Ketua), Simorangkir (Wakil-Parkindo), Pakan (Sekretaris-Murba). Anggota-anggota adalah Chalik, Supangat, Wignjosumarsono, Samosir, TAM Simatupang, JB. Andries, dan MA Gowi. Hasil kerja Tim 10 akhirnya disampaikan kepada MPP yang kemudian melakukan serangkaian rapat (di rumah Hasjim Ning). Dalam Rapat MPP 5 Maret 1973 disepakati dua hal penting:
1. Menyelesaikan Piagam Perjuangan, AD, ART dan Program Perjuangan yang selanjutnya diserahkan pada DPP.
2. Setelah disahkan berdirinya DPD PDI Tingkat I dan DPD Tingkat II seluruh tanah air akan diselenggarakan suatu pertemuan yang luas dan bersifat nasional sebagai forum procedural untuk lebih memperlancar proses pemfusian.
Antara tanggal 8 s/d 10 Juni 1973, dalam sebuah rapat maraton di Cibogo, DPP dengan mengundang Tim 10 berhasil menyelesaikan AD/ART, sementara Piagam Perjuangan dan Program Perjuangan baru bisa dikukuhkan dalam rapat MPP 19-20 September 1973. Penyelesaian yang dicapai pada tingkat formal dan dokumen tidak dengan sendirinya membawa PDI ke arah fusi yang bersifat tuntas. Persaingan di antara tokoh lintas parpol dan tokoh satu parpol, egoisme unsur, campur tangan pemerintah, dan sebagainya tetap mewarnai perjalanan parpol ini. Hal ini disebabkan karena konflik bukan saja terus bertahan tapi justru semakin intensif. Secara umum sumber-sumber konflik adalah sebagai berikut:
Pertama, perbedaan-perbedaan latar-belakang, besaran, basis sosial, dan orientasi ideologis antar lima parpol. Kedua, perbedaan motif dan sekaligus metode untuk fusi. Ketiga, rivalitas dan saling curiga yang kuat di antara parpol. Keempat, rivalitas antar elit lintas parpol dan antar elit dalam satu parpol. Kelima, terjadi penyempitan struktur dari lima parpol menjadi satu yang memacu meningkatnya dinamika persaingan untuk menduduki jabatan yang semakin terbatas. Keenam, kelima hal di atas sangat diperburuk oleh ambisi rejim untuk menundukkan parpol dan bahkan mengkerdilkan parpol. Hal ini diikuti –dan ini yang sangat penting– oleh kuatnya keinginan rejim untuk mengeliminasi peran politik tokoh-tokoh yang dianggap “garis keras” dan jauh dari patuh pada Orba. Akibatnya, tekanan, manipulasi, intervensi, dan masih banyak lainnya demikian intens berlangsung.
Ada tiga siklus perkembangan PDI antara tahun 1973–1986 sebelum pembusukan total tokoh-tokoh lama dan munculnya generasi baru. Pertama, periode antara 10 Januari 1973 s/d 13 April 1976 saat berakhirnya Kongres I. Ini dapat disebut sebagai periode pemantapan fusi atau periode unifikasi, terutama karena sekalipun PDI secara legal formal sudah menjadi satu parpol, tapi dalam kenyataannya mekanisme unsur adalah mekanisme pokok yang berkembang. Upaya pemantapan dilakukan melalui Munas, 20-24 September 1973 –yang mengambil nama Konsultasi dan Penataran Nasional (KONFERNAS)– sebagai “forum prosedural untuk menciptakan pra-kondisi yang sebaik-baiknya menjelang Kongres I PDI”.
Sebelum (bahkan tanda-tandanya sudah muncul sebelum fusi) dan selepas Konfernas, perpecahan dan konflik internal mulai menggerogoti PDI. Konflik melibatkan baik lintas unsur, tokoh lintas unsur, maupun tokoh dalam unsur atau kombinasi tokoh lintas unsur.
Konflik membawa pemerintah terlibat dalam penyelesaian. Sebuah formula jaminan kepentingan akhirnya bisa dicapai di mana figur-figur utama yang berkonflik, Isnaeni dan Sunawar, diparkir di halaman luar kepengurusan partai dan muncullah figur baru, Sanusi Hardjadinata yang oleh pemerintah dilihat sebagai jalan keluar.
Tokoh PNI (yang sudah pernah menyatakan keluar dari PDI) dari lingkungan birokrasi dan PT ini, setelah berunding dengan pemerintah dan mengajukan sejumlah syarat, termasuk menyertakan Usep Ranawidjaja dalam DPP akhirnya memimpin PDI. Sanusi yang mendapatkan dukungan luas dari daerah-daerah ini dibebani dengan apa yang dikenal sebagai
“misi damai dan serasi” yang dalam kenyataannya gagal diwujudkan karena sengketa yang terus berlanjut. Kemunculan Sanusi membuat harapan bagi terwujudnya Kongres I, Kongres pemantapan Fusi mulai terbuka lagi setelah lama tenggelam dalam konflik. Beberapa kesepakatan ke arah kongres I akhirnya dicapai. Tetapi baru pada tanggal 30 Desember 1975 rencana kongres kembali diagendakan dalam rapat DPP dan akhirnya setelah rangkaian persiapan, Kongres I dapat diselenggarakan 11 – 13 April 1976. Dalam proses kongres, dua figur kunci, Isnaeni dan Sunawar, akhirnya sepakat untuk tidak masuk ke dalam DPP dan dengan demikian Kongres I berhasil menetapkan kepengurusan baru sbb:
a. Ketua Umum : M. Sanusi Hardjadinata
b. Ketua : Usep Ranawidjaja
– A. Wenas
– Wignjosumarsono
– A. Sukarmadidjaja
– Muhidin Nasution
– Abdul Madjid
– JHD. Tahamata
– FC Pelaunsuka
60
– Andi Parengrengi Tanri
– John B. Andrie
– IGN Gde Djakse
– RG Duriat
– Botosukardjo
– Rasjid Sultan Radja Mas
c. Sekjen : Sabam Sirait
– Wasekjen : Sulomo
– B.D. Blegur
– MB Samosir
– Adi Tagor harahap
– J. Pakan
– Andjar Siswojo
– VB Da Costa
d. BendaharaUmum : Sani Fenat
e. Bendahara : MT Siregar
– Ny Walandouw
– Mustafa Supangat
– Zakaria Ra’ib
Kedua, periode antara 1976 s/d 1981 (Kongres II). Periode ini dapat disebut sebagai periode krisis internal karena sedemikian seringnya konflik yang berakhir dengan krisis kepemimpinan melanda PDI. Ketiga, periode antara 1981 s/d 1986 (Kongres III). Periode ini dapat disebutkan sebagai periode re-unifikasi karena tugas pokok PDI adalah menyatukan kembali unsur dan personil yang bercerai-berai. Tapi juga bisa disebut sebagai periode pemantapan ideologi karena Kongres II secara dini telah menetapkan Pancasila sebagai ideologi partai. Ternyata bukan hal mudah bagi Sanusi menjalankan roda organisasi. Konflik terus bertambah dan spektrumnya bahkan semakin meluas. PDI akhirnya terbelah ke dalam 2 kelompok besar dan dikendalikan oleh 2 DPP yang saling berseteru.
Posisi dan sikap politik Sanusi ternyata jauh dari yang diharapkan penguasa. Ia sangat sulit dikendalikan, tidak seperti yang dibayangkan. Karenanya, adalah kepentingan kekuasaan rejim Orba untuk “melunakkannya”. Intervensi pemerintah dalam memicu konflik internal akhirnya menjadi pilihan cara yang diambil. Isnaeni dan Sunawar kembali mendapatkan ruang politik dalam PDI dan ini membawa PDI ke arah dua DPP. Lahir DPP ganda memberikan alasan masuk bagi pemerintah. Dengan alasan menjelang SU MPR, pemerintah akhirnya melibatkan Bakin untuk menyelesaikan masalah DPP kembar.
Dalam pertemuan antara tokoh-tokoh bertikai dengan Bakin tanggal 14 dan 16 Januari 1978 disepakati skenario penyelesaian – dikenal sebagai “Penyelesaian politis 16 Januari”– dimana DPP harus disusun kembali dengan melibatkan unsur kedua DPP yang bersaing.
Kedua kubu akhirnya harus mengiklaskan sejumlah pendukungnya terlempar dari kepengurusan. Konflikpun mereda untuk beberapa saat. Tetapi usia perdamaian hanya singkat. Konflik kembali menggila ketika Hardjantho dan kawan-kawan yang didukung penuh oleh penguasa melakukan Munas di Pandaan, Jatim (27-28 Pebruari 1979) yang akhirnya terus membawa PDI ke arah konflik tanpa akhir. Menjelang Kongres II arena konflik semakin meluas. Pemicunya adalah kehendak pemerintah untuk memunculkan figur yang dibayangkan sebagai “pendukung rejim”, dan mengakhiri karier politik Sanusi lewat cara “demokratis”, yakni kongres partai. Ijin kongres yang diajukan kubu Sanusi tidak digubris rejim dan sebaliknya Sudomo menyusun kepanitiaan kongres yang secara prinsip menggambarkan komposisi dari DPP berikutnya. Sanusi akhirnya harus berhadap-hadapan dengan pemerintah, terutama Pangkopkamtib.
Dalam kemelut yang terus berlanjut, Sanusi mengambil langkah yang mengagetkan, yakni mengundurkan diri sesaat sebelum Kongres II 1981. Padahal ia sudah ditawari aneka kemungkinan jabatan, mulai dari Dubes luar biasa sampai dengan presiden komisaris. Dalam surat-surat dengan Sudomo, Sanusi mengungkapkan moral dan politiknya yang tidak bisa menerima apa yang dilakukan pemerintah.
Mundurnya Sanusi membuka ruang politik yang luas bagi Kongres II untuk diselenggarakan sesuai dengan selera penguasa. Tetapi inipun tidak mudah karena pada tingkat DPP, perlawanan terhadap intervensi rejim muncul dari empat tokoh kunci –dikenal sebagai “Kelompok Empat”– yang akhirnya disingkirkan dari dewan. Kelompok Empat awalnya muncul dari “Kelompok Konstitusi” – Madjid-Aberson – yang mendapatkan dukungan dari Usep, Walandauw, dan Z. Ra’ib. Perlawanan Kelompok Empat akhirnya harus mengambil arena di luar partai. Dan dengan ini hambatan ke arah Kongres II tersudahi.
Setelah melewati berbagai negosiasi dan “dagang sapi”, Kongres II akhirnya diselenggarakan pada 13 – 17 Januari 1981 yang menghasilkan DPP baru sebagai berikut:
a. Ketua Umum : Sunawar Sukowati
b. Ketua : Hardjantho Sumodisastro
– A. Wenas
– F.S. Wignjosumarsono
– A. Sukarmadidjaja
– M. Nasution
– Mh. Isnaeni
c. Sekjen : Sabam Sirait 63
d. Wakil Sekjen : Jusuf Merukh
– V.B. Da Costa
– AP. Tanri
– J. Paka
e. Bendahara Umum : MB. Samosir
– Notosukardjo
– JHD. Tahamata
– M. Supangat
– Indra Bhakti
Periode ketiga adalah periode reunifikasi atau pemantapan ideologis. Berakhirnya
Kongres sedikit melahirkan ketenangan sekalipun sisa persoalan sebelumnya masih belum
terselesaikan. DPP baru belajar dari pengalaman bahwa kehendak penguasa tampaknya harus
dinomorsatukan jika ketenangan internal parpol ingin dicapai. Hal ini tercermin dari
keputusan partai untuk mencanangkan empat komitmen yang seluruhnya menyenangkan
rejim Soeharto, yakni:
a. Komitmen terhadap Orba.
b. Pengakuan atas Dwifungsi ABRI.
c. Penyatuan diri dengan kepemimpinan nasional di bawah Soeharto.
d. Partisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
Hal-hal di atas dianggap bagian paling strategis untuk mensukseskan “Empat Mantap PDI” yang merupakan program strategis yang sudah mulai dibicarakan selepas SU MPR, 1983, yakni usaha-usaha konsolidasi di bidang ideologi, wawasan, dan organisasi. Tetapi perkembangan selanjut menunjukkan bahwa Orba tidak semata-mata menginginkan PDI yang patuh pada rejim, tapi lebih lagi PDI yang kerdil yang tak akan pernah menjadi pesaing apalagi ancaman bagi kelangsungan hidup kekuasaan rejim. Hal ini akhirnya kembali membawa PDI ke dalam konflik serius yang mencapai puncaknya pada Kongres III yang akhirnya dialihkan kepada pemerintah. Hanya saja konflik selama periode ini memiliki target yang lebih jelas, yakni sebagai cara untuk membusukkan secara total para politisi lama PDI yang dalam pengalaman Orba ternyata tidak bisa dikendalikan. Untuk itu secara diam-diam sebuah lapisan generasi baru yang diyakini lebih “Orba” dalam berpikir dan bertindak yang berbasis pada Litbang PDI dipelihara sebagai kekuatan baru yang nantinya menjadi sumber rekrutmen utama untuk kepengurusan DPP pasca Kongres III. Konflik periode ini mencapai titik-titik puncak ketika gagasan Munas versus Kongres muncul.
Pasca Desember 1984, setelah Sunawar dan Hardjantho didamaikan Mendagri, muncul tuntutan (dari KBGP PDI DKI Jaya) agar Kongres Luar Biasa digelar dan ini disambut dengan antusias oleh kubu Hardjantho, sebaliknya ditentang kubu Sunawar yang menghendaki Munas. Akhirnya kubu Kongres yang “memenangkan pertarungan” setelah pertemuan antara Mendagri dengan kubu yang bertikai, 5 Desember 1985, menyepakati penyelenggaraan Kongres yang akhirnya diselenggarakan pada 15–18 April 1986. Setelah melalui proses yang sangat alot, Kongres gagal melahirkan kepengurusan DPP baru dan akhirnya dipasrahkan kepada Mendagri untuk menyusun DPP baru. Mendagri –setelah berbagai konsultasi– akhirnya memunculkan generasi baru yang sudah disiapkan sebagai pengurus DPP dengan menyudahi secara total keterlibatan figur-figur lama. DPP hasil bentukan pemerintah adalah sebagai berikut:
a. Ketua Umum : Drs. Soerjadi
b. Ketua : BN. Marbun
– Sukowaluyo
– Noor Achari 65
– Yahya Nasution
– Duddy Singadilaga
c. Wakil Ketua: Andjar Siswojo
– Marcel Beding
– Parulian Silalahi
– Fatimah Ahkmad
– Jupri
– Royani Haminullah
d. Sekjen : Nico Daryanto
e. Wakil Sekjen : Titi Yuliasih
– Dimmy Haryanto
– Anwar Datuk
f. Bendahara : Lencang
g. Wakil Bendahara : St. J. Benuhardjo
– Stef Patrick Nafun
– Markus Wauran
Tahun-tahun awal masa kerja DPP baru berjalan normal dan mulai menunjukkan tandatanda ke arah berakhirnya konflik. Tetapi watak kader PDI sebagai “pemberontak” terhadap rejim tak bisa dibunuh hanya dengan menguburkan tokoh-tokoh senior. Generasi baru ini ternyata juga memendam mimpi untuk dapat independen dan sekaligus tumbuh menjadi partai besar. . Dan ini dilihat sebagai ancaman bagi kelangsungan kekuasaan dan dominasi Golkar dan militer. Karenanya, sekali lagi, generasi muda yang dibayangkan sebagai lebih bisa berpikir dan bertindak dalam logika “Orba” mesti ada yang kembali dikorbankan. Konflik akhirnya muncul kembali. Puncaknya adalah Kongres Medan yang penuh dengan kekerasan dan mengakhiri karier politik Soerjadi untuk sementara, tapi kemudian dihidupkan kembali 66 oleh Orba dalam rangka menjegal Megawati, figur baru yang tumbuh secara diam-diam dan mendapatkan dukungan luas di kalangan arus bawah partai.
Kehendak penguasa untuk mengakhiri karier Soerjadi sudah bulat. Sejumlah “dosa politiknya” terhadap Orba mengharuskan ia dikubur, sama dengan para senior sebelumnya. Kongres Medan dipersiapkan untuk itu. Tapi, Soerjadi memutuskan untuk mencoba melawan. Akibatnya, “aklamasi” bagi kembali berkuasanya Soerjadi dilakukan tubuh ini. Tapi ini melahirkan penentangan luas, apalagi kehendak penguasa memang bergerak ke arah itu.
Kontroversi yang terus berlangsung akhirnya ditemukan jalan keluarnya lewat penyelenggaraan Kongres Luar Biasa di Surabaya.
Di luar skenario dan ekspektasi penguasa, perjalanan KLB Surabaya memunculkan figur baru yang lebih mengancam kelangsungan Orba: Megawati. Karenanya, segala kemungkinan cara akhirnya ditempuh penguasa untuk menghalangi kemunculan figur ini.
Tetapi tekad arus bawah, dukungan publik dan media, serta konsistensi sikap membawa kemenangan de facto bagi Megawati untuk memimpin DPP. Keputusan KLB sudah tentu ditolak penguasa. Kekuatan-kekuatan rejim yang berada dalam parpol terus dimobilisasi untuk menggagalkan hal ini. Tapi hasilnya sangat mengcewakan rejim. Akhirnya, lewat proses Munas di Jakarta penguasa dengan terpaksa harus mengakui legalitas formal Mega sebagai pimpinan baru.
Tapi ini tidak membuat penguasa berputus asa. Segala jalan tetap ditempuh untuk menyudahi perannya, apalagi tanda-tanda bahwa PDI akan menjadi kekuatan sangat berpengaruh mulai jelas tampak di bawah kepemimpinan Megawati. Mencari figur untuk “mengimbangi” Mega dalam pengaruh di arus bawah bukan pekerjaan mudah. Sejumlah tokoh senior partai seperti Budi Hardjono sudah coba diplot. Tapi hasilnya tetap mengecewakan. Dalam kepanikan inilah figur Soerjadi kembali dilirik. 67
Soerjadi memiliki keunggulan. Ia sempat membangun jaringan struktur partai yang cukup solid hingga ke daerah-daerah. Kekuatan inilah yang akhirnya dipakai. Dan Soerjadi sepakat pada ide ini. Dalam konteks inilah, sebuah persekongkolan dibangun. Muncul tuntutan dari daerah-daerah untuk menyelenggarakan KLB untuk mengakhiri kepemimpinan Mega.
Dan ini harus segera karena Pemilu segera akan digelar. Untuk itu semua jaringan institusi teritorial tentara dan birokrasi daerah diperintahkan untuk sepenuhnya berada di balik gagasan KLB. Teror, intimidasi, iming-iming dan masih banyak lagi langkah disiapkan di daerah-daerah. Sementara di tingkat DPP lebih dari sebagian anggota DPP digarap. Hasilnya adalah KLB. Tapi ini justru melahirkan penentangan lebih luas. Arus bawah, media, pengamat dan berbagai komponen lainnya melakukan perlawanan serentak. Hasil akhirnya adalah DPP kembar. Di tingkat Jakarta dan daerah-daerah, perlawanan kolektif yang melibatkan elemen lebih luas, termasuk LSM, terhadap hasil KLB muncul secara konsisten.
Di tengah-tengah keputusasaan ini, cara kekerasan dijadikan pilihan oleh penguasa. Hasilnya adalah Peristiwa 27 Juli 1996 yang memakan korban jiwa dan harta benda yang besar.
DINAMIKA PERGULATAN LAHIRNYA PARTAI PDI PERJUANGAN
1. Dinamika Lahirnya Partai PDI Perjuangan Di Jalan Diponogoro. Situasi politik Indonesia pasca tragedi 65 dan naiknya Soeharto Orde sebagai Presiden,
merubah gerak dan sistem politik di Indonesia, situasi ini mulai dikendalikan setelah tahun 1967, Soeharto yang di dukung oleh angkatan darat, dalam mempertahankan kekuasaan
melakukan banyak hal khususnya dengan lawan-lawan politiknya, partai politik yang sebelum nya dalam pemilu 1955 dianggap merupakan membahayakan kekuasaan, dengan begitu bebarapa cara mulai di lakukan Soeharto dengan orde baru nya, penggodokan yang
dilaksanakan Orde Baru di mulai dari adanya penundaan Pemilu hal ini di sebabkan pemerintah Orde Baru yang dimotori oleh Angkatan Darat denga tokoh utamannya Soeharto masih melakuakan persiapan untuk kemenangan orde baru bila pemilihan Umum
diselenggarakan, disisi lain pemerintah juga melakukan interpensi terhadap partai politik yang berakhir dengan fusi, di barisan Nasionalis (PDI) yang merupakan fusi lima partai interpensinya terus berlanjut, hal ini di anggap ada beberapa masalah sebagai mana sejarah
kelahiran PDI yang di jelaskan sebelumnya Pemerintah melalui berbagai cara meredam lawan politiknya, di PDI orang-orang yang tidak sepakat atau sejalan bagaimana cara harus disingkirkan sebagi pucuk pimpinan Partai Khususnya PDI, koflik di dalam partai PDI terus
terjadi, keadaan ini melanggengkan golkar sebagai partai pemerintah mendapatkan kemenangan besar dalam pemilu.
Sementara itu, dalam perjalanan nya PDI di dalam pemilu 1992 membuat pemerintah terkejut hal ini di karenakan sebelunya suara yang di dapat PDI tidak beranjak naik. Kejadian
ini membuat bebrapa pihak khawatir, hal ini di karenakan naiknya Mega Wati sebagai ketua umum pasca pemilihan 1992, dengan asumsi bahwa pemilihan selanjutnya yang akan di laksanakan 1997 akan memberikan suara yang besar hal ini di karenakan Megawati salah satu
putri mendiang Presiden Soekarno yang masih memiliki pengaggum, hal ini mengakibatkan interpensi pemerintah mengharuskan menyingkirkan Megawati sebagai ketua umum pasca disingkirkannya Soerjadi. Karenanya, segala kemungkinan cara akhirnya ditempuh penguasa
untuk menghalangi kemunculan figur ini. Tetapi tekad arus bawah, dukungan publik dan media, serta konsistensi sikap membawa kemenangan de facto bagi Megawati untuk memimpin DPP. Keputusan KLB sudah tentu ditolak penguasa. Kekuatan-kekuatan rejim yang berada dalam parpol terus dimobilisasi untuk menggagalkan hal ini. Tapi hasilnya sangat
mengcewakan rejim. Akhirnya, lewat proses Munas di Jakarta penguasa dengan terpaksa harus mengakui legalitas formal Mega sebagai pimpinan baru. Dengan cara menimbulkan
Tokoh-tokoh yang dianggap mampu menanding kepemimpinan Megawati seperti , tapi ternyata hal ini juga tidak berhasil, derasnya dukungan arus bawah untuk Megawati mengakibatkan Pemerintah melirik kembali Tokoh yang sebelumnya di singkirkan yaitu
Soerjadi, di karenakan Soerjadi memiliki keunggulan. Ia sempat membangun jaringan struktur partai yang cukup solid hingga ke daerah-daerah. Kekuatan inilah yang akhirnya dipakai.
Berangkatdari semua itu Soerjadi sepakat pada ide ini. Dalam konteks inilah, sebuah persekongkolan dibangun. Muncul tuntutan dari daerah-daerah untuk menyelenggarakan KLB untuk mengakhiri kepemimpinan Megawati . Dan ini harus segera karena Pemilu segera akan digelar. Untuk itu semua jaringan institusi teritorial tentara dan birokrasi daerah diperintahkan untuk sepenuhnya berada di balik gagasan KLB. Teror, intimidasi, iming-iming dan masih banyak lagi langkah disiapkan di daerah-daerah. Sementara di tingkat DPP lebih dari sebagian anggota DPP digarap. Hasilnya adalah KLB. Tapi ini justru melahirkan penentangan lebih luas. Arus bawah, media, pengamat dan berbagai komponen lainnya melakukan perlawanan serentak.
Hasil akhirnya adalah DPP kembar. Di tingkat Jakarta dan daerah-daerah, perlawanan kolektif yang melibatkan elemen lebih luas, termasuk LSM, terhadap hasil KLB muncul secara konsisten. Di tengah-tengah keputusasaan ini, cara kekerasan dijadikan pilihan oleh penguasa. Tergususrnya Mega Wati dari kursi kepemimpinana PDI ternyata tidak membuat surut para pendukungnya untuk tetap mengakui kepemimpinananya seraya menolak keabsahanya DPP PDI hasil kongres yang dipimpin Soerjadi, kegigihan itu mulai runtuh setelah adanya perintah secara resmi hanya mengakui DPP PDI Soerjadi sebagai yang sah dan tak lama kemudian kantor DPP PDI di jalan Diponogoro Jakarta yang semula di diami olehMegawati diserbu oleh Orang yang mengaku Pendukung Soerjadi, Hasilnya adalah Peristiwa 27 Juli 1996 yang memakan korban jiwa dan harta benda yang besar.
Peristiwa 27 Juli 1996 di Jalan Diponogoro
Setelah mengalami konflik internal yang semakin meluas yang di sebabkan oleh adanya perebutan pucuk pimpinan partai, antara PDI kubu Megawati dan Soeriyadi puncaknya tanggal 27 juli 1996 terjalah peristiwa yang memakan korban di jalan diponogoro tepat di kantor pusat PDI, berikut Kronologi peristiwa 27 Juli;
Pukul 01.00 Di Markas PDI ada sekitar 300 orang yang berjaga – suatu kebiasaan yang mereka lakukan sejak Kongres Medan lalu. Di luar pagar, ada sekitar 50 orang. Satgas dan simpatisan Mega mulai terlelap dan sebagian ada yang main catur di pinggir pelataran kantor dan juga di Jalan Diponegoro dengan beralaskan terpal. Pukul 03.00 Para pendukung Mega mulai mencium sesuatu bakal terjadi, setelah patrol mobil polisi berkali-kali melintas. Sebagian dari mereka mencoba memantau keadaan dari
jembatan kereta api Cikini. Pukul 05.00 Serombongan pasukan berbaju merah — kaus PDI — bergerak menuju Diponegoro 58. Konon mereka diangkut dengan delapan truk. Pukul 06.15 Pasukan berkaus merah tadi akhirnya sampai di depan Kantor PDI dan kedatangan mereka disambut para pendukung Mega dengan lemparan batu.
Pasukan merah tadi pun membalas dengan batu dan lontaran api. Maka, spanduk yang menutupi hamper semua bagian depan Kantor PDI terbakar ludes. Bentrok fisik pun tak terhindarkan. Sebuah sumber mengatakan ada empat orang tewas, tapi angka ini belum dikonfirmasi. Semua jalan menuju ke arah Diponegoro sudah diblokir oleh kesatuan polisi. Perempatan Matraman menuju ke Jalan Proklamasi ditutup dengan seng-seng Dinas Pekerjaan Umum yang sedang dipakai dalam pembangunan jembatan layang Pramuka-Jalan Tambak. Massa sudah berkumpul di depan Bank BII Megaria. Sedang di samping pos polisi sudah nongkrong dua mobil anti huru-hara dan empat mobil pemadam kebakaran persis di depan DPP PDI. Polisi anti huru-hara terlihat ketat di belakang mobil anti huru-hara dan di depan Kantor PDI.
Pukul 09.15 Di samping Kantor PDI (dan PPP) terlihat massa — yang tampaknya bukan dari PDI — sedang baku lempar batu dengan ABRI yang bertameng dan bersenjatakan pentungan. Jerit dan teriak terdengar. Massa terus melempar pasukan dengan batu. Salah seorang massa yang ikut aksi lempar batu, ketika ditanya apa mereka pendukung Megawati, spontan menjawab, “Kami semua di sini rakyat”.
Pukul 09. 24 Massa di belakang Gedung SMP 8 dan 9, di samping Kantor PDI dan PPP, mulai terdesak mundur ketika ada bantuan pasukan yang tadinya hanya berjaga-jaga di bawah jembatan kereta api. Mereka dipukul mundur sampai di belakang Gedung Proklamasi. Tiga wartawan foto mulai membidik massa yang lari tunggang langgang, Sedang salah seorang wartawan foto mendekati pasukan loreng dan berusaha mengambil gambar. Tiba-tiba seorang wartawan foto — yang belakangan diketahui bernama Sukma dari majalah mingguan Ummat — terlihat dipukuli pasukan loreng dan diseret bajunya (Lihat berita KOMPAS, 29 Juli 1996, Red). Dari sana Sukma — dengan menarik bajunya — dibawa ke belakang Gedung SMP 8 dan 9 Jakarta, tempat pasukan loreng berkumpul yang berjarak 300 meter dari tempat pertama pemukulan.
Pukul 09. 35 Massa di depan Megaria yang diblokade pasukan polisi anti huru-hara, melempar batu ketika mobil ambulans dari Sub Dinas Kebakaran Jakarta yang meluncur dari kantor DPP PDI mencoba menerobos kerumanan massa dan polisi di depan Bank BII di pertigaan Megaria. Massa yang berada di depan gedung bioskop Megaria dan Bank BII,
berteriak-teriak dan bernyanyi, “Mega pasti menang, pasti menang, pasti menang”. Pukul 09. 45 Wartawan dalam dan luar negeri, yang sedari pagi berkumpul di depan pos polisi, mulai dihalau oleh pasukan anti huru-hara menuju kerumunan massa di depan Bank BII. Saat itu juga terlihat kepulan asap hitam membubung dari DPP PDI. Salah seorang satgas PDI pro Mega mengatakan bahwa sebagian Kantor PDI sempat dibakar dan arsip-arsip di dalam kantor sudah dimusnahkan. Korban tewas dari PDI pro Megawati yang berada di DPP
diperkirakan empat orang. Sekitar 300 orang luka parah, 50 orang diantaranya dari cabang- cabang Jawa Timur yang tengah berjaga-jaga di Kantor PDI.Jalan Diponegoro di depan DPP
PDI mulai dibersihkan dari batu-batu dan bekas kebakaran. Seonggok bangkai mobil dan motor yang terbakar juga disiram dan berada persis di depan pintu masuk Kantor PDI.
Pukul 11. 30 Ribuan massa terus bertambah dan terpisah letaknya di tiga tempat. Yaitu di depan Bioskop Megaria, di depan BII, serta di depan Telkom, persis di depan jalan tempat Proyek Apartemen Menteng. Mereka menjadi satu kerumunan besar di pos polisi di bawah jembatan kereta api layang. Belum lagi massa dari arah Selatan di bawah jembatan laying kereta api yang sebelumnya dipukul mundur, sudah mulai bergerak maju dan menjadi satu kembali dengan massa besar tadi. Mimbar bebas pun digelar. Helikopter polisi terus memantau massa yang mulai mengadakan mimbar bebas. Dipandu aktivis pemuda, mimbar bebas menjadi ajang umpatan pada aparat keamanan, dan sanjungan untuk Mega. “Mega pasti
menang, pasti menang, pasti menang…..,” terus terdengar. Massa yang masih di dalam pagar lintasan kereta api mulai merobohkan pagar besi, lantas menyatu dengan massa peserta mimbar bebas.
Pukul 11. 40 Massa yang berada di dalam pagar lintasan kereta api mulai melempar batu ke arah aparat yang sudah berjaga-jaga di depan SMP 8 dan 9 Jakarta. Terdengar dari
kejauhan massa di mimbar bebas terus berteriak mengecam aparat berseragam loreng. Batu- batu yang beterbangan membuat wartawan berlindung di belakang blokade polisi dan
sebagian lagi menyelamatkan diri dengan berlindung di mobil anti huru-hara Pihak kepolisian Jakarta Pusat berusaha menenangkan massa yang melempari pasukan
dari Yon Kavaleri VII dan Yon Armed 7 Jayakarta. Massa yang terus bergerak membuat pasukan berseragam loreng bertahan di sekitar Jalan Pegangsaan Timur. Di depan pos polisi, massa yang terus bertambah jumlahnya memenuhi pentas mimbar bebas. Massa di depan bioskop Metropole Megaria merobohkan pagar besi pembatas jalan dan bergabung menyaksikan mimbar bebas. Salah seorang tampak berdiri di tengah lingkaran massa dengan membawa tongkat berbendera Merah Putih yang dikibarkan setengah tinggi tongkat. Dia berteriak, “Kita di sini menjadi saksi sejarah. Kawan-kawan kita mati di dalam Kantor PDI.
Kita harus menunggu komando langsung dari Ibu Mega,” teriaknya lantang. Yang lain menyanyikan, “Satu komando….. satu tindakan.” Kemudian ada doa bersama untuk mereka yang tewas.
Pukul 12. 40 Pihak keamanan meminta utusan mimbar bebas untuk bersama-sama pihak keamanan masuk melihat situasi di dalam Kantor PDI. Lima orang akhirnya dipilih, sementara mimbar bebas terus berjalan.
Pukul 12. 45 Bantuan polisi dari satuan Sabhara Polda Metro Jaya mulai berdatangan memenuhi jalan depan Kantor PDI. Sedang lima orang utusan di bawah pimpinan Drs. Abdurrahman Saleh, bekas pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, masuk ke dalam kantor DPP yang porak poranda. Sekitar lima menit berada di dalam Kantor PDI, lima utusan tadi ke luar. Salah seorang wakil utusan, ketika ditanya TEMPO Interaktif tentang bagaimana kondisi di dalam kantor DPP, mengatakan, “Di dalam tidak ada apa-apa; darah berceceran di semua ruangan.” Orang ini bercerita sambil menahan tangis; matanya sarat air mata, sambil membawa jaket merah PDI bernama dada Nico Daryanto, mantan Sekretaris Jenderal PDI, dan satu spanduk merah. Kelima utusan tersebut didaulat naik ke atas mobil anti huru-hara untuk melaporkan keadaan di dalam gedung. Baru beberapa kata terucap dari utusan tadi, sebuah batu melayang entah darimana dan mengenai tangan seorang utusan yang berdiri di atas mobil anti huru-hara. Akhirnya, laporan keadaan Kantor PDI berhenti sampai di situ.
Pukul 13. 52 Pengacara Megawati, RO Tambunan, berpidato di depan Kantor PDI. Dia mengatakan, “Kita menduduki Kantor DPP karena Megawati adalah pimpinan yang syah.
Negara ini adalah negara hukum, jadi tunggu proses hukum selesai,” katanya keras. Yang dimaksud Tambunan adalah proses hukum berupa tuntutan Megawati ke alamat Soerjadi dan
sejumlah pejabat pemerintah di pengadilan yang sampai kini masih disidangkan, sehingga status Kantor PDI belum diputuskan.Menurut RO Tambunan, Kapolres Jakarta Pusat sudah berjanji tidak seorang pun diperkenankan masuk, termasuk kubu Soerjadi. Barang-barang tak satu pun boleh keluar dari dalam kantor; pihak pengacara akan mendaftar barang-barang DPP.
“Ini negara hukum, kita harus turuti perintah hukum,” ujar Tambunan. Pukul 14. 05 Soetardjo Soerjogoeritno, salah satu pimpinan DPP PDI yang pro Megawati, tiba-tiba terlihat berjalan mendekati Kantor PDI. Sesaat kemudian Soerjogoeritno bicara dengan Kapolres Jakarta Pusat soal status Kantor PDI. Massa yang mencoba mendekati
Soerjogoeritno dihalau anggota Brimob yang bersiaga dengan anjing pelacak. Tapi, melihat ribuan orang, dua anjing herder itu tak berani bergerak mengejar massa. Massa makin berani.
“Kami ini manusia, kok dikasih anjing,” kata seseorang marah. Siang itu pula setumpuk Koran Terbit yang memberitakan Kantor DPP PDI Diserbu, ramai-ramai dirobek-robek.
Pukul 14. 29 Hujan batu terjadi. Massa yang di berada depan pos polisi melempari barikade polisi anti huru-hara. Satuan anti kerusuhan itu terpaksa mundur dan berlindung dari hujan batu. Mobil anti huru-hara yang tetap nongkrong di bawah jembatan layang dilempari batu bertubi-tubi. Dua lapis barisan polisi dan tentara bergerak maju. Dengan tameng dan tongkat mereka merangsek maju menghalau massa. Maka, ribuan orang itu beringsut mundur ke arah Salemba. Ada sekitar seratus orang yang berlindung di dalam gedung Kedutaan Besar Palestina, persis di depan Kantor PDI. Di samping Kantor PDI, di Kantor PPP, terlihat puluhan wartawan berkumpul. Sementara itu, polisi dan tentara mengejar massa sampai di depan Rumah Sakit Cipto (RSCM). Beberapa orang terlihat dipentung dengan rotan. Seorang siswa STM 1 Jakarta, menangis di depan bioskop Megaria — lengannya patah ketika menangkis pukulan dan pentungan petugas. Di depan Megaria itu suasananya gaduh, ambulans meraung-raung terus menerus. Korban-korban yang bocor kepalanya dan luka-luka diseret ke depan Kantor PDI dan menjadi bidikan foto wartawan.
Pukul 15. 00 Enam buah panser mulai berdatangan di depan pos polisi Megaria. Persis di depan Rumah Sakit Cipto (RSCM), sebuah bus tingkat dibakar massa. Tak jauh dari bus yang terbakar, satu lagi bus PPD nomor trayek 40, disiram bensin dan dibakar dengan sebuah korek api. Terbakarlah bus jurusan Kampung Rambutan-Kota itu.
Pukul 15. 37 Persis di depan Fakultas Kedokteran UI Salemba, sebuah bus Patas PPD nomor trayek 2, habis terbakar. Ribuan massa mulai mencabuti rambu-rambu lalu lintas dan menghancurkan lampu lalu-lintas di pertigaan Salemba. Asrama Kowad — yaitu gedung
Persit Kartika Candra Kirana — merupakan gedung pertama yang diamuk massa. Pertamatama dengan lemparan batu dari luar, kemudian massa masuk ke halaman, dan membakar
gedung tersebut. Sebuah kendaraan jip yang diparkir di halaman dibakar massa, menimbulkan api yang besar. Wisma Honda yang terletak di sebelah Barat gedung Persit, tak luput dari lemparan batu. Tapi, beberapa jam kemudian, gedung Honda itu pun habis dilalap si jago merah. Massa kemudian bergerak ke arah Selatan dan membakar Gedung Departemen Pertanian yang berlantai delapan. Sebuah sedan Mercy juga dibakar habis.
Pukul 15. 55 Massa terus bergerak ke arah Matraman. Maka, beberapa gedung pun jadi korban amukan api yang disulut massa. Pertama-tama gedung Bank Swansarindo Internasional. Api yang berasal dari karpet lantai dan korden jendela kaca itu dengan cepat merambat ke atas gedung berlantai lima ini. Show room Auto 2000 yang berada disebelahnya juga tidak luput dari amukan massa dan dibakar beserta mobil yang dipamerkan di dalamnya. Selanjutnya Bank Mayapada juga dibakar massa. Ribuan massa terus bergerak ke arah Matraman. Dengan tembakan ke udara, massa mulai tercerai-berai. Sebagian ke arah Pramuka, sebagian lagi ke arah Proyek Perdagangan Senen. Sebelumnya, seorang polisi kelihatan memegangi kepalanya yang bocor kena lemparan batu. Dia berkata kepada seorang rekannya yang berseragam loreng, “Bapak yang bawa senjata ke depan saja Pak.”
Pukul 16. 19 Massa rupanya melempari Bank BHS di Jalan Matraman. Kelihatan api mulai menyala di samping gedung BHS, tetapi tidak sampai menyentuh gedung bank itu karena sepasukan tentara berbaret hitam dengan tronton pengangkut pasukan segera tiba.
Sedangkan jalan Salemba Raya terlihat gelap. Asap hitam tebal dari gedung Bank Mayapada dan Auto 2000 membubung ke udara. Massa yang bergerak ke arah Salemba inilah yang kemudian membakar gedung Darmex, Gedung Telkom, terus sampai ke arah Senen. Namun mereka dihalau panser tentara dan gagal mencapai Senen.
Pukul 16. 33 Tiga panser didatangkan ke perempatan Matraman. Panser ini berhasil membubarkan massa yang merusak semua rambu-rambu lalu lintas.
Pukul 19.00 Massa di Jalan Proklamasi mulai berkerumun. Tak lama kemudian mereka membakar toko Circle K, Studio SS Foto, dan beberapa bangunan lagi. Aksi dikabarkan berlangsung sampai pukul 01.00 dinihari.32 (mis/Sumber: TEMPO Interaktif, edisi 23/01 – 10/Agustus/1996)
PDI Pasca Tragedi 27 Juli 1996
Peristiwa yang terjadi 27 juli 1996 ini menelan korban sekaligus membuat PDI terbelah menjadi dua kubu, disisi lain pristiwa Kudatuli menurut Soeyono” pengambil alihan Kantor DPP PDI tanggal 27 juli 1996 merupakan klimaks dari upaya mengembosi pamor Megawati dan menaikan popularitas Hardiyanti Soeharto33. Tragedi politik 1996 juga membuat ekonomi menuju kearah Krisis, ditengah krisis ekonomi yang parah pemilihan tetap dilaksanakan yang kemudian golkar sebagai partai penguasa mengalami peningkatan sebagai pemenang dalam pemilu dan dipihak PDI kubu soerjadi yang mengalami hilang totalnya suara, hal ini tidak lain karna adanya perlawanan dari sosok Megawati dengan di keluarkan nya” Perintah Harian Ketua Umum” bahwa dia akan Golput dalam pemilu 1997, sikap ini juga mampu mempengaruhi pendukung setia Mega wati. Kekalahan total yang dialami PDI Soerjadi dan krisis yang menerpa Indonesia dengan adanya penolakan Soeharto yang berujung kerusuhan 1998 sekaligus terjadinya pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden dan digantikan Habibie, sebagai presiden, bukan berarti jalan mulus bagi kelompok PDI Mega Wati, namun pemerintah melalui sikap tidak diakuinya atau status Lega terhadap PDI barisan Mega, hal ini untuk tetap memastikan bahwa PDI tidak muncul sebagai kekuatan politik.
Akhirnya melalui KLB di bali memutuskan perubahan nama ke PDI Perjuangan, hal ini semata-mata guna memenuhi syrat legal untuk dapat menjadi peserta pemilu, hal ini juga membawa kelompok PDI Perjuang dalam melakukan Aktifitas kepartaian yang sebelumnya di jalan diponogoro pindah ke jalan Lenteng Agung No. 99 Jakarta Selatan.
Sebenarnya apa yang terjadi pada teragedi kuda tuli ini puncak dari adanya konflik internal yang terjadi dengan kehadiran ketokohan Megawati, seperti yang diungkapkan oleh kader PDI P ketika penulis melakukan wawancara, PDI pada waktu itu mulai meningkat dengan hadirnya Megawati dan Guruh, namun kebesaran PDI tidak di inginkan oleh penguasa terutama yang berbaur soekarno, sehingga dimaikan lah konflik internal yang puncaknya dalam monas di Surabaya secara defakto Megawati sebagai ketua umum namun tidak ada pelantikan dan dilanjutkan di medan dan dilanjutkan dengan penguasaan kantor oleh Megawati yang dalam pemilu 1997 Megawati melakukan boikot dengan tidak ikut pemilu.
Dan berakhir dengan teragedi kuda tuli.34 Selain itu juga diungkapkan oleh Susanto Pola molo sebagai kaum Nasionalis juga mengatakan bahwa kelahiran PDI Perjuangan karena adanya peran pemerintah disamping juga adanya gejolak internal yang memcu kuda tuliyang merupakan perang antar faksi nasionalis yang berujung pada kesimpulan harus ada kepemimpinan kelompok nasionalis yang dikemudian muncul Megawati yang dianggap mampu untuk mempersatu kelompok nasionalis35. Artinya dalam hal ini kemunculan PDI Perjuangan yang dikemudian hari tidak jauh berbeda dari kemunculan PDI sebelumnya, terjadinya konflik antar faksi yang dimanfaatkan oleh pemerintah yang mengakibatkan terjadinya peristiwa kuda tuli sebagai perebutan simbol kekuasaan partai, namun betapa pun ada peran pemerintah didalam semua itu hanya ketakutan dari lahirnya perlawanan dari kelompok nasionalis yang berjargon Soekarno.
Dan dikemudian dimenangkan oleh kelompok Megawati hal ini dikarenakan kubu Megawati berafiliasi dengan banyak kepentingan sedangkan kubu Suriyadi sudah terlalu lentur. Seperti diungkapkan Gunawan Hartono bahwa seiring perkembangan demokrasi PDI kubu Megawati melakukan konsulidasi dan terus melawan rezim Soeharto puncaknya keikutsertaan dalam pemilu 1999 pasca runtuhnya rezim orde baru.
Dinamika Pergulatan PDI Perjuangan di Jalan Lenteng Agung dan Kembali Nya
PDI Perjuangan Ke Jalan Diponogoro. PDI Perjuangan di Jalan Lenteng Agung
Pasca turunnya Soeharto sebagai presiden dan naiknya BJ Habibie, tidak langsung merubah kondisi politik Indonesia, banyak nya masalah yang ditinggalkan semasa soeharto juga membuat keadaan ini juga yang menimpa PDI Perjuangan, PDI Perjuangan melalui Megawati sebagai simbol perlawanan terhadap Orde Baru semasa soeharto terus berlanjut, PDI Perjuangan dengan tegas melakukan sikap Oposisi terhadap Pemerintah habibie, hal ini di karenakan Habibie yang menggantikan Soeharto dianggap kepanjangan tangan dari rezim Orde Baru. Dalam situasi awal inilah Mega wati Mendirikan PDI Perjuangan guna bisa mengikuti perpolitikan nasional, dan mengikuti pemilu 1999, PDI setelah menjadi PDI Perjuangan dan berpindah di jalan lenteng Agung, berhasil mendaapatkan suara yang sangat luar biasa di bandingkan pemilu sebelumnya, kemenangan yang di dapat oleh PDI Perjungan ini mampu mengalahkan 48 kontestan lain. Dengan kemengan Megawati (PDI Perjuanagan ) dalam pemilu 1999, maka tekanan dari oposisi kepada habibie pun terasa semakin besar.
Bukan saja PDI Perjuangan yang mengambil Oposisi PKB dan Barisan Nasional juga melakukan oposisi terhadap pemerintah Habibie, alhasil, berlarut-larutnya instabilitas daan menahunnya permusushan kelompok oposisi telah membuat kegagalan pada pemerintahan habibie.
Pemilu 1999 juga merubah wajah perpolitikan di Indonesia, pesta demokrasi yang diselenggaran pasca orde baru ini, menghasilkan peta politik baru. Partai PDI Perjuangan salah satunya, PDI Perjuangan yang menggeser dominasi Golkar menjadi nomor dua, juga di ikuti oleh munculnya kekuatan poros tengah yang kebanyakan partai berbasis islam. Sebagai partai pemenang tentu memiliki berpeluang besar untuk mendapatkan kursi presiden. Namun dalam perjalanan nya Megawati hanya mendapat kursi kedua. Dalam perjalanan duet Gus Dur dan Megawati, banyak menimbulkan kontroversi yang dilakukan oleh Gus Dur, yang berujung dengan adanya reshufle salah satu utusan dari PDI Perjuangan hal ini membuat partai marah atas kebijakan yang dikeluarkan.
Perjalanan gusdur yang tidak lama dan membawa kejatuhan melalui sidang MPR, melalui sidang MPR ini, laporan Presiden Gus Dur di tolak dan sosok Gus Dur dianggap tidak cakap lagi sebagai seorang Presdien. Dengan kejatuhan gusdur ini tentu saja ini keberuntungan bagi PDI Perjuangan melalui ketua umum mereka yang duduk sebagai Wakil Presiden akan naik menggantikan kursi RI satu, namun bukan berarti jalan mulus dalam menghujudkan naiknya Megawati ada beberapa pihak mengagap kenaikan Megawati sebagai Presiden akan menjadi gol bunuh diri bagi PDI Perjuanga. Namun pada kenyataan nya Megawati diangkat menjadi Presiden di dampingi Hamzahas sebagai wakil. Naiknya Megawati sebagai Presiden penuh dengan dinamika, dianggap oleh beberapa kalangan tidak mampu menjalankan sila kelima Pancasila sebagai mana Ideologi 1 Juni. Semua ini, karena Megawati dianggap memunculkan mafia birokrasidengan aktor beberapa kader PDI Perjuangan yang duduk di anggota dewan, dan isu terkait penjualan BUMN, disisi lain beberpa media juga mengelurkan berita bahwa Megawati Burung peliharaan “Orde Baru”.36 Namun tuduhan Megawati sebagai periaraan Orde Baru tidak ada satu media pun mampu membuktikan. Semasa kepemimpinan Megawati sebagai Presiden bukan saja di goncang oleh isu penurunan, tapi juga isu bom bunuh diri juga semakin memperkeruh situasi politik nasioanal saat itu, sampai akhir periode Megawati sebagai presiden.
PDI Perjuangan di jalan lenteng agung, tentu saja ingin mengulang prestasi kemenangan seperti pemilihan 1999 dalam pemilihan umum 2004, dinamika dan situasi politik nasional dengan beragam isu di tujukan kepada PDI Perjuangan, hal ini karena sebelumnya Megawati sebagai Presiden membuat partai harus bekerja keras, sosok tokoh Megawati tetap sebagai simbol yang tak terkalahkan. Pada akhirnya partai PDI Perjuangan harus puas dengan hasil yang didapat saat pemilu 2004, partai PDI Perjuangan harus kalah dari Partai Demokrat sebagai pendatang baru dengan sosok tokoh yang juga pernah masuk didalam Kabinet semasa Ketua Umum Megawati sebagai Presiden. Sosilo Bambang Yodoyono, dengan Demokrat mampu mengalahkan dan mendominasi dari partai sebelumnya, PDI Perjuangan hanya mendaapatkan urutan dua. Hasilnya dalam pemilihan Presiden yang dilaksanakan secara langsung membuat Megawati kalah telak terhadap SBY yang pernah membatu dalam kabinet, kekalahan ini tentu memiliki sebab dan akibat, ia kekalahan ini membawa PDI Perjuangan mengambil sikap oposisi kepada pemerintahan SBY- JK , yang saat itu memimpin, sampai dengan akhir periode kepemimpinan SBY, PDI Perjuanga tetap berada sebagai Partai Oposisi.
Pemilu 2009 yang di selenggarakan juga tidak mapu membawa kemenangan pada PDI Perjuangan, kekalahan ini juga membuat ragu untuk menjagokan Megawati sebagai caalon Presiden, PDI Perjuangan yang berpusat di jalan lenteng agung tentu tidak mau kalah cepat untuk mengatasi ini, mengingat beberapa petinggi partai politik mulai melakukan pertemuan, salah satu tokoh yang di gadang PDI Perjuangan untuk menggantikan sosok Megawati yaitu Sultan HB X, Dan Prabowo , namun ketua badan pemenangan saat itu Tjahjo Kumolo, mengatakan bahwa Megawati tap akan calon Presiden.37Tjhajo menggap Prabowo dengan partai gerindaranya, menjelang pemilihan presiden Megwati resmi berpasangan dengan Prabowo yang bersedia menjadi no dua, namun PDI Perjuangan harus bersikeras dalam menarik Prabowo bagai mana tidak, di kutip dari majala tempo, bahwa perjanjian yang di buat bahwa PDI Perjuangan akan mendukung dalam pemilu calon Presiden 2014, meskipun masih terlalu dini. Disisi lain perjanjian tertulis juga di buat Oleh PDI Perjuangan melalui Megwati dengan barisan Prabowo, “ Megwati sudah mengikat kontrak politik dengan tertulis dengan Prabowo” kata Permadi, anggota Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya. Pemilihan presiden 2009 ini juga membuat kekalahan yang terulang lagi, SBY dengan pasangan barunya berhasil mengalahkan Banteng, dan berakhir kembali kepada keadaan semula, yaitu Oposisi terhadap partai politik, kekalahan yang terulang tentu saja membuat PDI Perjuangan mulai menata keorganisasiaan, sitem pengkaderan partai politik, terus di perbaiki, para kader muda yang memiliki kualitas mulai bermunculan, dan mulai di buka lebar untuk bertarung didalam pemlihan selanjutnya, keadaan ini terlihat didalam struktur kepengurusan yang banyak diisi oleh tokoh muda, disisi lain kekalahan dalam perebutan krsi satu dan dua RI memutus harapan, PDI Perjuangan yang mulai banyak kehilangan suara di daerah basis, mulai melirik perjuangan di Daerah.
Dalam Sikap oposisi ini juga membuat PDI Perjuangan memiliki waktu yang banyak untuk menggarap suara di daerah, salah satu nya kemengan Jokowi di solo, mampu menghipnotis rakyat solo, kemengan risma di surabaya dan di ikuti Ganjar di Jawa tengah, membuat PDI Perjuangan masih peduli dengan Wong cilik, yang dulu pernah di dengunkan tahun 1999, sikap dan kebijakan yang diambil semisal Jokowi dengan gaya belusukannya mapu mengakat pamor PDI Perjuangan, belum lagi di parlemen sikap Oposisi PDI Perjuangan yang menolak kenaikan BBM yang berujung lahirnya buku Putih, tentu perjalanan panjang PDI Perjuangan dalam kancah perpolitikan Indonesia harus juga diiringi generasi baru, PDI Perjuangan yang meilirik Jokowi dengan gaya belusukan di kepemimpinan periode ketua memutuskan untuk ikut dalam pemilihan Gubernur DKI jakarta, tentu saja kolisi yang dibangun lama oleh PDI Perjuangan Dan Grindra terulang kembali, meskipun kancah nya berbeda yang mana sebelumnya presiden namun sekarang kepala Daerah.
PDI Perjuangan yang mengusung Jokowi dan Grindra yang mengusung Ahok berhasil mendapatkan kursi DKI satu dan dua. Kenaikan Jokowi yang merakyat di tambah oposisi terhadap pemerintah, mampu menaikan elektabilitas Partai PDI Perjuangan, bahkan pemilihan umum 2014 yang masih lama, terkait isu bahwa Jokowi akan di calonkan sebagai Presiden sudah terendus, elektabilitas PDI Perjuangan yang di ikuti oleh beberapa tokoh muda yang mampu mendapatkan kemenangan di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Surabaya, semakin memperkokoh bahwa kemenangan di pemilu 2014 bisa didapatkan, mengingat hasil survei yang ada dan dilakukan media dan internal sendiri menempatkan Megawati dan Jokowi sebagai urutan atas, untuk tokoh.
Namun secara kelembagaan PDI Perjuangan juga dari hasil survei berada diurutan satu disusul seteru lama Golkar, keadaan ini membawa dan memeprtegas PDI Perjuanagan dengan tokoh simbolik baru dan merakyat seperti Jokowi mampu membalikan keadaan. Sebagai mana yang di beritakan media, Keunggulan PDIP dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak hanya terlihat di survei lembaga Indonesia. Survei yang diselenggarakan lembaga survei Australia, Roy Morgan, menempatkan keduanya sebagai jawara pemilihan umum.Untuk calon presiden, survei Roy Morgan menempatkan Jokowi di posisi pertama dengan perolehan hingga 41 persen. Di urutan kedua, Prabowo Subianto meraup angka 15 persen, sedangkan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie terpaut tipis dengan perolehan 13 persen.Nama lainnya hanya meraih satu digit suara. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, masing-masing meraih 6 persen dan 5 persen. Capres peserta Konvensi Demokrat, Dahlan Iskan meraup 5 persen.Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyusul dengan masing-masing 2 persen. Dari seluruh responden yang disurvei, 11 persen di antaranya mendukung kandidat lain yang perolehan suaranya di bawah 1 persen dan 8 persen menyatakan rahasia. Survei partai memperlihatkan bagaimana PDIP perlahan tapi pasti meninggalkan partai lain. PDIP memimpin dengan perolehan 29 persen, unggul dari Golkar dengan 21 persen. Berbeda dengan sejumlah survei tanah air, Partai Demokrat masih mampu meraih 14 persen. Gerindra terpaut tipis dengan perolehan 12 persen. PAN, PKB, PKS, Hanura masing- masing meraih 5 persen. PPP 2 persen, dan PBB serta PKPI masing-masing0 persen.Survei Morgan yang dirilis bulan ini diselenggarakan November 2013, dengan sampel proporsional 2.960 pemilih tersebar di 33 provinsi.Pertanyaan survey yang diajukan adalah sebagai berikut, “Jika pemilu legislative dan pemilu presiden diselenggarakan sekarang, siapakah partai dan kandidat yang dipilih?” Roy Morgan selama ini adalah lembaga yang paling akurat dalam memprediksi hasil pemilu Australia bulan September lalu, dan hanya berselisih 0,01 persen.Peneliti Morgan Debnath Guharoy menganalisis fenomena melesatnya Jokowi telah mencapai level yang tidak pernah terbayangkan di demokrasi multipartai. Dia mengagap Jokowi telah mendorong melesatnya suara PDIP bahkan pemiluyang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi dianggap bahwa kandidat lainnya sudah hampir kehabisan waktu untuk membangun image menyamai Jokowi.38 Dampak dari adanya hasil survei seperti di kutif diatas mampu meraih hasil yang sempurna, pemilu 2014 mengahasilkan kemengan seperti tahun 1999, menggeser dominasi partai lain seperti Demokrat dan Golkar, namun hasil demikian belum cukup untuk mengangkat calon presiden sendiri.Dengan demikian PDI Perjuangan harus kembali bekerja untuk menarik siapa yang akan berkoalisi dengan nya, dikarenakan santer di beritakan bahwa kemenagan ini dikarenakan sosok Jokowi yang menjadi juru kampanye PDI Perjuangan yang popularitasnya mengalahkan ketua umum partai PDI Perjuangan.
Sebenarnya dalam pemilihan Presiden 2014, PDI Perjuangan menunjuk Jokowi yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI, untuk maju sebagai calon Presiden dari koalisi
Indonesia hebat, hal ini membuat perjanjian sebelumnya bersama Grindra tidak berjalan lagi, pecah koalisi MegaPro, berdasarkan perjanjian seharusnya dalam pemilu 2014 PDI
Perjuangan mendukung Prabowo sebagai Calon Presiden.Dengan begitu PDI Perjuanganmengulang kembali kemenangan baik di Parlement, bahkan pemilihan Presiden melalui
Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf kalla, dengan membawa konsep Nawacita Jokowi.
Konsep Nawacita Jokowi ini merupakan hasil perasan dari Ideologi 1 Juni, sehingga penyusunan para Menteri juga tidak terlepas dari konsep Nawacita dan 1 Juni sebagai
Ideologi partai. Di pertengahan 2015 Partai PDI Perjuangan yang berpusat di Lenteng Agung kan melaksanakan Kongres yang ke4, kongres partai yang penuh dengan dinamika sebelum pelaksanaan dan saat pelaksanaan, membuat ketua umum mengeluarkan statmen kalau terkait petugas partai, kongres partai PDI Perjuangan yang dilaksanakan di Bali juga di isi dengan menagisnya Ketua Umum Megawati. Disisi lain kongres PDI Perjuangan juga menghasilkan struktur kepengurusan yang diisi oleh generasi tua, nampaknya PDI Perjuangan tidak ingin larut dalam apa dicapai, di isinya kepengurusan struktur partai salah satunya untuk tetap menjaga situasi dan keadaan partai agar tidak terjadi kegoncangan, meskipun banyak opini yang beranggapan bahwa Partai PDI Perjuangan mengalami kemunduran, dikarenakan sebelumnya ada beberapa bagian kepengurusan diisi oleh kader muda partai, namun salah satu target Megawati yaitu kenapa mempertahankan wajah lama, agar PDI Perjuangan tetap berjaya dalam pemilu 2019 nanti.
Kembalinya PDI Perjuangan Ke-Jalan Diponogoro
Setelah lama berada di jalan Lenteng Agung dan juga sudah melalui beberapa perjuangan politik dan kongres partai. Selang beberapa bulan Saat memperingati hari kelahiran Pancasila 1 Juni, yang mana 1 Juni adalah Ideologi partai PDI Perjuangan. PDI Perjuangan yang sebelumnya pernah bermaskas di jalan Diponogoro, dan pindah di Lenteng Agung, kembali memutuskan untuk menempati tempat yang pernah di diami, sebelumnya.
Kantor baru PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro, perpindahan itu akan dilaksanakan Senin, 1 Juni 2015. Pemilihan tanggal 1 Juni 2015 dirasa tepat sebagai hari peresmian kantor baru Dewan Pimpinan Pusat karena bersamaan dengan peringatan Hari Kelahiran Pancasila.
Perpindahan pusat partai yang pernah ditempati, tentu saja menimbulkan pertanyaan besar.Mengingat tempat yang akan dituju pernah terjadi kerusuhan yang besar yang bernama Kudatuli, namun bagi PDI Perjuangan melalui Hasto mengatakan . “Tanggal 1 Juni melekat dengan seluruh fundamen untuk menyampaikan gagasan Indonesia merdeka,” Ini momentum sangat penting untuk meresmikan kantor dan menegaskan PDI Perjuanganmenjadi kekuatan yang melekat dengan rakyat dan selalu terinspirasifounding father, ujarnya. Hasto juga menegaskan tanggal 1 Juni juga melekat dalam kepartaian PDI Perjuangan karena sikap politik PDI Perjuangan yang terbentuk saat kekuasaan otoriter membunuh demokrasi.
“Bagaimana kekuasaan otoriter membunuh demokrasi sangat melekat pada kantor ini,” ujarnya. Dengan pembiayaan yang berasal dari anggota partai dan petugas partai. Selain itu juga ada pelelangan suara Ibu Megawati Soekarnoputri serta pelelangan lukisan-lukisan,” kata
Hasto. Selain itu, gedung baru DPP PDI Perjuangan tersebut akan benar-benar menggantikan kantor lama yang terletak di Lenteng Agung Seluruh kegiatan akan diorganisasikan di sini.
Sementara di Lenteng Agung akan dijadikan pusat pelatihan kader serta organisasi sayap partai Bangunan DPP PDI Perjuangan yang berdiri tepat di sisi kiri kantor DPP Partai Persatuan Pembangunan memang terasa megah. Lima pilar berwarna merah yang menjadi penopang bagian depan sangat menarik perhatian warga yang melintas di kawasan tersebut.
Hasto mengatakan, lima pilar tersebut merupakan representasi dasar negara Indonesia yakni Pancasila. Saudara-saudara sekalian salam sejahtera bagi kita semua dengan rahmat Allah SWT. Maka siang hari ini, pada tanggal 1 Juni 2015, Kantor DPP Partai Indonesia Demokrasi Perjuangan yang dari dulu kita miliki dan dibangun kembali,” resmi ditempati, kata Megawati. Semangat yang di bangun setelah perpindahan ke gedung lama tertulis di prasasti yang ditanda tangani oleh ketua umum berbunyi “Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, nyalakan terus semangat perjuangan untuk membela Ideologi Pancasila 1 Juni 1945, ‘dedication of life’ kita merupakan api nan tak kunjung padam, pantang surut, pantang menyerah, maju terus untuk kejayaan Indonesia raya tercinta,”39 Mulai 17 Juni, seluruh kegiatan operasional PDIPerjuangan akan dipusatkan di gedung yang telah diresmikan di jalan Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, untuk memulai babak baru sebagai partai penguasa dan melanjutkan perjuangan sebagaimana diamanatkan di prasasti dan Ideologi partai politik.
Sistem Kaderisasi PDI Perjuangan
Partai sebagai sarana pendidikan politik sangat berperan dalam mencetak pemimpin yang berkualitas dan memiliki wawasan nasional, oleh karena itu dalam proses pendidikan atau kaderisasi yang merupakan cara bagaimana terus menjaga jiwa dan karakter seorang pemimpin, proses itu bisa dilakukan baik secara formal maupu informal. berkaitan dengan kaderisasi, PDI Perjuangan yang merupakan partai politik harus mengembangkan sebuah sitem rkrutmen, seleksi, serta kaderisasi politik yang baik agar sebuah perjuangan Ideologi, dan disisi lain juga di atur dalam Konstitusi tentang partai politik. PDI Perjuangan yang merupakan partai nasionalis yang berazaskan Pancasila 1 Juni 1945, juga melakukan proses kaderisasi yang tentu saja memiliki perbedaan dengan partai politik lain, PDI Perjuangan yang terus berusaha melakukan kaderisasi secara berkelanjutan untuk mendapatkan kader yang maksimal sesuai dengan tantangan zaman untuk mengisi tiga pilar partai, yakni kader struktural, kader eksekutif, dan kader legislatif.
Dalam melakukan proses kaderisasi PDI Perjuangan menggunakan sistem Stelsel Aktif yaitu sebuah sistem kaderisasi yang mengharuskan setiap orang yang ingin menjadi kader partai harus aktif. Implementasi sistem kaderisasi ini dilakukan dengan cara penarikan (rekrutmen), proses seleksi, pendidikan politik, dan pengembangan. Disisi lain system rekrutmen partai dilakukan dengan dua cara yaitu, usulan dari struktur partai mulai dari yang paling bawah dan rekrutmen melalui merit sistem yaitu melalui sistem penentuan skor. Dua cara ini di gunakan untuk mengetahui akseptabilitas politik maupun kapabalitas dan kompetensi kader yang kemudian direkrut dalam calon legislatif maupun eksekutif. Disisi lain PDI Perjuangan juga memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakan untuk aktif dalam memperjuangkan hak-hak politik bersama partai. Ini cara agar mendapatkan kader-kader terbaik. Sebenarnya sumber rekrutmen kader PDI Perjuangan bersumber dari dua instrumen yaitu pertama di Internal dan kedua Eksternal partai, jika di internal partai sendiri proses ini dilakukan pertama, Promosi jabatan kader ke posisi yang lebih tinggi yang merupakan dorongan agar lebih berkualita dan memiliki kuantitas yang lebih baik. kedua,Memiliki semangat dan gairah bekerja dan agar tidak mengalami kejenuhan.
Ketiga, Dikarenakan dalam perekrutan di dalam internal sendiri lebih efektif dan efisien. Keempat, Kepiawaian dan kualitas dalam kompetensi serta kerja lapangan sebagi kader sudah diketahui dengan nyata. Sedangkan untuk Eksternal sendiri PDI Perjuangan, menyesuaikan Ideologi dan rekam jejak politik kader yang bersangkutan.
Sebenarnya problem kaderisasi yang terjadi di dalm PDI Perjuangan masih memiliki kekurangan yang berkaitan dengan keterlembagaan sistem kaderisasi itu sendiri, keadaan ini pernah di utarakan oleh ketua umum PDI Perjuangan dalam kongres partai ke-III di bali tahn2010 yang mengatakan bahwa pertai memiliki problem yakni belum terlembaganya sistem kaderisasi partai dan penataan jenjang karier di partai serta belum terlembaganya sistem rekrutmen mengakibatkan reigenerasi berjalan lamban yang berakibat pada kesulitan menculnya tunas baru yang dipersiapkan menjadi calon pemimpin partai bangsa ke depan.
Atas apa yang terjadi Kongres PDI Perjuangan ke-III di bali 2010 mengamanatkan bahwa partai harus mendirikan dan melembagakan Sekolah Partai. Realisasi Sekolah Partai yang bernama Pendidikan Kader Nasional angkatan I di buka di Yogyakarta pada tanggal 23 Februari 2012 diikuti oleh 520 kader dari seluruh Indonesia. Dalam pendidikan ini peserta mendapatkan teori dan juga Live –in bersama masyarakat, turun kemasyarakat dilakukan guna memahami problem rakyat terkhusus Wong cilik. Setelah mengikuti kaderisasi tingkat nasional selanjutnya diterjunkan kedaerah (Ke- DPC-DPC) masing-masing dan dinyatakan lulus apabila sudah melakukan kerja lapangan selama 1 tahun kemudian kader-kader ini menjadi kader pendidik atau guru untuk mendidik kader dimasing-masing daerah agar lebih memahami dan mampu mengimplementasikan Ideologi partai.Secara umum setiap partai politik memiliki kader namun yang membedakan adalah klasifikasi, PDI Perjuang sendiri memiliki 3 kategori kader yaitu;
1. Kader Fungsional
Dikatakan kader fungsional yaitu kader yang direkrut karena memiliki peranan dan fungsi tertentu bagi partai politik. Dalam prakteknya kader fungsional diambil atas dasar memiliki ketokohan atau keunggulan sendiri yang dapat menjadi daya tarik di mata masyarakat. Seperti dalam menghadapi Pilkada, Pemilihan legislatif, partai akan merekrut kader-kader yang memiliki pengaruh sosial budaya maupun ekonomi, kader fungsional juga termasuk tokoh-tokoh ormas yang merupakan sayap partai karena memiliki basis massa lewat organisasi yang dipimpinnya.
2. Kader Struktural
Kader Srtuktural yaitu kader-kader partai yang memiliki jabatan-jabatan structural dipartai politik disemua tingkatan baik DPP,DPD maupun tingkatan DPC. Di sebut sebagai kader struktural karena mereka inilah yang menjalankan roda organisasi partai politik di tingkatan masing-masing daerah, serta memiliki kewenangan tertentu berdasarkan pada AD/ART partai. 95
3. Kader Profesional
Kader Profesional yaitu kader –kader yang dirkrut oleh partai karena memiliki profesi atau keahlian tertentu yang dianggap dapat bermanfaat bagi partai. Kader professional sejalan dengan kebtuan partaii politik akan kader-kader yang memiliki keahlian atau profesi khsus seperti Dokter, Ilmuwan, Pengusaha. Dan juga merekrut kalangan akademisi untuk menjadi bagian dari Litbang partai yang jelas kader profesi di sesuaikan dengan kebutuhan partai.
Namun tidak saja dalam kategori kader PDI Perjuangan juga membagi jenjang kader guna memberikan kesempatan pada kader untuk mendapatkan pengalaman, jenjang kader ini diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai, berikut ;
1. Kader Pratama
Kader Pratama yaitu kader kader partai yang telah mengikuti proses kaderisasi tingkat pratama tyang diselenggarakan oleh dewan pimpinan cabang partai. Yang di ikuti oleh PAC maupun Ranting dan Anak Ranting.
2. Kader Madya
Kader Madya yaitu kader-kader partai yang telah mengikuti kaderisasi tingkat Madya, yang di selengarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah partai.
3. Kader Utama atau Kader Nasional
Kader uatama yaitu kader-kader yang telah mengikuti kaderisasi tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Dewan Pengurus Pusat partai. Kaderisasi partai tidak lain untuk mendapatkan kader yang menjadi penggerak dan pejuang ideologi.
Dinamika Politik Menjelang Pemilihan Umum Tahun 1999
Keselamatan rezim tentulah harus memiliki legitimasi, hak berkuasa yang legitimate apabila ia secara prosedural terpilih berdasarkan prinsip-prinsip yang demokratis, situasi Indonesia pasca tragedi kudatuli melalui rezim yang berkuasa saat itu (Soeharto) kembali mengambil langkah-langkah yang membuat kebencian di kalangan rakyat, tahun 1997 juga di ikuti dengan keadaan ekonomi Asia krisis yang berimbas kepada Indonesia. Soeharto yang saat itu menjadi penguasa tentu saja mengambil sikap agar kebencian dan krisis bisa diatasi, melalui permintaan bantuan terhadap IMF`dan Bank Dunia.
Ditengah krisis ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang kuat rezim Soeharto tetap tak tergoyahkan. Bahkan Golkar kembali memenangkan pemungutan suara yang diselenggarakan tanggal 29 mei 1997 Yang berujung pengesahan Soeharto sebagai Presiden untuk ketujuh kalinya melalui sidang MPR, sedangkan untuk wakilnya Bj Habibie. Dalam keadaan ini Soeharto semakin tidak terkendali dlam memimpin pemerintahan nampak jelas dalam menyusun kabinet yang bernama kabinet pembangunan, beberapa keluarga Soeharto masuk menjadi susunan Kabinet. Sejalan dengan itu Indonesia yang semakin kearah kehancuran bahkan juga terjadi kejatuhan rupiah sebagai mata uang yang mengalami kemerosotan tajam. Disaat Indonesia sudah di ujung jurang gerakan yang menuntut reformasi semakin kencang, demo menuntut terjadinya reformasi samakin tidak bisa dikendalikan, meskipun sikap Soeharto yang saat itu membuat Komite Reformasi, namun masa tetap tidak bisa dikendalikan dan tidak menerima, dengan begitu puncaknya terjadi di jogjakarta 20 mei 1998 aksi damai menuntut reformasi total yang dipimpin Sri Sultan HB X pada hari yang sama juga di ikuti dengan beberapa menteri mengundurkan diri dari kabinet. Akhirnya di Istana Negara hari kamis 21 mei 1998 pukul 09:10 WIB, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri menjadi Presiden.
pada saat bersamaan setelah Soeharto turun, di tunjuklah Bj Habibie sebagai Presiden RI untuk menggantikan Soeharto. Sebenarnya dengan naiknya Bj Habibiesebagai Presiden tidak serta merta membawa perubahan situasi politik ekonomi Indonesia, Bj Habibie yang melanjutkan pemerintahan soeharto tatap dianggap oleh beberapa partai merupakan bagian dari orde baru. Anggapan ini membawa sikap oposisi, diantara yang oposisi saat itu tidak lain dari sosok yang semasa pemerintahan soeharto mengalami banyak tekanan seperti tokoh Megawati dan Gus Dur, disisi lain dua partai baru seperti PDI Perjuangan dan PKB, meskipun baru menjadi pelopor untuk melakukan oposisi terhadap pemerintahan Bj Habibie. Sikap oposisi yang terjadi membawa karir politik Bj Habibie berada diujung tanduk, akhirnya di tanggal 19 oktober 1999 berujung dengan terjadinya penolakan pertanggung jawaban Presiden di MPR, penolakan tentu saja dilakukan oleh barisan oposisi, karna mengagap kinerja Bj habibie di anggap gagal dalam menjalankan pemerintahan terutama terkait instabilitas yang berlarut-larut yang terjadi di dalam negeri.
Puncaknya, membawa karier politik Bj Habibie tidak bisa lagi mencalonkan diri sebagai presiden pada priode berikutnya karena dianggap gagal dan terjadinya penolakan pertanggung jawaban oleh Presiden. Menurut Pericles dalam ( Thamrin Sonata ,1999) Demokrasi, “Pelaksanaan konstitusi itu mendahulukan kepentingan yang banyak bukan yang sedikit, ini sebabnya kenapa di sebut suatu demokrasi”. Demokrasi adalah sebuah system yang kita anut meskipun dalam perjalanan pelaksaan pemilu selama kepemimpinan Soeharto terlaksana dan penuh tekanan, bukan lantas setelah kejatuhan rezim yang otoriter pemilihan umum di tinggalkan, 1998 yang lalu mahasiswa yang berdemo terus menerus bahkan semakin ramai dan terlelap dalam dinamika keadaan saat itu, Rancangan Undang-Undang politik yang diajukan dan di bahas di dewan Perwakilan Rakyat, merupakan ususlan yang di berikan oleh tim revisi RUU Politik Departemen Dalam Negeri atau sering di sebut tim tujuh.
RUU yang mulai di rancang sejak tanggal 29 mei sampai dengan 27 juli 1998 diharapkan sesegera mungkin di tetapkan menjadi Undang- Undang, hal ini dikarenakan waktu yang sangat terbatas, mengingat tahun berikutnya 1999 akan diadakan pemilihan, jelas dengan disahkannya maka pemilihan 1999 memiliki dasar hukum. Meskipun dalam penyusunan RUU ini terbilang cepat namun bukan berarti RUU ini sama dengan Undang- undang sebelumnya, setelah itu pembahasan RUU Politik di lanjutkan tim panitia khusus RUU Politik yang di isi oleh beberapa Fraksi yang ada saat itu. yang mana di ketuai oleh Abu Hasan Sadzilli dan dari PDI diwakili YB Wiyanjono dan Suyanto dari KP Aminullah Ibrahim, dari PPP di wakili Haminto, robbani Thoha sementara dari kalangan ABRI Budi Harsono, mereka membahas tiga hal yang amat penting pembahan RUU Politik,yakni soal Partai Politik, Pemilu, dan susunan serta kedukan MPR,DPR/DPRD, yang kemudian dilanjutkan kepanitia kerja.
Disisi lain peran partai baru yang mencul setelah tragedi 1998 seperti Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Bulan Bintang, Partai keadilan, dan Partai PDI Perjuangan Megawati, yang memiliki potensi perolehan suara dalam pemilu 1999, tidak bisa mengikuti pembahasan secara terlibata langsung di parlemen, namun suara sumbang diluar pagar tetap terus mereka keluarkan, sebenarnya perubahan ini sesuai dengan semangat reformasi yang sedang menjakiti Indonesia, maka dengan begitu konsep RUU untuk mengubah tatanan politik berbangsa dan bernegara yang sudah terjadi carut marut di saat orde baru berkuasa. Dalam perjalanan pembahasan mengenai jumlah anggota Parlemen baik itu MPR ,DPR , kedudukan Pegawai Negeri sipil didalam Partai Politik yang lantang disuarakan oleh PPP, argumen terkait penyusunan RUU Politik suara sayup dikalangan mahasiswa dan beberapa tokoh, yang menganggap pemilu yang proposional dan distrik merrpakan pembahasan yang hangat apalagi setelah bulan januari 1999.
Mendekati pengesahan semakin terasa gemanya, namun meskipun perjalanan RUU Politik yang memuat 3 pembahasan itu ketika hari dan tanggal yang di tentukan sebagai batas akhir yang mana kepeutusan tidak langsung bulat, kamis 28 januari 1999 Rapat Paripurna yang dimulai pukul 11:05 WIB untuk mengesahkan tiga RUU Politik , tentang Partai Politik, Pemilu, dan Susduk MPR/DPR/DPRD dimulai dan meskipun ada interupsi sidang yang berahir 18:30 WIB itu di akhiri ketukan palu tanda tiga RUU Politik telah disepakati, dengan begitu pemilu 1999 memiliki landasan hukum yang baru.42Setelah RUU disetujui DPR dan
disahkan menjadi UU, Presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota- anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Soeharto, Pemerintahan Burhanuddin Harahap inilah yang mampu menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan.
Maka dengan begitu, sebutan untuk Pemilu 1999 sering disebut sebagai pemilu transisi untuk masuk format politik yang lebih demokratis. Sebenarnya Pemilu merupakan semacam simpang jalan: hal ini dikarenakan kita bisa mengoreksi apakah proses politik itu terus setia pada jalur demokratisasi, berbelok jalan, atau bahkan berbalik arah sama sekali.
Pemilihan dimasa transisi menghasilkan suatu keadaan dimana semua dilaksanakan secara singkat, seperti yang terjadi pada KPU selaku penyelenggara pemilu dalam waktu yang singkat harus telah berhasil merumuskan lebih dari 136 peraturan dan keputusan tentang tata cara pemilu. Hal ini agar tetap menjamin pemilihan masa transisi yang mengakat pemilu berusaha dibangun di atas spirit baru, yaitu Luber plus Jurdil. Hal ini dikarenakan pemilu pada Orde Baru dibangun asas LUBER (langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) dengan
mengabaikan aspek JURDIL (Jujur dan Adil) bagi penyelenggara maupun peserta pemilu. Pemilihan yang berlangsung di tahun 1999 di ikuti 48 peserta, melubernya peserta pemilu merupakan suatu keadaan yang hampir sama dengan pemilu pertama di tahun 1955.
Berikut nama-nama partai peserta pemilu.Partai Indonesia Baru, Partai Kristen Nasional Indonesia, Partai Nasional Indonesia – Supeni, Partai Aliansi Demokrat Indonesia,Partai Kebangkitan Muslim Indonesia, Partai Ummat Islam, Partai Kebangkitan Ummat, Partai Masyumi Baru, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Abul Yatama, Partai Kebangsaan Merdeka, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Rakyat Demokratik, Partai Syarikat Islam Indonesia 1905, Partai Katolik Demokrat, Partai Pilihan Rakyat, Partai Rakyat Indonesia, Partai Politik Islam Indonesia Masyumi, Partai Bulan Bintang, Partai Solidaritas
Pekerja, Partai Keadilan, Partai Nahdlatul Ummat, Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Republik, Partai Islam
Demokrat, Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Golongan Karya, Partai Persatuan, Partai Kebangkitan
Bangsa, Partai Uni Demokrasi Indonesia, Partai Buruh Nasional, Partai Musyawarah
Kekeluargaan Gotong Royong, Partai Daulat Rakyat, Partai Cinta Damai, Partai Keadilan dan
Persatuan, Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia, Partai Nasional Bangsa Indonesia, Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia, Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia, Partai
Nasional Demokrat, Partai Ummat Muslimin Indonesia, Partai Pekerja Indonesia.43
Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
a. Hasil Pemilihan Umum 1999
Sebanarnya Pemilihan umum tahun 1999 persiapannya tergolong singkat semua ini dikarenakansedikitnya waktu yang di berikan. Namun dalam pelaksanaan tanggal 7 Juni 1999 tidak lah seperti yang dikhawatirkan banyak kalangan, bagaimana tidak situasi transi dengan keadaan ekonomi negara yang masih dalam krisis, situasi politik dan keamanan yang masih belum stabil membuat banyak kalangan beranggapan bahwa pemilu 1999 akan mengalami gangguan terutama gangguan kekacaauan saat hari pemilihan.
Pada kenyataannya Pemilu 1999 bisa dilaksanakan dengan damai tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah Tingkat II seperti di Sumatera Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan kertas pemungutan suara. Dari hasil pemungutan suara dan perhitungan suara yang di ikuti 48 partai politik pemilihan umum 1999 masing- masing mengumpulkan suara yang sangat luar biasa, terlihat partisipasi dari rakyat dengan perolehhan suara dari masing-masing partai sangat tinggi, indikasi ini nampak jelas bahwa akan hausnya rakyat dalam merindukan sistem demokrasi yang sehat, setelah sekian lama
terbelenggu dengan sistem yang otoriter. Namun dari hasil penghitungan suara terjadi permasalahan, permasalahan yang timbul dikarenakan pada tahapan melakukan penghitungan suara terjadi penolakan hasil penghitungan suara. Nampak jelasdari 48 partai peserta pemilu 27 Partai politik yang ikut menolak untuk menandatangani berita acara perhitungan suara. penolakan penanda tanganan dikarenakan dengan dalih bahwa pemilihan yang berlangsung belum jurdil (jujur dan adil).
Melalui sidang rapat pleno KPU, ke 27 partai politik ini melakukan penolakan terhadap hasil penghitungan suara.
Karena terjadinya penolakan terkait hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh 27 partai peserta pemilu, setelah rapat selesai dokumen hasil rapat KPU kemudian diserahkan kepada Presiden oleh Pimpinan KPU. Setelah itu untuk menindak lanjuti maka Presiden menyerahkan hasil rapat dari KPU tersebut kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Hal ini agar apa yang menjadi permasalahan terkait adanya penolakan penghitungan suara, maka
Panwaslu diberi tugas untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil Partai yang melakukan penolakan dan keberatan-kebaran terkait penghitungan suara. Namun setelah melakuan penelitian terkait keberatan partai politik peserta Pemilu, hasilnya adalah panwaslu memberikan rekomendasi bahwa pemilihan umum sudah sah sesuai yang dilaksanakan, hal ini di karenakan keberatan yang diutarakan terkait belum jurdil nya pemilu tidak dilengkapi data tertulis, yang itu hampir mayoritas dari 27 partai yang keberatan. Dengan demikian Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu sah. Meskipun untuk mengetahui siapa dan partai mana yang mendapatkan suara terbanyak secara final, hal ini baru bisa diketahui masyarakat tanggal 26 Juli 1999.
Setelah pengesahan dari presiden, melalui PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) melakukan tahapan berikutnya yaitu, PPI melakukan pembagian kursi dari hasil pemungutan suara. Namun pemilihan 1999 kembali muncul masalah yang mana sebelumnnya terkait penghitungan suara, pada tahap pembagian kursi di DPR. Rapat yang lakukan PPI saat pembagian kursi berjalan alot. Hal ini di karenakan pada pembagian kursi sisa mendapat penolakan oleh kelompok partai islam yang melakukan stembus accoord. Hal ini terkait Hasil
Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara itu dari Kelompok stembus accoord, 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas 53 dari 120 kursi sisa yang ada. Dengan adanya perbedaan pendapat di PPI, akhirnya diserahkan kepada KPU karna sebagai penyelenggara pemilihan umum. Melalui KPU perbedaan pendapat dapat diselesaikan dengan cara voting dengan dua opsi. Opsi pertamayaitu pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus accoord, sedangkan opsi kedua yaitu pembagian tanpa stembus accoord. Dari hasil voting yang berlangsung Hanya 12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua 43 suara. Sedangkan lebih dari 8 partai melakukan walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord. Berbekal keputusan dari KPU, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) akhirnya dapat melakukan pembagian kursi Hasil pemilu, pada tanggal 1 September 1999. Hasilnya saangat luar biasa, bagaimana tidak 90,26% pembagian kursi di kuasai atau di borong Partai besar yang berhasil menguasai 417 kursi DPR RI dari jumlah 462 kursi yang diperebutkan.
Pemuncak mendapat kursi terbanyak adalah PDI Perjuangan yang untuk pertama kali mengikuti pemilu pasca Orde Baru mampu meraih 153 kursi. Di ikuti Golkar yang mendapatkan kursi 120 yang mengalami penurunan dari pemilu sebelumnya, untuk PKB yang dipimpin Gusdur sama seperti PDIPerjuangan sebagai Partai baru mampu mendapatkan 51 kursi. Sedangkan PPP yang juga pernah merasakan pemilihan sebelumnya semasa orde baru kehilangan 31 kursi dari pemilu sebelumnya, PPP hanya mendapatkan 58 kursi. PAN juga sebagai partai baru mendapatkan 34 kursi. Di luar sana PDI yang sebelumnya juga ikut dalam pemilihan 1997 perolehan kursi harus puas di luar lima besar, PDI hanya mampu mendapatkan 2 kursi dari pembagian kursi sisa, yang sebelumnnya mapu mendapatkan 9
kursi.
Catatan:
1. Jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi mencapai 9.700.658. atau 9,17 persen dari suara yang sah. Apabila pembagian kursi dilakukan dengan system kombinasi jumlah partai yang mendapatkan kursi mencapai 37 partai dengan jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi hanya 706.447 atau 0,67 persen dari suara sah. Dalam pemilu 1999 yang berlangsung PDI Perjuangan yang menjadi partai pemenang pemilu. Mengalami penolakan dari 27 partai politik peserta pemilu, terkhusus di dalam nya terdapat PDI, jelas kemenangan ini juga membawa sintemen dari PDI yang mengalami kemerosotan dalam perolehan suara yang berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada PDI Perjuangan. Berbekal kemengan ini kubu Megawati tanpa tidak langsung juga menyingkirkan kubu PDI Suriyadi, dan juga menyingkirkan dominasi Golkar.
Sebelumnya dominasi Golkar dalam setiap pemilu selalu menang dan tidak kita dapatkan PDI dan PPP mendapatkan suara yang sesuai atau bahkan mengungguli prolehan suara. Namun dalam pemilihan kali ini PDI perjuangan di bawah kepemimpinan Megawati yang merupakan jelmaan dari PDImampu memberikan warna baru dalam perpolitikan Indonesia. Layaknya partai baru PDI Perjuangan dalam pemilu 1999 mampu menepis apa yang disangkakan selama Rezim Soeharto. Kemenangan yang diraih PDI Perjuangan dalam pemilihan 1999 merupakan kemenagan rakyat kecil terhadap dominasi Rezim yang selalu menindas. Jelas bahwa kemenangan ini dikarenakan PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati merupakan simbol perlawanan kepeada Rezim Soeharto dan Otoriter. Bahkan juga sebagai
simbol perlawanan terhadap segala bentuk kebijakan yang tidak memihak kepada wong cilik. Kemengan yang dicapai PDI Perjuangan tentu saja memiliki proses yang panjang dan melelahkan. Perolehan suara pada pemilihan 1999 yang mencapai 35.689.073 suara, merupakan suatu capaian yang sangat luar biasa sebagai kekuatan politik baru yang selama perjalanannya banyak mengalami tekanan dari pemerintah.
Perubahan dari PDI kubu Megawati menjadi PDI Perjuangan agar bisa mengikuti perpolitikan nasional merupakan jalan mulus PDI Perjuangan agar tetap bisa memperjuangkan Ideologi dan mengikuti perpolitikan. Namun dikubu PDI yang mendapat ligitimasi pemerintah dalam pemilihan 1999 hanya mampu mendapatkan suara 345.720 berbeda dengan saat orde baru dan dianggap kalah. Sebenarnya Kemenangan yang di raih PDI Perjuangan di daerah bersifat sangat telak, seperti di Bali, Solo, Kota Surabaya, dan Tanah Karo. kemenangan ini dirayakan oleh banyak pendukung PDI Perjuangan dengan cara yang berbeda-beda. Seperti di tingkat masyarakat kemenagan PDI perjuangan disyukuri dengan harapan baru bahwa periode politik kerakyatan akan dimulai. Sedangkan dikalangan internal partai malah melakukan bahwa kemenangan ini merupakan peluang ekonomi khususnya yang terjadi pada elit partai yang ada di parlemen yang berujung adanya Aneka perilaku negatif yang akhirnya tak terhindarkan. Tetapi ini bukan sebuah kejutan sebelum pemilu Megawati sudah memiliki kecemasan. Kecemasan Megawati, terkait kemenangan yang diraih PDI Perjuangan bukan kekalahan. Mengingat kultur dan psikologi politik PDI Perjuangan sebagai kekuatan yang selalu tertindas dan dipinggirkan sangat berbeda dengan kultur dan psikologis politik dari kekuatan yang memenangkan pertarungan. Gap antara kedua hal ini tercermin dari kejanggalan sikap warga partai, terutama yang mendapat peluang di parlemen. Persoalan-persoalan serius yang melibatkan etalase utama partai –parlemen, struktural partai, dan eksekutif– menjadi keprihatinan baru.
Konflik yang bersumber dari intervensi penguasa memang berakhir. Demikian pula yang sarat dengan nuansa ideologis. Tetapi motif-motif baru muncul seperti Konflik antara “orang baru” dan “orang lama” yang merebak. Antara yang “ingin melihat perubahan secara drastis dan cepat” dan yang melihat tahapan-tahapan perubahan mengeras. Konflik antara kekuatan-kekuatan uang dan kekerasan juga merebak. Kesemua ini lah yang dicemaskan Megawati dalam pemilu sekaligus merupakan tantangan Partai ke depan. Dan merupakan pekerjaan rumah bagi kita semua dan inilah pentingnya forum kaderisasi ini. Mengingat partai PDI Perjuangan Megawati merupakan hasil dari konflik. Tetapi dari konflik yang ada hal terpenting adalah bahwa kesemuanya telah menenggelamkan citra Partai. Ini harus disadari benar, karena politik Indonesia kini dan masa depan adalah pertama-tama dan terutama adalah “politik citra”
Dinamika Pergulatan Pdi Perjuangan Sebagai Partai Pemenang Pemilihan Umum 1999
Sebab – Sebab PDI Perjuangan tidak Mendapatkan Kursi Ketua DPR RI
Setelah pemilihan umum 1999 melalui Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999 untuk memilih ketua MPR, DPR dan juga Presiden dan wakil Presiden. Dalam Sidang Umum MPR itu berhasil mengukuhkan Ketua MPR dari partai Amanat Nasional yaitu Amien Rais sebagai ketua MPR, hal ini tidak membawa PDI Perjuangan sebagai partai pemenang menjadi ketua MPR, setelah Sidang Umum MPR dan memasuki hari kelima pertarungan untuk memperebutkan kursi Ketua Dewan PerwakilanRakyat (DPR) gencar dalam pembahasan. menjelang pemilihan sudah muncul tokoh-tokoh dari lima partai besar seperti golkar yang mengusung Akbar Tandjung berada pada posisi yang ditantang tantangan yang diberikan dari PDI Perjuangan yang merupakan partai pemenang dengan memberikan kepercayaan kepada
Soetardjo Soerjogoeritno, disisi lain PPP dengan Hamzah Haz sebagai kandidat ketua DPR Namun nama-nama yang sudah muncul di permukaan sebagai kandidat Ketua DPR.
Bila mengacu pada UU No 4/1999tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, pimpinan DPR terdiri dari seorang ketua, didampingi sebanyak-banyaknya empat wakil ketuayang mencerminkan fraksi-fraksi berdasarkan urutan jumlah anggota fraksi dan yang berlaku nanti tatibnya sama dengan tatib penentuaan ketua MPR yang menyebutkan hanya lima fraksi terbesar yangdapat mengajukan kandidat pimpinan DPR atau Fraksi bisa membuat fraksi gabungan lebih dari dua parpol hasil pemilu untuk mencalonkan dalam pemilihan ketua DPR.
Dengan demikian ada lima fraksi yang memiliki kesempatan, Kelima fraksi yang dapat mengajukan calon untuk posisi pimpinan adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PPP, Fraksi PKB dan dalam konfigurasi lima fraksi besar di DPR berubah. Sesuai dengan urutan jumlah anggota maka Fraksi TNI/Polri yang terdiri dari 38 orang dan lebih banyak dari anggota Fraksi Partai Amanat Nasional yang berjumlah 34 orang menjadi Fraksi kelima Rantap itu akan ‘menabrak’ Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No 4/1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR/DPRDyang mengatur komposisi pimpinan DPR dengan satu ketua dan sebanyak-banyaknya empat wakil. Dengan adanya Ketidak sesuaian komposisi pimpinan inilah dalam sidang umum beberapa yang anggota Majelis melakukan protes. Sedikitnya terjadi 15kali interupsi yang intinya keberatan komposisi pimpinan DPR diaturlewat Tap MPR. Pimpinan sidang kemudian menskors sidang selama seper-empat jam. Ketika skors dicabut, Ketua MPR Amien Rais yang memimpin sidang menyatakan,
Rapat itu tidak bisa ditetapkan sebagai Tap MPR dan persoalan komposisi pimpinan DPR diserahkan sepenuhnya kepada DPR. Rapat yang berlangsung kurang dari satu jam itu pun berakhir. BPMPR terbentuk Meskipun demikian, sidang paripurna itu berhasil menyepakati pembentukan Badan Pekerja (BP) MPR, yang akan bekerja mulai 14 sampai21 Oktober. Sekjen MPR/DPR Afif Ma’roef mengumumkan BP MPR terdiri 90 anggota Tetapi kenyataannya wakil dari 11 fraksi MPR baru berisi 86 anggota BP MPR dengan komposisi: F-PDIP beranggotakan 24 orang, F-PG (21), F-UG (9), F-PPP (8), F-PKB (7), F- Reformasi (6), F-TNI/Polri (5), F-PBB (2), F-KKI (2), F-PDKB (1), dan F-PDU (1).
Kesepakatan mengenai jumlah 86 orang itu dicapai dalam pertemuan antara pimpinan MPR dengan fraksi-fraksi sore ha-rinya. Menurut Ketua MPR Amien Rais, empat oranglainnya masih akan ditunggu, terutama dari UD MPR. Rapat Fraksi PPP Senin malam memutuskan kedelapan orang yang menjadi anggota BP MPR adalah Tosari Widjaja, Alihardi Kiaidemak, Alimarwan Hanan, Zein Badjeber, Chozin Chumaidi, Lukman M Saefuddin, Aisyah Aminy, dan Abdullah Syarwani. Fraksi PDI-P, walaupun hanya mempunyai jatah 24 orang di BP MPR, tetapi sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Nomor 240/DPP/KPTS/-IX/1999 yang ditandatangani Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menyiapkan 43 anggotanya.
Tim BP MPR dari F-PDIP itu diketuai Sabam Sirait dengan sekretaris Widj-a-narko Puspoyo. Fraksi Partai Demokrasi Ka-sih Bangsa (PDKB) mengajukan Gregorius Seto Harianto. Se-dangkan Sekretaris Fraksi Utusan Golongan Nursyahbani Katjasungkana menyatakan, F-UG mengajukan Valina Singka S, Sudiyanto, Harun Kamil, Ine Sukarya, Sutrisno Iwantono, Heru Sys NS, Sunarti, Samsiar, dan Sri Mulyono Herlambang. 45 Akhirnya setelah mengalami perdebatan panjang PDI Perjuangan yang sebelumnya tidak mendapatkan kursi MPR mulai menunjukan dukungannya kepada akbar tanjung dari Golkar, sokongan PDI Perjuangan (PDI) yang duluh pernah menjadi lawan politik bahkan adanya ikut campur dalam internal tidak segan-segan untuk melihatkan kepada publik untuk mendukung Akbar Tanjung menjadi calon ketua DPR, padehal sebelumnya dari internal PDI Perjuangan sendiri memiliki potensial, Setelah Amien Rais terpilih menjadi ketua MPR dan Akbar Tandjung memenangkan pertarungan ketua DPR RI, peta politik mulai terlihat, bahkan bebrapa anggota dewan saat itu mengatakan posisi Amien rais sebagai ketua MPR RI dan Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR RI sebagai pembagian kekuasaan. Tampilnya akbar sebagai pimpinan DPR RI yang disokong PDI Perjuangan bukan berarti PDI Perjuangan mendukung Cuma-Cuma hal ini terlihat akan ada imbalan dari Golkar yang mana suara beringin akan diserahkan ke Megawati dalam pemilihan presiden 20 Oktober mendatang.
Nampak jelas di dalam Golkar sendiri terjadi perpecahan terutama terhadap Habibie, seperti Ketua DPP Partai Golkar Marzuki Darusman yang anti-Habibie dan satu kubu dengan Akbar Tanjung di Gedung DPR/MPR, yang membenarkan atas dukungan PDI Perjuangan dalam pemilihan ketua DPR RI dengan begitu Megawati sebagai Capres PDI-P bakal mendapat imbalan besar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ketua F-PDI Perjuangan DPR RI Dimyati Hartono Menurutnya, dua posisi baik ketua MPR maupun ketua DPR RI bukanlah target PDI Perjuangan. “Target kami adalah melaksanakan keputusan
Kongres PDI Perjuangan Bali untuk mengantarkan Ketua Umum menjadi Presiden,” dengan begitu koalisi samar yang dibangun PDI Perjuangan dengan Golkar merupakan suatu sikap agar dalam pemilihan Presiden nanti mendukung Megawati ketua umum PDI Perjuangan menjadi RI -1, meskipun terlihat tidak ada alasan ideologis melaikan demi kebaikan. Dan ini juga tidak menempatkan PDI Perjuangan mendapatkan kursi MPR dan DPR. 46 Dengan melihat bagaimana yang terjadi dalam pemilihan Ketua MPR RI dan DPR RI, PDI Perjuangan sebagai pemilik kursi terbanyak tidak hanyut dalam perebutan kedua kursi di parlemen guna bagaimana merebut kursi Presiden, semua itu sesuai amanat Kongres Bali
yang mengusung untuk menjadikan Ketua Umum Megawati menjadi Prsiden. Keadaan inilah yang membawa PDI Perjuangan berdamai dengan Golkar sebagai pemilik suara terbanyak ke dua di Parlement, adanya kosalisi samar-samar antara PDI Perjuangan dan Golkar membuat beberapa tokoh berselisih paham terutama di Golkar sendiri. Dengan kata lain PDI Perjuangan yang dimotori oleh Sabam Sirait tidak terlalu memainkan lebih jauh dalam perebutan Kursi DPR RI kendati secara internal memiliki kader yang dianggap sangat mumpuni dari Fraksi PDI Perjuangan sendiri.
Sebenarnya kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilu merupakan kemenangan tidak terduga begitula yang diungkapkan oleh Gunawan Hartono saat diwawancara sehingga dalam perebutan kekuasaan kursi ketua MPR dan DPR RI, banyak diisi oleh orang-orang yang dalam kapasitas masih belum memupuni, keadaan ini lah yang mengakibatkan dalam pertaruangan diparlemen mengalami kekalahan. Atau lebih tepatnya pada 1999 PDI Perjuangan belum subtansi karena bertemunya semua arus bawah pada satu titik, hal inilah yang mengakibatkan kemengan yang didapat berujung pada tidak mendapatkannya kursi ketua DPR RI. Dan juga harus melihat atau menyesuaikan dengan aturan yang ada saat itu.
Sama seperti yang diungkapkan oleh Susanto Polamolo, bahwa bahwa pergeseran ideologi strategi politiknya kurang siap terutama sebagai partai pemenang dalam desain.
Karna kemenangan yang terjadi merupakan kemenangan barisan imajiner Soekarno yang merupakan kerinduaan akan sosok Soekarno. Nampak sekali bahwa kekalahan dalam parlemen meskipun PDI Perjuangan tidak menargetkan kursi ketua MPR dan DPR RI namun ada beberapa yang penulis anggap penting, pertama bahwa PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu merupakan adanya titik pertemuan arus bawah pada satu titik dan yang kedua bahwa kemenangan merupakan adanya kerinduan rakyat terhadap sosok Soekarno yang itu melekat pada Megawati, dari hasil wawancara yang penulis akukan bahwa kekalahan diparlemen merupakan kurang siapnya partai dalam dinamika yang terjadi yang dikemudian dimainkan oleh pros tengah.
Sebab –Sebab PDI Perjungan Tidak Mendapatkan Kursi Presiden
PDI Perjuangan yang sebelumnya melepaskan kursi MPR RI dan DPR RI berharap besar bisa mendapatkan kursi Presiden sebagai mana di amantkan dalam hasil Kongres PDI Perjuangan di Bali. PDI Perjuangan dengan mengusung ketokohan Megawati Soekarno Putri, untuk menjadi Presiden menggantikan Habibie. Sesuai dengan kesepakatan dengan Golkar untuk mendapat dukungan terhadap kenaikan ketua Umum PDI Perjuangan menjadi Presiden juga mendapatkan dukungan dari luar elit politik partai. Sebagai mana terlihat dengan Fenomena Golkar yang mulai tidak terlihat dukungan untuk kembali mencalonkan Bj.Habibie. Pemilihan Presiden yang dilakukan melalui sidang MPR yang dilakukan lima tahunan dan memiliki agenda memilih Presiden dan Wakil Presiden, mengingat untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden belum seperti sekarang yang dilaksanakan secara langsung dalam pemilihan langsung. Keadaan ini tentu saja membuat dinamika menjelang sidang menjadi panas, munculnya sosok Megawati yang jika berhasil menjadi presiden akan menjadi Presiden Perempuan pertama di Indonesia, hal ini membuat kelompok Islam Modernis dan Kaukus politik Irama suka menjadi pendorong penting dalam menyambut pelaksanaan sidang Umum MPR RI 1999.
Pemilu 1999 yang menempatkan PDI Perjuangan di parlemen ternyata tidak menjamin bahwa ketua umum Megawati menduduki tahta Presiden, hal ini di karenakan lahirnya kekuatan politik baru yang bernama Poros Tengah, Poros tengah yang di gagas Amien Rais, diarenakan partai-partai politik menengah dan kecil di parlemen mengalami terbelah, seperti PKB yang cenderung mendukung porosnya PDI Perjuangan, adanya dua kutup poros politik ini membuat suasana menjelang pemilihan Presiden semakin panas, Golkar dengan kekuatan pendukungnya dengan ketokohan Bj.Habibie saat itu dianggap mewakili sebagian kelompok islam, luar Jawa sekaligus refrentasi kelompok politik lama penerus Orde Baru, sedangkan Poros PDI Perjuangan dengan kekuatan politik yang merupakan refrenstasi dari Nosionalis ,Islam,Pluralis, Sekuler, dengan Sosok Megawati sebagai simbol antitesa Orde Baru.
Disisi lain juga muncul kelompok politik yang digagas Amien Rais yang saat itu sebagai ketua Umum PAN menggalang kekuatan terutama dari kelompok PPP dan PK dan sejumlah partai kecil di DPR yang di sebut Kekuatan politik poros tengah, kekuatan politik ini ternyata mampu memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam mempengaruhi menjelang sidang MPR, lobi yang dilakukan Poros tengah yang yang mendorong KH Abdurahman
Wahid, atau Gus Dur untuk menjadi calon Presiden dengan alasanbahwa sosok Gus Dur mampu menjebantani semua kelompok yang berseberangan. Melalui lobi terhadap beberapa para kyai sepuh maka poros tengah mampu menyakinkan KH abduraaahman Wahid untukmencalonkan diri sebagai Presiden.
Padehal sebelumnnya Gus Dur dengan PKB nya salah satu pendukung porosnya PDI Perjuangan yang menginginkan ketua umumnya menjadi Prsiden. Namun dengan adanya kekuatan poros tengah yang semakin menancapkan diri sebagai kekuatan politik baru di parlemen membuat PKB juga berseberangan dengan PDI Perjuangan. Sedangkan pada poros Habibie juga terjungkal penyebabnya yaitu adanya penolakan pertanggung jawaban Habibie di sidang MPR RI, membuat tidak bisa lagi Habibie mengikuti Pencalonan Presiden. Gagal nya Habibie dalam pencalonan Presiden karena penolakan pertanggung jawaban, membuat pertarungan politik pemilihan Presiden kembali terbelah dua kekuatan politik, kekuatan politik poros PDI Perjuangan dengan Poros tengah. Disisi lain Golkar yang sebelumnya kekuatan politik lama, juga mengalami keterbelahan, golkar yang saat itu diketuai oleh Akbar Tanjung kembali memaikan peranan setelah adanya penolakan pertanggung jawaban Habibie dan kegagalan pencalonan, membuat bahwa Golkar mendukung kekuatan Poros Tengah.
Adaanya dukungan dari Golkar terhadap Poros Tengah membuat kekuatan Politik Poros Tengah semakin kuat, terbukti Poros tengah yang digagas Amien Rais dengan PPP dan PK di 117 tambah dengan Golkar yang sebeumnya mengusung Gus Dur sebagai Calon Presiden terpilih menjadi Presiden Ke-4 Indonesia mengalahkan kekuatan PDI Perjuangan yang mmencalonkan Megawati Soekarno Putri sebagai Calon Presiden. Akhirnya dengan begitu melalui tawaran dari KH Abdurahman Wahid yang mengusulkan bahwa untuk pemilihan Wakil Presiden memilih Megawati sebagai Wakil di terima oleh Poros Tengah hal ini untuk meredam amarah kekecewaan pendukung PDI Perjuangan yang ada didaerah, duet KH Abdurahman Wahid dan Megawati Soekarnputri dianggap mencerminkan persatuan kepentingan Ideologi Nasionalis dan Islam.
Pemerintah yang dipimpin Gus Dur dan Megawati dalam menyusun cabinet memasukan hampir semua tokoh partai politik besar dan menengah saat itu, disisi lain adanya pembubaran Departemen Penerangan karna di anggap bagian Orde Baru.Beberapa kebijakan yang kotroversial mengakibatkan terjadinya benturan persepsi dengan kekuatan politik yang mendukungnya, yang berakibat mundurnya Hamzah has dari kabinet. Dinamika yang terjadi membuat dalam waktu singkat permintaan mundurnya Gusdur di tapuk Presiden santer di suarakan dan juga adanya permintaan reshuafle kabinet. Namun reshufle yang dilakukan dengan Mereshufle Wiranto, dan dalam waktu singkat menteri dari pihak PDI perjuangan juga mengalami resahufle. Posisi Gus Dur terus mendapat penekanan politik yang semakin kencang adanya kasus dana non budgeter Bulog dan bantuan sultan Brunai yang mencuat, membuat Poros tengah yang pernah menaikan Gus Dur sebagai Presiden mulai melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan Gus Dur.
Selain melakukan evaluasi kelompok politik ini juga mulai melakukan kompromi dengan PDI Pejuangan maupun Golkar untuk membawa kasus dana non budgeter Bulog dan bantuan sultan Brunai ke-parlemen, mengingat parlemen saat itu dikuasai oleh dua partai besar PDI Perjuangan dan Golkar. Situasi ini malah membawa situasi politik nasional memanas. Para pendukung Gus Dur juga mulai melakuakan penolakan dan bersiapmempertahankan posisi Gus Dur sebagai Presiden, akan tetapi kekuatan politik di DPR yang di motori Poros Tengah tetap ingin melakukan Evaluasi terhadap kepemimpinan Gus Dur melalui sidang Istimewa. Dilain pihak perlawanan yang di berikan KH Abdurahman Wahid juga terjadi dengan mengeluarkan Dekrit dengan isi Pembekuan MPR-DPR tidak juga tidak mampu mengalahkan pengalangan politik di parlemen yang dimotori Poros Tengah, akhirnya 23 juli 2001 Sidang Istimewa MPR yang tidak di hadiri KH Abdurahman Wahid mencabut mandat sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia.47Setelah mandat Presiden Gus Dur dicabut otomatis Wakil Presiden lah yang menggantikan. Sebenarnya kekalahan ini tidak lain dikarenakan PDI Perjuangan dalam penentuan ketua DPR RI penentuan Presiden adanya ketidak siapan sebagai pertai pemenang pemilu.
Dalam pemilihan ini ketokohan Megawati tidak mampu mengalahkan Kekuatan poros tengah yang menghendaki Gus Dur sebagai Presiden, nampak jelas seperti di ungkapkan Gunawan Hartono bahwa kekalahan yang terjadi hampir sama dengan yang terjadi sebelumnya ada permainan poros tengah dan PDI Perjuangan terpropokasi sehingga tidak mendapatkan kursi Presiden melainkan mendapatkan kursi Wakil presiden, namun dalam kekalahan ini PDI Perjuangan tetap memberikan dukungan terhadap pemerintah yang ada..
Artinya proses kekalahan tidak lain dari kematangan dari partai dalam pertarungan politik sebagai partai baru yang lahir karna adanya konflik internal dan di isi oleh orang-orang yang dalam kapasitas belum siap. Terkhusus di parlemen yang diisi oleh orang-orang yang asal berani melawan dengan resim sebelumnya keadaan inilah yang mengakibatkan kegagapan politik disamping juga menyesuaikan dengan aturan main saat itu. Lebih keras diungkapkan oleh Susanto Pulamolo bahwa kekalahan PDI Perjuangan karena PDI Perjuangan tidak memiliki konsep yang siap atau matang, hal ini disebabkan bahwa PDI Perjuangan masih hidup dibawah karisma imajiner Soekarno, dan disisi lain belum adanya konsep yang jelas kaitanya dengan Ideologi yang membuat PDI Perjuangan tidak mendapatkan Kursi Presiden dan kalah dari kekuatan politik Poros Tengah.
Melanjutkan Pemerintah Setelah Turunnya Presiden Gus Dur
Melanjutkan Pemerintah sebagai RI 1
Sejarah nampaknya sudah menggariskan “Soekarno “ bakal kembali memimpin Indonesia. kepemimpinan Gus Dur yang diturunkan olehPoros tengah membawa kesempatan Megawati sebagai wakil Presiden naik menggantikan posisi dengan adanya di parlemen Membuat ketua Umum PDI Perjuangan tanggal 23 juli 2001 melalui Sidang Istimewa MPR RI di lantik sebagai Presiden Ke-5 Republik Indonesia, yang mana sidang sebelumnya membahas dan memutuskan pemakzulan Presiden Gus Dur. Kenaikan Megawati sebagaiPresiden yang menjabat Ketua Umum PDI perjuangan membawa angin segar bagi rakyat. PDI Perjuangan yang merupakan Partai Wong Cilik dianggap bisa menyelesaikan masalah yang ada saat itu yang memiliki kekuatan Politik baik di Pemerintah maupun di Parlement.
Kendati demikian keadaan politik dan ekonomi yang saat itu masih mengalami penghujung karamnya kapal Indonesia, keadaan ekonomi yang berada dititik minus, serta terjadinya konflik horiziontal dan vertikal masih yang terus berlanjut. Dengan situasi seperti ini tentu saja Ketua Umum PDI Perjuangan ini harus cermat dalam menentukan sebuah Kabinet hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan yang sebelumnya terjadi di dalam kabinet Gus Dur, belum lagi adanya kekosongan Wakil Presiden sepeninggal Megawati.Keadaan ini Membuat PDI Perjuangan harus menyiapkan secara matang dan sejalan dengan Presiden Megawati hal ini agar tidak terjadi benturan. Kenaikan Megawati sebagai Presiden mengalami banyak masalah dari adanya pembahasan bagi-bagi kue, bahkan penggulingan dari puncak kepresidenan santer terdengar. Keadaan ini lebih dikarenakan penurunan Gus dur dari puncak Kepresidenan tidak terlepas dari adanya dukungan dari Golkar dan Poros tengah yang di pimpin Amien rais.
Dinamika Pergulatan Naiknya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati
Soekarnoputri sebagai Presiden
Sebenarnya ketika presiden Gus Dur turun dan dilantiknya Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden, situasi politik dan ekonomi Indonesia serta sosial mengalami permasalahan.
Keadaan ini membuat kenaikan presiden Megawati bukan saja mengganti kepemimpinan namun juga harus menentukan pembantu Presiden yang merupakan sebuah kue yang besar yang tiap potongangannya meski dibagi-bagi, keadaan inilah mengapa PDI Perjuangan melalui ketua Umumnya yang akan menjadi Presiden tidak mau gegabah. Sebelumnya menjelang sidang Istimewa persoalan bagai mana adanyabagi-bagi kue sudah serius dibicarakan antara petinggi partai, seperti para petinggi Poros tengah dan Golkar yang mulai meragukan Komimetmen PDI Perjuangan yang dianggap bakal jalan sendiri jika nanti kursi Presiden berhasil di dapat, ketidak puasan ini sebenarnya muncul karena adanya sikap Ketua Umum PDI Perjuangan yang tidak mau segera membagi kue, PDI Perjuangan juga enggan berbagi porsi sebelum sidang istemewa di gelar. Bahkan di dalam internal sendiri makin santer suara yang mendesak agar Megawati tidak terburu-buru.
Adanya keretakan ini juga membawa amien rais sebagai penggas Poros Tengah dan juga Ketua MPR RI saat itu, memberikan jaminan bahwa Poros tengah tidak akan menelikung Kepemimpinan Presiden Megawati sampai 2004, adanya jaminan ini tentu saja juga memberikan jaminan bahwa Megawati akan tetap menjadi Presiden menggantikan Gus Dur dalam sidang Istimewa nanti. Otomatis Kursi Ke2 RI mengalami kekososngan, dengan adanya jaminan dari Poros tengah Megawati juga memberikan pengisian Kursi RI 2 kepada para Ketua Partai. Setelah beberapa hari kemudian dalam pertemuan di hotel Boulevard Plaza Park Jakarta. PDI Perjuangan melalui Sekjennya Sujipto datang membawa suara Megawati yang mengatakan bahwa untuk Wapres di lemparkan kepada pimpinan partai. PDI Perjuangan juga menggarasi bahwa tak akan meninggalkan partai lain dalam penyusunan kabinet.
Dengan adanya keputusan yang dikeluarkan PDI Perjuangan ada kemungkinan ketakutan PDI Perjuangan dalam hal menentukan Wakil Presiden dan menteri terhadap kekuatan politik Poros Tengah. Meskipun penjegelan Megawati untuk duduk di kursi RI-1 dilakukan dari kelompok Gus Dur dengan memaikan artu islam, konsolidasi yang dilakukan fraksi PKB terhadap beberapa partai yang berbasis Islam seperti PAN, PPP dan PBB gencar dilakukan untuk mengganjal Ketua Umum PDI Perjuangan menjadi Presiden.48 Kendati demikian melalui sidang MPR 23 juli 2001 Megwati Soekarno putri resmi menjadi presiden Ke-5 RI. Menggantikan presiden sebelumnya dengan meninggalkan banyak masalah tentu dalam penyusunan kabinet tiak bisa gegabah, mengingat untuk menopang kinerja kepemimpinanan ketua umum PDI Perjuangan haruslah kabinet yang mau bekerja keras.
Persoalannya Naiknya Megawati tidak terlepas adanya dukungan dari Poros tengah. Yang dianggap oleh banyak kalangan jika para kader partai masuk kedalam kabinet lebih sibuk melayani kepentingan partai masing-masing ketimbang menjalankan kewajiban profesionalitas. Kemelut dalam penentuan kabinet membuat beberapa partai bahkan mengeuarkan ancaman akan menarik dukungan jika tidak diikutkan didalam kabinet.
Kesimpang siuran dalam penyusunan kabinet akhirnya menapaki kejelasan ketika PDI Perjuangan sendiri telah mengisyaratkan bahwa kabinet itu adalah kabinet Koalisi.
Dengan adanya isyarat seperti itu maka semua partai bergembira, meskipun nanti akan terjadi penggemukan kabinet. Disisi lain dalam menentukan pendamping ketua umum PDI Perjuangan Megawati yang menjabat presiden, Megawati memberikan dukungan kepada Hamzah haz , hal ini di utarakan juga oleh Wakil Sekjen PDI Perjuangan yang mengagap PPP merupakan Partai yang cukup tua, dulu juga pernah menang di pemilu jakarta, dan ketika di tindas Orde Baru, PDI Perjuangan dan PPP juga pernah bahu membahu sehingga lahirlah Mega-Bintang. Persamaan nasip yang dilewati antara PDIP dan PPP membawa mereka untuk menduduki kursi RI-1 dan RI-2, tentu saja akan mempermudah jalannya setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden jika di parlemen dominasi PDI Perjuangan yang juga mengendalikan dan PPP yang berpengalaman dan pernah melakukan perlawanan terhadap penguasa di zaman orde baru. PDI Perjuangan yang memiliki ideologi 1 juni merupakan suatu keyakinan partai dan yang harus di perjuangkan. Atas dasar itu juga kebijakan yang diambil harus mencerminkan Ideologi 1 Juni, maka pembantu presiden juga harus lah barisan yang satu ideologi. Pasca pelantikan naiknya Megwati sebagai Presiden PDI Perjuangan yang sebelumnya selama rezim orde baru selalu menjadi oposisi berbalik arah melalui Forum rapat koordinasi (rakor) antara Dewan pimpinan pusat (DPP) dengan fraksi PDIPerjuangan di DPR.Mengubah orientasinya dari partai yang selalu kritisterhadap pemerintah menjadi partai pendukung pemerintah.
Kebijakan ini merupakan salah satu dukungan yang diambil PDI Perjungan melalui suara parlemen, tentu saja hal ini penting sekali mengingat PDIPerjuangan sebagai partai pemenang dengan memiliki kursi terbanyak harus sinergi dengan Presiden yang juga dari partai yang sama sekaligus ketua umum, walaupun dalam pengambilan keputusan dalam penyusunan kabinet PDI perjuangan menyerahkan hak sepenuhnya kepada Presiden yang merupakan kabinet gotong royong atau “Koalisi” yang terdiri dari lima partai, yaitu PDI-P, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang
(PBB), dan ditambah unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI) . Di lain pihak kenaikan ketua Umum PDI Perjuangan menimbulkan masalah internal meskipun Fraksi PDIPerjuangandi DPR adalah motor penggerak mendukung kebijakan dengan upaya mengubah sikap menjadi partai pendukung pemerintah, karna oleh sebagian orang dirasa belum lengkap tanpa kerelaan Megawati melepas jabatannya sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan. Mereka menilai akan sulit bagi Megawati untuk memisahkan antara tugas partai dan tugas kenegaraan. Suara yang ingin untuk memisahkan jabatan di eksekutif dan di partai itu datang dengan lantang dari bekas Ketua DPP PDI Perjuangan Prof Dr Dimyati Hartono. Dengan mengambil contoh di beberapa negara, sebagian besar warga PDI Perjuangan menolak pemisahan itu. Megawati juga dianggap sebagaifaktor pemersatu di tubuh PDI Perjuangan, yang memang cukup heterogenitu. “Mbak Mega bersedia melepaskan jabatan itu, asalkan ada permintaan dari cabang-cabang. Saya sendiri belum mendengar adapermintaan itu,” kata Sutjipto, Sekjen DPP PDI Perjuangan. 49
Disi lain Naiknya Megawati sebagai Presiden dan juga wakilnya Ham Zah Has sebagai pemegang kekuasaan tentulah memiliki resiko kejatuhan sama seperti Gus Dur. Bahkan beberapa kalangan menyebutkan bahwa Megawati Soekarno Putri akan dilengserkan. Sebab, Megawati dianggap tidak bisa memisahkan kepentingan pribadi dan negara. Sekenario penjatuhan Megawati dimulai dengan adanya beberapa kejadian mulai adanya tragedy Terorisme, bom Bali satu, penjualan aset negara, yang menjadi pencitraan lawan politiknya.
Sekenario pertama dalam penjatuahan di mulai dari adanya tragedi di AS yaitu serangan terhadap WTC sembilan september yang membawa dampak pada kesetabilan politik dalam negeri. Hal ini dikarenakan CIA menggap salah satu anggota JI Abu Bakar Basir merupakan bagian dari teroris. Bahkan dalam perjalanan pembantu presiden kordinator politik dan keamanan saat itu melakukan keputusan bertolak belakanng dengan apa yang dihasilkan saat rapat kabinet yang berujung adanya konflik antara Megawati dan Pembantunya di kabinet. Dengan melihat dinamika yang terjadi kenaikan Ketua umum Megawati sebagai Presiden merupakan hasil dari adanya kesepakan politik dari Poros Tengah dan Golkar, namun hal ini bagi PDI Perjuangan merupakan sesuai dengan amanat Kongres yang telah berhasil, sehingga PDI Perjuangan yang sebelumnya ragu dalam menentukan sikap mendukung pemerintah dengan tegas mau tidak mau harus mendukung agar tercapainya cita- cita yang sudah lama. Namun dalam penyusunan kabinet politik yang di pakai lebih kentara dagang sapi atau pragmatis dengan diakomodirnya seluruh kepentingan partai pendukung.
Hal ini di karenakan adanya ketakutan akan di turunkan di tengah jalan, mengingat banyaknya kebijakan yang diambil bkan alasan ideologis melainkan kondisional. Sebagi partai penguasa dan baru penataan dalam memperjuangkan kebijakan kearah ideologi 1 juni lebih kentara kepada sikap politik kondisional (pragmatis) demi kebaikan dan kelancaran.
Sebagai partai yang melanjutkan kepemimpinan dari Gus Dur, bagi Susanto polamolo karena adanya pergeseran partai islam yang mengagap Gus Dur tidak lagi mampu mengakomudir kepentingan sehingga dukungan di alihkan ke Megawati, namun bukan alasan ideologis karena ketika jadi presiden tidak memiliki spirit seperti bapaknya Soekarno. Namun bagi Gunawan Hartono melanjutkan kepemimpinan Gus Dur merupakan sesuatu yang tidak terduga, yang mengakibatkan PDI Perjuanga terpropokasi yang berujung pada ketidak harmonisan hubungan pada PKB, secara dukungan naiknya Ketua umum PDI Perjuangan merupakan targetan yang mana sebelumnya diputuskan partai, namun secara kesiapan melanjutkan sisa kepemimpinan Gus Dur yang banyak meninggalkan pekerjaan rumah membuat kebijakan saat melanjutkan pemerintahan mau tidak mau tidak pupoler. Hal ini juga mengakibatkan PDI Pejuangan dalam internal kurang siap, sehingga berkahir pada penjualan aset seperti indosat. Sehingga sebagai partai pemenang tetapi tidak mampu yang berujung dalam pemilu berikutnya. Dari rentang waktu yang sedikit PDI Perjuangan sebagai partai baru yang merupakan pecahan dari PDI nampak sedang mencari konsep yang jelas, dalam memperjuangkan apa yang diingkan rakyat, namun karena dalam dinamika politik yang tidak saja di huni PDI Perjuangan melainkan juga ada kekuatan lain seperti poros tengan dan golkar mengakibatkan kebijakan ketika melanjutkan pemerintah lebih mengakomodir semua kepentingan yang berujungan dengan adanya kekecewaan rakyat terhadap Partai yang berjargon peduli dengan Wong cilik.
Dinamika PDI Perjuangan Menjelang Pemilu 2004
Dalam perjalanannya PDI Perjuangan mengalami dinamika internal yang sangat panjang, terutama konflik ini disebabkan adanya pengelompokan dalam satu partai yang terjadi sebelumnya, sehingga melahirkan tragedi 27 juli atau kuda tuli, berganti nama menjadi PDI Perjuangan barisan Megawati, namun ketokohan Megawati yang selalu menjadi Patron mampu menggeser tokoh-tokoh yang memiliki potensial, PDI Perjuanga sebagai mana di katakan I Ketut Putra Erawan, Ph.D, dalam tipologi partai, PDI Perjuangan lebih condong partai massa patronisasi ,hal ini di karenakan PDI Perjuangan sebagai partai massa di Indonesia terdiri dari banyak pendukung mulai dari kelompok soekarnois, marhaenis,Nasionalis,dan kelompok populis. Dalam pengorganisasian yang konplek dan rumit Dibutuhkan sosok pemimpin, wajah PDI Perjuangan ditahun 1999 sampai 2003 lebih pada jumlah massa ketimbang kualitas kader. Sehingga dalam penentuan atau pembahasan organisasi seperti kongres, lebih dominan patronisasi pemimpin. Nampak jelas seperti kongres tahun 2000 kemunculan Kandidat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Eros Djarot. Yang mengatakan Megawati Soekarnoputri tidak dapat dipisahkan dengan PDI-P. Megawati tetap pimpinan PDI-P, di mana pun posisinya pada struktur kepengurusan DPP PDI-P. Karena itu, ia mengaku tak mengerti dengan sikap sebagian kader PDI-P yang memintanya (Megawati) tetap sebagai Ketua Umum. “Saya tidak mundur, tetap maju terus. Kalau kongres tidak memilih saya, ya harus tunduk. Tetapi pada hakikatnya Megawati itu sudah menjadi pimpinan PDI-P. Masalah, ada kepentingan politik lain yang tidak dapat saya pahami, tetap minta Mbak Megawati untuk duduk sebagai ketua umum. Bagi saya, di mana pun Megawati berada dia tetap pemimpin PDI-P, atau bahkan sosok Megawati di tegaskan eros di dalam buku karangannya setebal 23 halaman, berjudul PDI Perjuangan yang Saya Pahami. Pada salah satu bab, Eros memberikan judul Megawati Tetap Pemimpin Kita. “Saya anggap figur Megawati tak dapat dipisahkan lagi dengan PDI-P, dan sebagai simbol dia tetap menjadi pemimpin PDI-P.50 Disisi lain dinamika internal PDI Perjuangan setelah pemilu 1999 lebih kepada siapa mendapat apa, bahkan dalam penentuan struktur organisasi lahir beberapa tuntutan seperti dari organisasi massa (ormas) dan daerah agar kadernya menjadi pengurus DPP PDI-P bahkan Lima Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P di Kalimantan Tengah, yakni Palangkaraya, Kapuas, Barito Utara, Kotawaringin Barat, dan Kotawaringin Timur minta anggota DPR dari Kalteng, Agustin Teras Narang, direkrut sebagai salah satu pengurus DPP. ” dengan alasan yang sangat jauh dari ideologis melainkan alasan politis, hal ini terlihat dari alasanyang dikeluarkan bahwa dari Kalteng sering kesulitan berhubungan dengan DPP. Yang melahirkan permintaan salah satu tokoh mereka Teras Narang untuk menjadi pengurus DPP, dengan harapan sehingga menjadi penghubung kami dengan pusat. Sedangkan Forum Aktivis Muda (FAM) PDI-P mengusulkan, empat nama kadernya menjadi pengurus DPP PDI-P periode 2000-2005. Sangat disayangkan sebagai partai pemenang, di dalam tubuh PDI-P yang tak pernah lepas dari perbedaan pendapat namun beda pendapat itu berubah menjadi konflik berkelanjutan.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI- P) yang berkekuatan 30,6 persen di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengubah orientasi dan karakter politik setelah terjadi pergantian pimpinan nasional. PDI-P, melalui forum rapat koordinasi (Rakor) antara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Fraksi PDIP DPR pada 14 Agustus, mengubah orientasinya dari partai yang kritis terhadap pemerintah, menjadi partai “pendukung pemerintah”. PDI-P memang tidak secara tegas menunjukkan diri sebagai partai pemerintah, karena susunan kabinet yang dibentuk merupakan kabinet gabungan atau kalau boleh disebut “koalisi” dari lima partai, yaitu PDI-P, Partai Golkar, Partai Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), dan ditambah unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI). Formulasi perubahan sikap PDI-P itu adalah: PDI-P mengubah sikap dan perilaku politik Fraksi PDIP DPR yang dulunya memberi dukungan setengah hati, sekarang memberikan dukungan penuh dengan cara elegan, tetapi tetap mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak tepat. Berbeda Ketika Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden, PDI-P masih seperti berdiri di atas satu kaki, setengah pemerintah, setengah “oposisi”. Di satu pihak, ia menjadi bagian dari pemerintahan Abdurrahman Wahid, yang punya konsekuensi ikut bertanggung jawab atas kinerja pemerintahan itu sendiri.
Di lain pihak, Fraksi PDIP DPR adalah motor penggerak yang berusaha melengserkan Abdurrahman Wahid secara konstitusional sejak memorandum pertama, memorandum kedua, hingga Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (SI MPR) 21 Juli 2001.
Gerakan pelengseran “diawali” ketika dua anggota kabinet yang digaransi Partai Golkar dan PDI Perjuangan, Jusuf Kalla dan Laksamana Sukardi, dipecat oleh Abdurrahman Wahid.
Dalam pemecatan Abdurrahman Wahid itu, isu yang dilontarkan adalah KKN, yang sampai sekarang belum dapat dibuktikan. Meskipun, PDI Perjuangan dan Partai Golkar masih menyisakan beberapa kadernya di kabinet. Setelah Megawati Soekarnoputri naik menjadi Presiden, PDI-P telah menetapkan sikap sebagai partai pendukung pemerintah secara penuh. Namun terpilihnya Megawati sebagai Presiden yang juga ketua umum PDI Perjuangan, dianggap sebagai “pengkhianatan” oleh PKB. Upaya PDI Perjuangan yang mengubah haluan sikappolitik partai yang menjadi partai pendukung pemerintah masih dianggap kurang oleh sebagian orang, dikarenakan Mereka menilai akan sulit bagi Mega untuk memisahkan antara tugas partai dan tugas kenegaraan.
Suara yang ingin untuk memisahkan jabatan di eksekutif dan di partai itu datang dengan lantang dari bekas Ketua DPP PDI Perjuangan Prof Dr Dimyati Hartono. Namun sebagian besar warga PDI Perjuangan menolak pemisahan itu. Megawati masih dianggap sebagai faktor pemersatu di tubuh PDI Perjuangan, yang memang cukup heterogen itu.51 Sedangkan diranah parlemen fraksi PDI Perjuangan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). tidak hadir. Kendati demikian tanpa adanya PDI Perjuangan. Mayoritas fraksi yang hadir menyatakan sepakat mengesahkan RUU itu menjadi undang-undang. Dalam pengamanan sidang yang ketat yang melibatkan Polisi dan satuan pengamanan DPR untuk menjaga ruang Nusantara V, Sidang paripurna ini adalah lanjutan dari sidang sehari sebelumnya yang tidak menghasilkan kesepakatan. Dalam sidang yang berlangsung petugas sekretariat DPR datang membawa surat dari fraksi PDI Perjuangan. Surat yang ditandatangani Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR Roy B.B. Janis dan sekretaris Tjahjo Kumolo itu menyebut tiga alasan mengapa mereka tidak mengikuti sidang paripurna. Salah satu alasan, partai itu tetap ingin rapat paripurna ditunda hingga 17 Juni untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun seketaris PDI Perjuangan Roy Janis beranggapan bahwa aksi tidak hadir di sidang ini sebagai boikot. “Kalau kami memboikot, rapat jadi macet. Buktinya, rapat berjalan,” kata dia. Roy meminta pemerintah lebih arif dalam membuat peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana undang-undang pendidikan itu nanti. 52
Sama seperti yang dilakukan dalam RUU Pendidikan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR juga melakukan koreksi terhadap pemerintah, dengan meminta pemerintah untuk melakukan penundaan atau membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, dan telepon. Hal ini juga memberikan sebuah gambaran yang cukup mengejutkan karena kebijakan yang diambil fraksi PDI Perjuangan tidak sesuai dengan kebijakan yang diambil oleh Presiden Megwati yang sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan. Kendati demikian sikapa politik yang diambil merupakan suatu sikap untuk mengakomodir aspirasi-aspirasi rakyat yang muncul. Seperti yang diutarakan oleh Wakil Sekretaris F-PDI Perjuangan di DPR Firman Dely menjelaskan, keputusan yang diambil fraksinya sebagai refleksi dari kemauan politik Parlemen untuk mewadahi dan mengakomodir aspirasi-aspirasi rakyat yang muncul. sebenarnya sikap yang diambil berdasarkan dua ukuran.
Pertama, keputusan tersebut diambil akibat maraknya aspirasi publik yang menolak keputusan kenaikan tiga sektor tersebut. Kedua, kebuntuan dialog antara pikiran-pikiran dari lembaga legislatif dan eksekutif yang hingga kini belum menemui titik temu. meski kenaikan tersebut adalah keputusan yang sulit, paling tidak ada dari beberapa alternatif yang harus dicari jalan keluarnya untuk meredam gejolak sosial. Soalnya, konteks yang disampaikan fraksinya sebagai wakil rakyat. Karenanya pihaknya akan menindak lanjuti dengan proses konsultasi antara pimpinan fraksi, dan instansi terkait.
Menyoal seberapa jauh peluang dalam pertemuan antara DPR dan tiga menteri koordinasi, Rabu besok, Firman tak dapat memperkirakannya mengingat subtansi persoalan tuntutan rakyat sudah dapat ditangkap. Tapi, mekanisme politik kelembagaan sebenarnya sudah sejak 2002 diperbincangkan. Yang penting, dia menjelaskan, harus ada titik temu dulu dan ada pembicaraan mengenai pandangan-pandangan kedua belah pihak. Dari pandangan kedua belah pihak itulah baru dicari solusinya. Setidaknya, walau tak ada pendekatan hitam putih, harus ada sejumlah alternatif dari penyelesaian permasalahan tersebut yang ditawarkan pemerintah. Ini penting dilakukan pemerintah untuk mengimbangi ongkos sosial politik yang diterima public Sedangkan PDI Perjuangan melalui Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Sutjipto yakin bahwa rakyat tetap mendukung Megawati Soekarnoputri meskipun dia melakukan penjualan PT Indosat, kenaikan tarif dasar listrik, harga BBM dan telepon yang memicu kontroversi keras. Bahkan dia juga mengatakan bahwa Megawati tidak akan surut mengubah kebijakan itu. meski pun akan mendapat kritikan keras dari lawan politiknya seperti Amien Rais, Gus Dur dan politisi PKB. Bahkan juga mengatakan jika ada yang keberatan mereka akan menyampaikan dengan didasari kecintaan mereka pada kepemimpinan Mega. Disisi lain seperti Sutjipto menegaskan, bahwa seluruh kebijakan tersebut tidak lahir dengan sendirinya, atau semata-mata atas inisiatif pemerintah, melainkan telah kebijakan ini lahir dan mendapat persetujuan parlemen. Yang mana di dalamnya ada PAN dan anggota Fraksi Reformasi yang lain. Pemerintahan Megawati, bukan karena Jangan seolah-olah hanya tanggungjawab Mbak Mega, pemerintah dan PDI Perjuangan. Meskipun berhembus kabar bahwa ini adanya dugaan adanya skenario menjatuhkan pemerintahan Megawati di tengah jalan, berkaitan kritikan keras Amien Rais dan politisi lain terhadap penjualan PT Indosat, kenaikan tarif listrik, BBMdan telepon.
Perihal kebijakan Megawati yang tidak tergoyahkan itu, Sutjipto menjelaskan karena presiden dan pemerintahannya punya pijakan konstituisonal dan landasan hukum yang jelas. Karena itu Sutjipto amat yakin pemerintahan Megawati tidak akan merevisi atau menunda kenaikan tarif telepon, BBM, listrik dan penjualan PT Indosat. 54
Tidak hanya itu dinamika yang terjadi di PDI Perjuangan terpaan bahwa PDI Perjuangan sebagai partai terkorup pun mencuat, tokoh PDI Perjuangan seperti Kritikan keras Kwik Kian Gie pernyataannya mengenai PDIP sebagai partai “terkorup”, pernyataan ini membuat suami Presiden Megawati yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan meradang bahkan memarahi Kwik kian gie. Kwik Kian Gie yang menjabat Kepala Badan Litbang PDI- Perjuangan bahkan dipersilahkan untuk keluar atau membuat partai sendiri. Namun Kwik yang terus-menerus mengungkap borok partai ke luar, dan juga membentuk Tim 20 tidak akan membuat PDI-P pecah. Bahkan sebaliknya dia berterima kasih, karena dengan sikap Kwik, partai menjadi kompak.
Perihal ini dianggap Pak Kwik sekarang ini membuat kompak PDI-P.Sebelumnya Kwik menjelaskan bahwa pernyatannya yang oleh rekan-rekan separtainya dinilai sangat keras awalnya hanya merupakan reaksi spontan. ”Jadi sama sekali bukan bermaksud sengajamemberikan pernyataan itu ke publik. Itu hanya menjawab pertanyaan yang timbul setelah saya menjadi pembicara dengan topik pemberantasan KKN,buku kecil karangan Kwik berjudul; Pemberantasan Korupsi untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan.merupakan respon hitung-hitungan dengan anggapan bahwa kader PDI-P itu sekarang banyak yang berada di tampuk kekuasaan dari pusat sampai daerah-daerah. Kalau sekarang masih saja terjadi korupsi, ya bukan rahasia lagi mereka ikut terlibat,Ketika ditanya apakah dirinya punya bukti-bukti apa yang dikatakannya Kwik mengatakan, ”bukti-bukti saya tidak punya tapi kalau indikasinya ada”. Ekonom lulusan Belanda tersebut mengatakan bukan rahasia lagi kalau banyak kalangan yang kecewa dengan keadaan saat dimana PDI-P berkuasa.
Lebih lanjut menurut Kwik di kalangan PDI-P tersebut ada kader yang hitam dan yang putih. Yang putih itu mayoritas dan yang hitam minoritas. Dirinya tidak ingin PDI-P tercerabut dari akarnya hanya karena ulah kelompok hitam tersebut.
Di tempat terpisah, Wakil Sekjen DPP PDI-P Jacobus Kamarlo Mayong Padang menilai, substansi yang disampaikan Kwik ada benarnya. ”Karena itu bila Kwik dipanggil DPP, saya akan membelanya.” Jacobus tidak setuju bila Kwik dipersalahkan atau dihabisi.
Partai justru perlu berterima kasih lantaran masih ada yang memberikan input bagi kepentingan partai ke depan. Semua jangan terseret pada cara Kwik menyampaikan kritik.
Yang perlu diteliti adalah substansi dari pernyataan Kwik. ”Benar tidak pernyataan Kwik, kalau saya ada benarnya. Memang ada sebagian yang mulai main uang. Saya ngeri lihat teman-teman yang kelakuannya makin sontoloyo. Oknum-oknum demikian tidak boleh dibiarkan. Tidak boleh ada yang memanfaatkan partai untuk kepentingan diri pribadi.” Saat ditanya, apakah omongan Kwik yang pedas itu ada kaitan dengan rumor ditolaknya dia sebagai calon Gubernur BI, Jacobus menegaskan, tidak ada kaitan.
Kwik bukan orang ambisius, dia hanya omong apa adanya. ”Untuk itu, saya mengusulkan agar DPP segera memanggil Kwik, punya data tidak dia? Kalau ada, apa tindak lanjutnya?” Rekannya, anggota F-PDIP Erwin Pardede menilai, Kwik itu tokoh idealis.
”Pernyataannya itu mungkin dimaksudkan untuk memperbaiki bangsa. Karena itu jangan dibantai, tanya saja baik-baik. Saya pikir yang kebakaran jenggot karena pernyataan Kwik itu ada dua macam. Pertama, mereka yang terlalu cinta kepada partai. Kedua, mungkin pernyataan Kwik menohok atau ada kaitan dengan mereka.55 Konflik yang berkepanjangan juga menyurutkan popularitas PDI Perjuangan yang memiliki jargon partai wong cilik, kebijakan partai baik melalui fraksi dan pemerintah dalam persiapan untuk pemilu tahun 2004 beberapa calon dari PDI Perjuangan harus terdepak sekurang-kurangnya 40 calon anggota legislatif, umumnya mereka gagal karena tidak memenuhi syarat. Bahkan jauh sebelum pemilu prilaku mundurnya beberapa tokoh PDI Perjuangan seperti Indira Damayanti Bambang Sugondo di parlemen, dan juga Sophan Sophian yang menjadi ketua praksi PDIP di MPR juga membawa elektabilitas partai menurun.
Namun Megawati yang di calonkan kembali, melakukan manuper Menjelang pemilu 2004 saat Memasuki masa kampanye pemilihan presiden calon presiden (capres). PDI-P Megawati Soekarnoputri mengambil kebijakan tentang gaji ke 13 pegawai negeri, kebijakan yang dianggap aneh dari lawan politiknya seperti dari capres-cawapres dari PAN Amien Rais- Siswono Yudohusodo saling menyerang terkait rencana pemberian gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS), yang akan dimulai pada Juni 2004. Amien dan Siswono menilai, pemberian gaji ke-13 tersebut merupakan alat kampenye Mega untuk mencari simpati PNS.
Namun Mega membantah bahwa itu sebagai alat kampanye. Karena hal itu memang salah satu program yang telah lama disusun kabinetnya, yaitu Kabinet Gotong Royong. ”Ini kebijakan kabinet, bukan janji-janjinya,” jelasnya dalam jumpa pers di rumah dinas Mega,
Jalan Teuku Umar. Acara saat itu dihadiri pula seluruh fungsionaris PDI-P dan tim sukses Mega-Hasyim, serta Ketua Umum PDS Ryandi Hutasoit. Selain itu, juga terlihat ekonom Sri Adiningsih, Hermawan Sulistyo, dan Menteri Kimpraswil dan Menhub ad interim Soenarno.
Kendati mendapat serangan Megawati meluncurkan lima butir rekomendasi yang akan dilaksanakan jika dirinya terpilih kembali sebagai presiden. Lima rencana ekonomi duet Megawati-Hasyim Muzadi itu disingkat dengan ”Rekomendasi”. Lima rekomendasi yang diluncurkan itu, kata Mega, sebenarnya bukan hal baru, tapi lanjutan dari apa yang telah dilaksanakan selama tiga tahun Kabinet Gotong Royong. Lima butir rekomendasi itu, pertama adalah penciptaan lapangan kerja dan usaha baru. Kedua, pendidikan. Ketiga, kesejahteraan sosial. Keempat, pelayanan kesehatan, dan kelima, infrastruktur. Mega menjelaskan, kabinetnya akan menciptakan 12,9 juta lapangan kerja baru, menciptakan skema kredit program baru nonagunan untuk usaha kecil menengah (UKM), serta perluasan pengadaan kredit usaha kecil dan menengah. Kabinetnya juga akan memperluas program latihan kerja, perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia, subsidi pupuk, dan rezim perpajakan untuk meningkatkan daya saing. Di bidang pendidikan, permasalahan yang akan dituntaskan, yakni pengangkatan 100.000 buruh baru per tahun dalam lima tahun mendatang, meningkatkan jumlah penerimaan beasiswa, pemerataan pendidikan, memperbaiki dan membawa sekolah baru, perpustakaan, dan pembebasan pajak atas buku bacaan. Sementara itu, di bidang kesejahteraan sosial, kabinet akan melakukan pengurangan tingkat kemiskinan 14,5 %, subsidi beras, perumahan, subsidi minyak tanah, kesejahteraan pegawai negeri, dan beban pajak. Sedangkan di bidang peningkatan pelayanan kesehatan, kabinet yang akan dibentuk direncanakan akan memperluas dan mengadakan peningkatan kesehatan melalui puskesmas, mengurangi penyakit-penyakit epidemik, dan Keluarga Berencana (KB). Untuk bidang infrastruktur atau prasarana, kabinetnya akan menitikberatkan pada sektor kelistrikan, pengadaan jalan baru, penyediaan air bersih, pembukaan irigasi, serta memperluas jalan lintas kereta api.
Hasyim menegaskan, untuk membawa Indonesia kepada suasana baru seperti yang dicita-citakan, lima rekomendasi itu perlu didukung kekuatan dari pemerintahan yang kompak dan saling mengisi. Karena itu, menurutnya, kabinet mendatang harus efektif dan memenuhi tiga syarat. Pertama, loyal kepada negara dan pemimpin nasional. Kedua, cakap. Dan ketiga, bersih dan anti-KKN. ”Nanti tidak boleh terjadi lagi ada menteri koruptor yang diangkat. Bahkan, yang bau korupsi sekalipun. Pemerintahan nanti harus menjadi sapu dari gerakan antikorupsi,” tegasnya. Namun dia mengingatkan, eksekutif bukan segala-galanya. Presiden dan wapres, menurut Hasyim, untuk jadi perlu dipilih rakyat. Tapi untuk dapat bekerja perlu kerja sama dengan parlemen. ”Dalam demokrasi posisi legislatif tidak lebih tinggi dari eksekutif, sehingga dapat saling mendukung,” kata mantan Ketua PWNU Jawa Timur itu.
Ketika ditanya soal rival beratnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mega berkelakar, ”Enak saja bertanya begitu.” Tampilnya sejumlah capres dan cawapres adalah pendidikan politik yang positif bagi rakyat. Bahkan, Mega menilai wajar jika sekarang muncul banyak capres dan cawares, karena kondisi sekarang dan akan datang akan lebih baik, setidak-tidaknya lebih ringan dibandingkan dengan ketika dia terpilih. ”Wajar kalau sekarang banyak yang ingin, kan sudah enak kerjanya. Lain dengan ketika saya terpilih dulu yang keadaannya jelas berat.”Mega pada kesempatan itu menolak menjelaskan rencana pembentukan kabinet bayangan. ”Itu adalah hak prerogatif presiden terpilih, tidak perlu diumumkan sekarang.56 Demikian uangkapan calon yang diusung PDI Perjuangan yang sekaligus ketua umum PDI Perjuanagan. Hingga memasuki pemilihan legislatif dan presiden, PDI perjuangan mengalami kesusahan terutama membangun citra calon Presiden yang mereka usung, hal ini di karenakan ketatnya aturan protokoler kepresidenan. Seperti yang diungkapkan oleh Tjahjo Kumolo dan Pramono Anung yang mengungkapkan ibu mega terkukung ketatnya protokeler sehingga sulit ketemu rakyat, yang merupakan untuk wong cilik57 dengan begitu keikutsertaan PDI Perjuangan dalam pemilu berlangsung sama seperti 1999, meskipun secara popularitas partai menurun dikarenakan kebijakan pemerintah yang tidak populer bahkan konflik internal, dan mundurnya beberapa elit partai yang berpengaruh. Sejalan dengan apa yang di sampaikan oleh I Ketut Putra Erawan, Ph.D PDI Perjuangan yang sudah bergeser menuju Partai massa Patronisasi juga membuat dalam persiapan Pemilu 2004 mengalami beberapa permasalahan, dalam penentuaan struktural PDI Perjuangan tidak mampu keluar dari status qua, namun dengan di motori Eros Jarot yang merupakan kader kritis menginkan terjadinya perubahan dalam struktural PDI Perjuangan yang mendapat penolakan dari pendukung yang tetap mempertahankan Ketua umum tetap Megawati, disisi lain beberapa daerah bahkan mengusulkan untuk kadernya menjadi pengurus di DPP PDI Perjuangan dengan alasan kesulitan komunikasi, jelas ini merupakan alasan yang tidak ideoogis namun tetap di suarakan agar Agus teras narang di rekrut menjadi pengurus DPP PDI Perjuangan. Sedangkan pertarungan di dalam parlemen sendiri yang di motori oleh Roy B.B dan Cahyo Kumolo lebih condong dengan sikap politik yang dimainkan juga bukan Ideologi, adanya keputusan tidak mengikuti sidang Paripurna dalam pengesahan RUU Pendidikan dengan cara tidak hadir, hal ini jelas bukan merupakan cermin ideologi 1 juni, hanya karena ingin penundaan melakukan boikot tidak hadir dalam sidang. Meskipun bagian dari partai pemerintah PDI Perjuangan melalui Fraksinya juga melakukan pengoreksiaan terhadap kebijakan Pemerintah dalam hal penaikan BBM dan penjuanlan PT Indoesat serta kenaikan Listrik, melalui seketaris Fraksi PDI Perjuangan menghasilkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebijakan Presiden Megawati karena dianggap tidak mengakomodir kemauaan rakyat. Meskipun Megawati mengetahui kebijakannya akan mendapat kritikan sebagai mana di utarakan Sujipto selaku Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, bahwa Rakyat akan tetap mendukung Megawati.
Padehal Prof. Dr. Dimyati hartono pernah melontarkan ingin memisahkan jabatan di Eksekutif dan di Partai, memisahkan tugas partai dan tugas Negara, namun sebagian warga PDI Perjuangan menolak. Sehingga lahirlah statmen tokoh senior yang melakukan Kritikan keras dengan pernyataan bahwa Partai PDI Perjuangan “ Partai Terkorup”. Dengan melihat adanya permainan didaerah yang mulai memaikan uang yang dianggap kelakuaan semakin sontoloyo. Jelas Kwiek sebagai tokoh yang idealis tidak rela melihat prilaku teman-teman separtainya.
Sikap Politik Partai PDI Perjuangan
Setelah melewati pemilihan Umum 2004 partai yang berlambang banteng hanya berhasil mendapatkan kursi terbanyak ke-2 dari 24 partai peserta Pemilu legislatif, terjadi penurunan jika dibandingkan dengan perolehan suara dalam pemilu legislatif 1999, Bahkan kegagalan juga terjadi pada pemilihan Presiden dan wakil Presiden, PDI Perjuangan yang mengusung Megawati dan Hasim Musadi sebagai calon Presiden dan wakil Presidenharus kalah di putaran kedua oleh Pembatu Presiden Megawati semasa menjadi Presiden, Sosilo Bambang Yodoyono yang di usung partai Demokrat. Sebenarnya kegaduhan politik antaraMegawati dan SBY Sebelumnya sudah terlihat dengan beberapa masalah yang diutarakan Megawati terkait adanya menteri yang mencalonkan diri, bahkan dalam kebijakan dimana Sosilo Bambang Yodoyono dan Megawati berbeda keputusanseperti pada penanggulangan pengungsi manusia perahu yang berujung dengan keharmonisan antara Presiden dan pembantu.64Setelah mengalami kekalahan dalam pemilu 2004 PDI Perjuangan mengambil sikap sebagai partai Oposisi terhadap pemerintahan Presiden Sosilo Bambang Yodoyono.65 Menjadi partai oposisi merupakan strategi diferensiasi politik yang dipilih PDI Perjuangan dalam memetakan posisinya dalam kancah politik 2009 nanti.
Jika dikemudian pada pertengahan tahun masa jabatan SBY dianggap gagal melaksanakan tanggung jawabnya sebagai Presiden yang terpilih 2004-2009, maka PDI Perjuangan menjadi satu-satunya partai alternatif nyata. Namun jika pemerintahan SBY berhasil atau sukses menjalankan maka PDI Perjuangan harus sabar untuk kesempatan berikutnya.66 Dengan demikian PDI Perjuangan yang memiliki fraksi di parlemen melakukan beberapa manuper politik terkait kebijakan politik yang dianggap tidak sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi partai.Sebenarnya kekalahan ini terjadi buah dari kinerja sebelumnya sehingga kekalahan ini merupakan hukuman dari rakyat terhadap PDI Perjuangan begitulah yang diungkapkan oleh Gunawan Hartono, bahwa rakyat kecewa terhadap perilaku PDI Perjuangan sebelumnya sehingga mengalami kekalahan dalam pemilu 2004, bagaimana tidak karena dalam masa kemenangan PDI Perjuangan sebelumnya terjadi kegagapan menjalankan amanat rakyat, namun kemengan dan kekalahan yang terjadi pada PDI Perjuangan mengakibatkan PDI Perjuanga refleksi yang dikemudian berhasil mengambil sikap oposisi dan mulai berbicara ideologi seperti konsep trisakti untuk menembus kesalahan sebelumnya.
Lain halnya dengan Susanto polamolo kekalahan yang terjadi diakibatkan adanya kegagalan Megawati membangun potensial untuk ikut dalam kompetisi dalam pemilu 2004.
Jadi dalam perhelatan PDI perjuangan tidak menemukan formula yang tepat untuk membangun koalisi dan gagal meruncingkan ideologi, karena partai masih hidup dibawah imajiner Soekarno. Bahkan sikap oposisi politik hanya politik saja. Kekalahan juga tidak adanya kerja ideologis seperti kerja kearus bawah. Nampak jelas bahwa kekalahan dalam pemilu 2004 PDI Perjuangan bagi penulis jika ditelisik dari ucapan hasil wawan cara diatas, masih belum siapnya menyambut Pemilu yang tidak lagi seperti pemilu sebelumnya.
PDI Perjuangan yang menjadi partai pemerintah mengalami kegagapan dalam menyiapkan suara arus bawah padehal suara arus bawah lah yang harusnya didengar atau lebih tepatnya tidak adanya kerja ideologis pada tingkatan basis massa, di tambah adanya kebijakan yang sebelumnya dianggap tidak prorakyat, yang pada akhirnya berhasil di geser oleh golkar untuk Parlemen dan di Presiden oleh Demokrat.
Sikap Politik PDI Perjuangan di Parlemen Sebagai Partai Oposisi
Setelah di tentukannya Presiden terpilih dan dilakukan pelantikan tanggal 20 Oktober 2004 terhadap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Jusuf Kalla (JK).67 Dalam masa pemerintahan SBY –JK di awal tahun 2005 mengeluarkan kebijakanpolitik tidak popular yaitu untuk menaikan harga BBM, jelas kebijakan ini membuat PDI Perjuangan yang mengambil sikap sebagai oposisi tidak bisa menerima.Melalui kekuatan di DPR RI PDI Perjuangan melakukan sikap politik dengan melakukan penolakan kenaikan BBMdikarenakan merugikan rakyat miskin. Rapat konsultasi pembahasan kenaikan BBM antara pimpinan DPR RI dan pimpinan fraksi-fraksi akhirnya memutuskan menundaan, dilakukannya penundaan ini malah membuat terjadinya kegaduhan yang berujung pada Fraksi PDI-P menyatakan walk out. Hal ini di jelaskan bahwa Fraksi PDI-P DPR RI menyatakan kecewa dan prihatin terhadap anggota dan fraksi-fraksi yang mulai melupakan penderitaan rakyat yang sedang menghadapi kenaikan berbagai kebutuhan akibat kenaikan harga BBM.
Demikian diungkapkan Ketua Fraksi PDI-P Tjahjo Kumolo di Jakarta, Dia mengatakan, dalam mewujudkan penolakan kenaikan harga BBM, pihaknya benar-benar mencermati aspirasi rakyat. Menurut dia, tiba-tiba terjadi perubahan sikap menjelang pengambilan keputusan DPR. Apabila sebelumnya sebagian besar fraksi (6 dari 10 fraksi) menolak kenaikan harga BBM, ternyata menjelang keputusan peta berubah. Yang menyulut emosi anggota Fraksi PDI-P adalah proses yang di luar kewajaran dan kepantasan yang dilakukan Ketua DPR Agung Laksono dan Wakil Ketua Zainal Maarif. Padehal rapat paripurna merupakan institusi tertinggi di DPR sehingga bisa mengambil keputusan apa pun termasuk membatalkan hasil rapat konsultasi. Pihaknya akan terus komitmen menolak kenaikan harga BBM, walaupun mungkin nanti dalam proses di DPR dikalahkan oleh fraksi lain yang menerima kenaikan harga BBM. Anggota Fraksi PDI-P Maruarar Sirait mengatakan, sikap faksinya menolak kenaikan harga BBM bukan asal tolak, namun berdasarkan aspirasi dari rakyat yang begitu banyak disampaikan kepada fraksi maupun ke partai ini. Pihaknya banyak menerima pengaduan dari berbagai pihak mengenai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), baik langsung maupun melalui surat. Dia menyatakan, pihaknya tidak ada keraguan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang menolak kenaikan harga BBM.
“Kami tidak akan meninggalkan rakyat yang kini menghadapi kesulitan akibat kenaikan berbagai kebutuhan. Setelah persidangan yang sebelumnya keras terutama pada saat Sidang Paripurna sikap DPR terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami perubahan.
DPR akhirnya tidak jadi menolak kenaikan harga BBM, Namun DPR yang merupakan Lembaga wakil rakyat mengutarakan pendapat, bahwa pemerintah perlu melakukan penijauan ulang Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 tentang Kenaikan Harga BBM melalui pembahasan APBN Perubahan 2005 bersama DPR. Sikap yang di keluarakan DPR ini setelah melakukan voting yang di ikuti 353 anggota, sebanyak 297 suara setuju agar DPR meminta pemerintah meninjau lagi PP No 22 Tahun 2005 tentang kenaikan harga BBM lewat pembahasan APBN Perubahan 2005. Sementara itu 56 suara yang berasal dari Fraksi PDS dan Fraksi PAN secara tegas menolak kenaikan harga BBM. Sebelumnya fraksi PDI Perjuangan sebelum Voting melalui Ketua Fraksi PDI-P Tjahyo Kumolo menegaskan, bahwa fraksinya akan WO dengan alasan menghargai keputusan fraksi-fraksi lain. Sesuai dengan kesepakatan rapat konsultasi Minggu malam sebelumnya, dalam pemungutan suara tersebut anggota DPR RImemilih lima opsi dalam rapat paripurna. Opsi pertama, DPR RI menyerahkan pembahasan lanjutan tentang kenaikan harga BBM kepada alat-alat kelengkapan DPR RI. Opsi kedua, DPR RI menolak kenaikan harga BBM. Opsi ketiga, DPR RI memahami kenaikan harga BBM. Opsi keempat, DPR RI menolak Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 dan memberi kesempatan kepada pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan harga BBM dalam PP tersebut melalui pembahasan dengan Komisi VII, Komisi XI, dan Panitia Anggaran. Opsi kelima, DPR RI berpendapat, pemerintah perlu meninjau Peraturan Presiden No 22 Tahun 2005 melalui pembahasan APBN Perubahan 2005 bersama DPR RI. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) tidak mengikuti rapat paripurna.
Dengan hasil voting yang tidak jadi menolak kenaikan BBM, terjadi perubahan sikap pada fraksi-fraksi. Pada saat penyampaian pandangan fraksi, enam fraksi menyatakan menolak kenaikan harga BBM, yakni FPDI-P, FKB, FPKS, FPAN, FPBR, dan FPDS. Gagal menolak kenaikan harga BBM melalui sidang paripurna DPR RI, bukan berarti perjuangan Fraksi PDI-Perjuangan seselai. Fraksi itu masih terus bergerak, kali ini melalui penggunaan hak angket (penyelidikan), bersama fraksi lain.Tekad untuk memperjuangkan hak angket DPR itu terungkap dalam jumpa pers dengan wartawan di gedung DPR RI kemarin, usai melakukan aksi wolkout (WO) pada sidang paripurna. Jumpa pers digelar setelah Ketua Fraksi PDI-P Tjahjo Kumolo menyatakan WO dalam sidang dan menyampaikan sikap dalam rapat yang dipimpin Ketua DPR Agung Laksono. Sekretaris Fraksi Panda Nababan menegaskan, pernyataan tersebut adalah final, dan PDI-P tetap menolak kenaikan harga BBM oleh Pemerintah. Pasalnya, selama ini Pemerintah bertindak sepihak dan tidak pernah mendengarkan masukan dari DPR RI.Menurut Panda, itulah yang membedakan antara Pemerintahan Gus Dur, Mega dengan SBY sekarang ini. ”Gud Dur maupun Mega saat itu melalui perundingan intensif dengan DPR RI sehingga kebijakan itu dikeluarkan setelah ada kesepakatan.
Disisi lain Aksi mogok makan menentang kenaikan harga BBM Bjuga dilakukan anggota Fraksi PDI-P Jacobus Kamarlo Mayongpadang juga melakukan aksi serupa. Kepada wartawan di Press Room DPR RI, Jacobus yang anggota No. A.403 mewakili daerah pemilihan Sulawesi Selatan 2 melakukan hal tersebut karena kecewa dengan hasil rapat paripurna.Jacobus melakukan aksi mogok makan tersebut untuk menyertai memorandumnya yang berjudul ‘Menghindari Kembalinya Orde Baru.69 Setelah mengalami Kekalahan di parlemen Fraksi PDI Perjuangan dalam memperjuangkan penolakan kenaikan harga BBM dalam rapat paripurna, berimbas pada kondisi psikologis anggotanya. Sikap emosional sejumlah anggotanya terbawa hingga rapat evaluasi internal Fraksi PDI-P yang berujung pada keributan, persoalan tersebut berawal dari langkahnya untuk ikut demo langsung turun ke jalan bersama elemen masyarakat menolak kenaikan BBM.
Melalui rapat pleno internal fraksi memutuskan Fraksi PDI-P mempersilakan anggotanya turun ke jalan berunjuk rasa secara pribadi. Namun, secara institusi, Fraksi PDI-P memutuskan tidak akan ikut dalam unjuk rasa.
Belum selesai pembahasan BBM fraksi PDI Perjuangan juga melakukan penolakan terkait Impor Beras, Impor beras menuai pro kontra bukan saja dari PDI Perjuangan tetapi juga dari beberapa partai. Fraksi PDIP menyatakan menolak impor tersebut karena kebijakan itu hanya akan memperburuk kehidupan petani nasional, selain itu kebijakan impor beras hanya menguntungkan para pemburu rente. Fraksi PDIP sangat menyesalkan sikap pemerintah yang tetap mengimpor beras ini Kita masih tetap komit untuk tetap berpihak pada rakyat dan petani. Impor beras hanya akan mematikan petani dan menguntungkan para pengusaha.
harus ditolak, kata Sekretaris Fraksi PDIP DPR RI Jacobus. Sebagai bentuk pertangungjawaban kepada rakyat, Fraksi PDIP DPR RI mengajak semuua fraksi bekerjasama menolak kebijakan pemerintah mengimpor beras guna bersatu membela kepentingan petani. Pertarungan lain yang dilakukan Fraksi PDI Perjuangan bahkan mengalami tekanan ketika pembahasan RUU Pornografi, RUU Pornografi yang masih dibahas di parlemen menuai polemik terutama tertuju pada Fraksi PDI Perjuangan. sebenarnya Ide RUU Pornografi itu muncul di zaman Presiden Megawati Soekarnoputri.
Perancangnya adalah Majelis Ulama Indonesia. Namun, Megawati yang diusung PDIP itu menolak menerbitkan Surat Presiden. Surat itu penting karena berguna untuk pengantar pemerintah agar rancangan dibahas parlemen. Tidak lama setelah penolakan itu, inisiator untuk membawa ke parlemen berubah. Strateginya berikutnya lewat jalur inisiatif dewan. Rancangan itu kemudian masuk dari Komisi VIII. Promotor utamanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Reaksi keras FPDIP itu ditanggapi DPR RI. Lalu, dewan minta rancangan direvisi. Di situ, Eva yang bagian Fraksi PDIP masuk tim perumus RUU. Setelah tahap perumusan selesai, rancangan direvisi bersama pemerintah.
Ketika itu FPDIP mengajukan 39 butir keberatan. Sebab fraksi ini melihat banyak sekali yang tidak sempurna di sana. “Tapi mereka kejar tayang,” kata anggota Dewan Pengurus Pusat PDIP yang menangani soal ideology itu. Keberatan yang diajukan FPDIP tidak menjadi referensi revisi. Hasil perbaikan masuk ke Panitia Kerja. “Ternyata pada saat di Panja, metode pembahasan gelondongan,” kata dia. Dikatakan gelondongan karena keberatan yang diajukan FPDIP tidak tidak ikut dibahas. “Kami dibohongi,” kata Eva. “Padahal kami ingin mengintegrasikan HAM, diskriminasi perempuan dan perlindungan anak harus tegas.”
Pembahasan rancangan itu, Sikap FPDIP didukung Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Damai Sejahtera. Kedua fraksi minta supaya pembahasan tetap sesuai aturan main. Selanjutnya FPDIP memutuskan keluar Panja RUU Pornografi. Pro kontra masih terjadi ketika Panja munculkan revisi kedua. DPR dan pemerintah mengatakan RUU Pornografi itu sebagai masalah moral. Sedang FPDIP menilai rancangan ini mengandung tindak kiriminal.
Panja meminta FPDIP masuk lagi untuk perbaikan. Pergolakan tetap muncul di sana. DPRtetap mengesahkan RUU itu menjadi UU. Seluruh anggota FPDIP dan FPDS keluar (walk out) dari sidang paripurna itu.71 meskipun sikap yang dilakukan PDI Perjuangan disayang oleh bebrapa pihak terutama barisan yang latar belakang Islam, yang bahkan melalui pesan
singkat yang diterima berbunyi “Pesan itu isinya mengatakan kok kami tidak Islami. 72rabu, 14 Mei 2008 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai besar yangselama ini menempatkan diri sebagai oposan kebijakan pemerintahmenyatakan mendukung rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. “Kami setujusaja rencana kenaikan harga BBM ini,” ujar
Ketua Umum PDIP MegawatiSoekarnoputri di Bandara Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur, kemarin.Menurut dia, pernyataan ini akan menjadi sikap resmi fraksi PDIP di DPR RI.Dukungan Megawati ini mengejutkan lantaran berbeda dengan sikap SekretarisJenderal PDIPerjuangan Pramono Anung dan Ketua Fraksi PDIPerjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo,yang menentang kenaikan harga BBM. Bahkan, sela rapatparipurna DPR, Tjahjo mendesak pemimpin Dewan memimpin penolakan putusantersebut.73sementara itu dalam pembahsan RUUK(Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan). Fraksi PDIPerjuangan tegas menolak pengesahaan RUUK.74 Penolakan yang dilakukan PDI Perjuangan melalui DPR RI merupakan sebuah perlawanan untuk menunjukan keberpihakan PDI Perjuangan terhadap kaum Marhaen (rakyat kecil), PDI Perjuangan yang berideologi Pancasila dengan meletakan keadilan dan kemakmuran rakyat menjadi tolak ukur pengambilan kebijakan politik di parlemen merupakan sebuah sikap yang seharusnya diambil. Dari pembahasan BBM seperti diatas Fraksi PDI Perjuangan menolak kenaikan dikarenakan akan menjerat rakyat dengan melihat kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan. Secara garis besar di dalam Dasa Prasetiya yang
merupakan arah umum perjuangan Partai dalam menerapkan ideologi Pancasila 1 Juni 1945 yang berisi 10 (sepuluh) butir pemikiran kebangsaan mengenai usaha pemberdayaan dan pemerataan kesejahteraan Rakyat untuk mewujudkan ideologi partai. Dengan adanya pembahasan kenaikan BBM yang dilakukan SBY – JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden dan juga pembahasan mengenai impor beras yang di tolak dengan keras karna jika di tarik ke ideologi 1 juni dan Dasa Prasetiya Memperkuat ekonomi Rakyat melalui penataan system produksi, reforma agraria, pemberian proteksi, perluasan akses pasar, dan permodalan.
Dan Menyediakan pangan dan perumahan yang sehat dan layak bagi Rakyat. Dengan begitu basis kekuatan PDI Perjuangan yang menguasai terbanyak kedua di DPR RI memperjuangkan apa yang seharusnya dilakukan sebagai partai pro rakyat kecil.
Sebagai partai yang memiliki suara terbanyak PDI Perjuangan yang menempatkan oposisi pasca kekalahan bagi Gunawan Hartono apa yang dilakukan di dalam parlemen terkait sikap politik sangat ideologis, seperti pada kenaikan BBM , biaya listrik, dan lain-lain, semua itu karena melalui kajian dengan mendengarkan arus bawah. Sehingga apa yang dilakukan dalam dinamika politik di parlemen terhadap kebijakan pemerintah meskipun peluangnya kecil semua dilakukan ideologis sebab ketika kita mengambil sikap oposisi seperti yang diungkapkan ketua umum bahwa semua ini untuk rakyat, jalan kemenangan merupakan jalan yang terjal bahwa ketika kita tertawa dan menangis dengan rakyat saat itu juga kita akan mendapatkan kemenangan.
Begitu juga yang dilakukan di internal partai PDI Perjuangan melakukan penguatan mulai dari pengautan konsep ideologis dan juga kaderisasi, disamping konsulidasi. Karna oposisi kesempatan untuk memperbaiki diri sekaligus mencari formula yang tepat.
Dinamika Menjelang Pemilu 2009
Dinamika menjelang pemilihan umum 2009, bukan saja sebuah perbaikan-perbaikan aturan namun merupakan masa berseminya elit baru. Menyongsong pemilu 2009, DPR RI melakukan perubahan regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu. Perubahan itu dimaksudkan untuk dapat menjawab persoalan-persoalan mendasar yang muncul dalam pemilu sebelumnya. Beberapa persolan yang muncul dalam sistem pemilu sebelumnya diantaranya berupa representasi wakil rakyat, proporsionalitas nilai kursi, pembentukan kepartaian yang efektif, dan sebagainya, berusaha diatasi. Terkait dengan masa depan politik Indonesia, pemilu 2009 oleh banyak kalangan diyakini sebagai fase transisi elit politik lama ke elit politik baru. Generasi politik yang dibentuk dan dibesarkan pada masa penghujung kekuasaan Orde Baru dan era reformasi. Pada masa ini, elit politik lama akan berusaha memaksimalkan karir politiknya pada pemilu 2009. Mereka yang belum mengenyam jabatanjabatan strategis pemerintahan, seperti menteri, ketua DPR dan MPR, serta jabatan presiden dan wakil presiden akan berusaha direbut dengan usaha yang maksimal.
Sembari itu, elit politik lama juga berusaha melakukan regenerasi pengaruh pada generasi politik berikutnya. salah satu caranya adalah dengan menempatkan mereka yang masih memiliki hubungan darah ke dalam seleksi kandidat anggota legislatif. Dengan kata lain sebelum generasi elit politik lama berakhir, mereka itu berusaha membentuk dinasti atau klan politik berbasis hubungan darah.
Sementara itu, generasi politik baru juga berusaha muncul ke permukaan. Mereka secara maksimal juga berusaha dapat masuk dalam system politik melalui pemilu ini. Generasi politik yang lahir pada penghujung kekuasaan Orde Baru dan Reformasi berusaha mendapatkan tempat yang strategis dalam struktur partai dan daftar calon anggota legislatif. Mereka menyebar dan berlomba-lomba dalam banyak partai untuk memastikan mereka mendapat tempat dalam kompetisi itu. Dalam hal ini ada beberapa catatan dalam menuju Pemilu 2009, proses menuju pemilu 2009 terdapat dinamika politik yang perlu menjadi catatan. Dinamika itu terutama terkait dengan KPU dan partai politik. Adapun beberapa dinamika itu adalah sebagai berikut.
Pertama, terjadinya delegitimasi pemilu. Delegitimasi itu muncul pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan otomatisasi partai-partai yang tidak lolos electoral threshod (ET) tetapi mendapatkan kursi di DPR untuk menjadi peserta pemilu 2009. Terdapat sembilan partai yang masuk dalam katagori ini, yaitu PKPB, PKPI, PNI-Marhaenisme, PPDI, PPDK, PP, PS, PBR, dan PBB. Terhadap partai-partai tersebut, KPU seharusnya melakukan verifikasi keabsahan keikutsertaannya dalam pemilu. Bukannya melakukan verifikasi, KPU justru mengikutsertakan partai-partai peserta pemilu 2009, yaitu Partai Merdeka,PNUI, PSI, dan Partai Buruh. Dengan demikian, dalam pemilu 2009 terdapat peserta selundupan, dan itu menjadikan pemilu mengalami delegitimasi karena diikuti oleh partai yang tidak melalui proses verifikasi padahal waktu untuk melakukan itu masih tersedia. Prinsip fairness telah ditabrak oleh KPU.
kedua, adanya dulisme penetapan calon jadi, yaitu antara sistem nomor urut bersyarat vs sistem suara terbanyak. Dalam penetapan calon terpilih, Undang-undang pemilu memakai prinsip ini, sebuah partai yang mendapatkan kursi maka penetapan calon terpilih diberikan kepada mereka yang berada di nomor urut kecil atau atas dengan syarat mereka mendapatkan sura 30% BPP lebih banyak daripada perolehan kursi partai maka penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut.
Pengecualian diberikan kepada mereka yang mendapatkan 100% dari BPP. Kepada yang mendapatkan 100% BPP maka secara otomatis ditetapkan sebagai calon terpilih meskipun berada di nomor urut besar. Ditengah perjalanan ketika penominasian kandidat sedang dilakukan, beberapa partai politik menyatakan diri tidak akan memakai sistem seperti yang diatur dalam Undang-undang Pemilu. Beberapa partai seperti PAN, Golkar, PBR, dan PD berencana memakai sistem suara terbanyak dalam menetapkan calon jadi/terpilih. Sementara itu, partai-partai lain seperti seperti PDIP, PKS dan PPP tetap akan menggunakan system nomor urut bersyarat. Sistem suara terbanyak dipakai terutama untuk meminimalisasi konflik internal partai dalam penyusunan daftar calon legislatif dan untuk menggerakkan mesin partai mendapatkan suara pemilih sebanyak-banyaknya. Ketiga, menjamurnya calon anggota legislatif dari kalangan artis dan kerabat elit politik.
Dalam rangka meraih suara sebanyak-banyaknya, banyak partai memunculkan artis dalam daftar calon anggota legislatif. Dengan modal popularitas yang mereka miliki, para artis itu dianggap mampu menarik suara pemilih. Selain itu, partai politik juga menempatkan calon-calon yang memiliki hubungan darah dengan elit politik yang saat ini sedang berkuasa di pemerintahan maupun partai. Keikut sertaan partai lokal dalam pemilu legislatif di tingkat lokal. Keikutsertaan partai lokal ini hanya terjadi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Terdapat 6 (enam) partai lokal yang ikut dalam pemilu, yaitu partai Aceh, Partai Aceh Aman Sejahtera, Partai Bersatu Aceh, Partai Daulat Aceh, Partai Rakyat Aceh, dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Partai SIRA). Dalam daftar nomor urut partai di kertas suara, partai lokal tersebut masing-masing secara berurutan menempati nomor urut 35, 36, 37, 38, 39 dan 40. Jumlah pemilih pada pemilu 2009 mencapai 170.022.239 orang, tersebar di 33 provinsi.
Penentuan pemilih didasarkan pada verivikasi KPU terhadap data kependudukan yang disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Mereka yang berhak menjadi pemilih adalah (1) Warga Negara Indonesia, (2) Pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Untuk menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. Sistem pendaftaran pemilih adalah campuran stelsel pasif dan aktif. Mereka didaftar oleh KPU berdasarkan prinsip de jure. Pada pemilu ini peserta pemilu tergantung pada jenis pemilunya. Untuk Pemilu DPR/D pesertanya adalah parati politik sedangkan pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Sementara itu pada pemilu presiden dan wakil presiden pesertanya adalah pasangan calon yang mendapatkan dukungan dalam jumlah tertentu dari partai politik. Pada tingkat nasional, peserta pemilu 2009 berjumlah 38 partai politik. dari jumlah tersebut, secara katagoris dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, partai-partai yang lolos electoral threshold sebesar 2% kursi DPR dalam pemilu sebelumnya. Pada katagori ini, terdapat 7 partai yang lolos electoral threshold yaitu Golkar, PDIP, PPP, PKB, PAN, PD, dan PKS.
Kedua, partai-partai baru berdiri dan lolos berdasarkan syarat-syarat keikutsertaan dalam pemilu. Syarat keikutsertaan dalam pemilu itu meliputi:
(a) memiliki kepengurusan di 2/3 jumlah provinsi, dan memiliki kepengurusan di 2/3(dua pertiga) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan,
(b) memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik,
(c) sebagai bagian dari affirmative action gerakan perempuan, partai politik juga harus menyertakan sekurang- kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat,
(d) paratai harus mempunyai kantor tetap untuk setiap level kepengurusan serta mengajukan
nama dan tanda gambar partai kepada KPU.
Masuk dalam katagori ini terdapat 27 partai. Kelompok partai yang pada pemilu 2004 mendapatkan kursi di DPR tetapi perolehan kursinya tidak mencapai electoral threshold 2%. Terdapat 10 partai yang masuk dalam katagori ini. Terakhir, kelompok partai dari peserta pemilu 2004 yang tidak lolos electoral threshold dan tidak mendapatkan kursi di DPR, terdapat 4 partai dalam katagori ini, yaitu Partai Merdeka, Partai Persatuan Nahdatul Ulamah Indonesia, Partai Serikat Indonesia, dan Partai Buruh. Kelompok partai ini dapat menjadi peserta pemilu 2009 karena gugatan mereka atas ketidak adilan dari pasal 316 huruf d dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Atas putusan MK tersebut, KPU tanpa melakukan verivikasi keabsahan syarat-syarat ikut serta dalam pemilu 2009 mengesahkan mereka menjadi peserta pemilu 2009.
PDI Perjuangan Menuju Pemilu 2014
Pasca pemilihan Umum legislatif dan Presiden serta Wakil Presiden, ternyata peran PDI Perjuangan sebagai partai oposisi tidak memiliki hubungan yang nyata, kekalahan PDI Perjuangan untuk kedua kalinya dalam pemilihan setelah sebelumnya pemilihan di tahun 2004 yaitu dianggap semakin menguatnya sikap pragmatisme, dan pemilihan yang belum LUBER dan JURDIL, serta belum optimalnya peran seluruh jajaran partai. Begitu juga kekalahan dalam pemilu 2009 menunjukan bahwa posisi politik tetap sebagai partai oposisi yang menjadi penyeimbang pemerintah tidak bisa mengakat perolehan suara. Keadaan ini mengakibatkan kesiapan partai menghadapi persoalan yang cukup beratdalam memantapkan dan mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara harus lebih serius. Dengan melihat peta politik pasca pemilu bahwa kekuatan di parlemen sangat kuat neolibnya. Menghadapi semua ini PDI Perjuangan harus dapat menghasilkan kader yang benar-benar mampu dan berani menetapkan garis ideologi perjuangan dan program-program perjuangan partai pasca kekalahan.
Kemudian dari pada itu implikasi posisi politik selama lima tahun dan program perjuangan partai pada lima tahun kedepan yaitu menyambut pemilu 2014 tentu tidak bisa di hadapi dengan reaksioner, atas dasar inilah desain program partai yang ditunjukan untuk memenangkan pemilu 2014 dan juga mampu menjawab serentak tantangan semua lini, maka agar dapat meraih kemenangan, maka partai harus dapat,:
1. Memantapkan Ideologi Pancasila 1 juni 1945 ,UUD’45, NKRI dan menjaga kebhinekaan
bangsa, dalam rangka menghujudkan masyarakat Pancasila.
2. Memantapkan organisasi, personil/kader, dan alat-alat kerja, dan senantiasa menempatkan
tiga jati diri partai, yaitu kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, sebagai roh
perjuangan partai.
178
3. Menjadi alat untuk mendidik dan mencerdaskan rakyat agar bertanggung jawab
menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
4. Menjadikan alat untuk memenangkan Pemilihan UmumLegislatif, Presiden/Wakil
Presidendan kepala daerah, demi memperjuangkan ideologi partai.
Atas dasar keempat poin inilah seluruh program partai harus diperjuangkan, secara sungguh-sungguh dalam koridor yakni struktural,legislatif,dan eksekutif disemua tingkatan.
Langkah untuk menuju kemengan tentulah sangat sulit selama lima tahun sebelumnya PDI Perjuangan sudah berada di luar sitem dan menegaskan sebagai partai oposisi, atas dasar itu juga kekalahan kedua kalinya dan berada dioposisi harus dipersiapkan secara berkala atau tahunan, dari kongres 2010 partai menyiapkan bebrapa sikap politik menuju kemengan secara internal.
1. Sosialisasi hasil kongres mengenai;
a. Perubaha-perubahan dalam AD/ART yang dihasilkan oleh kongrs III Partai.
b. Dokrin perjuangan partai yaitu platfofm program TRIAS DINAMIKA
PARTAI dan arah umum perjuangan partai, yaitu dasa Prasetiya yang
dijabarkan menjadi 8 bidang program, berlandaskan pada prinsipTRISAKTI.
c. Program utama partai yaitu penyelenggaraan sekolah partai oleh badan
pendidikan dan pelatihan (Badikbat) Partai. d. Target kerja tahunan pelaksanaan program partai.
e. Program wajah partai (struktural partai, legislatif, dan eksekutif) di
masyarakat.
2. Terlaksananya konsolidasi ideologi pada tingkat Pusat Partai.
179
3. Tersusunya rumusan tatanilai kader berikut pembobotannya secara ideologis,serta
tolak ukurpemberian penghargaan dan sanksi berdaarkan kenerja ideologis oleh
majelis ideologis.
4. Penerapan lapangan Trias Dinamika Paartai melalui pilot project di beberpa cabang
partai pada setiap provinsi di Indonesia.
5. Revitalisasi dan dinaminasi potensi pengurus anak cabang, pengurus anak ranting
partai dan sayap-sayap partai, melalui rekrutmen kader partai untuk menjadi pelopor
perlaksanaan Trias Dinamika Partai pada wilayah –wilayah pilot Project Trias
Dinamika Partai.
6. Diselenggarakannya Musyawarah Rencana Kerja I Partai tingkat Cbang pada wilayah- wilayah pilot project sebagai forum untuk mengambil keputusan tentang program
yang akan dilaksanakan pada tingkat cabang partai.
7. Diselenggarakannya musywara Rencana kerja I Partai Tingkat Daerah pada wilayah- wilayah pilot project sebagai forum koordinasi program yang dilaksanakan oleh
cabang-cabangpartai.
8. Tersusunya struktur organisasi dan personalia badiklat partai tingkat pusat, daerah dan
cabang partai di seluruh indonesia.
9. Tersusunya konsepsi strategis mengenai keputusan –keputusan kongres IIIpartai oleh
DPP,DPD, dan DPC partai sesuai bidang masing-masing sebgai penjabaran dan tindak
lanjut keputusan kongres mengenai program perjuangan partai.
10. Tersusunya rumusan tolok ukur pemberian penghargaan dan sanksi berdasarkan
kinerja kader dalam mensukseskan program-programperjuangan partai berserta tata
cara dan bentuk-bentuk penghargaan dan sanksi yang di berikan ketua bidang
kehormatan DPP partai.
180
11. Terlaksananya sekolah lapangan melalui Badiklat Partai Tingkat cabang sebagai pilot
Project di beberpa cabang partai pada setiap provinsi di seluruh Indonesia.
12. Tersusunnya struktur organisasi dan personalia seluruh badan-badan partai sampai ke
jenjang pengurus cabang partai.
13. Diselenggarakannya secara tuntas konsuidasi organisasi partai hingga kejenjang
pengurus anak ranting partai, disesuaikan dengan keputusan kongres III partai.
14. Terselesaikannya pembentukan departemen –departemen partai pada tingkat pusat
termasuk gambaran tugas ( Job description ) , tanggung jawab , Dan program –
program kerja masing-masing mengikuti departemen mentalisasi pemerintah pusat.
15. Terselenggaranya musyawara rencana kerja I partai tingkat pusat sebagai forum
kordinasi program yang di laksanakan dalam skala nasional. Sedangkan di tahun 2011 partai PDI Perjuangan melakukan:
1. Terselenggaranya konsolidasi ideologi pada tingkat daerah dan cabang dengan
menindak lanjuti rumusan tata nilai kader berikut pembobotannya secara ideologis,
serta tolak ukur pemberian penghargaan sanksi berdasarkan kinerja ideologi oleh
majelis ideologi tingkat pusat partai.
2. Penerapan lapangan Trias Dinamika Partai dalam skla nasional.
3. Revitalisasi dan dinamisasi potensi pengurus anak cabang, pengurus anak ranting, pengurus ranting partai dan sayap-sayap partai melalui rekrutmen kader partai untuk
menjadi pelopor pelaksanaan Trias Dinamika Partai dalam skala nasional.
4. Terlasananya sekolah partai melalui badiklat partai dalam sekala nasioanal.
5. Terbangunnya sitem komunikasi dan pelaporan kinerja partai .
6. Terbangunnya sistem data base kader tingkat pusat ,daerah dan cabang.
7. Monitoring terhadap pelaksanaan Trias Dinamika Partai.
181
8. Berlangsungnya Musyawara Rencan Kerja II partai tingkat cabang dan daerah,
sekaligus sebagai forum evaluasi terhadap pelaksanaan Trias dinamika partai tahun I
tingkat cabang dan daerah.
9. Monitoring dan evaluasi terhadap program wajah legislatif dan eksekutif partai (misal
melalui survei lapangan dan media tracking).
10. Diterbitkannya buletin partai berkal dua bulanan sampai dengan tahun 2015.
11. Menggalng kekuatan mahasiswa dan intelektual kampus, melalui pendekatan dan
keterlibatan langsung secara intensif terhadap kelompok-kelompok mahasiswa dan
intelektual dalam kampus, dalam rangka pembentukan unit-unit taktis partai di
lingkungan kampus.
12. Penguatan infrastruktur partai pada semua tingkatan struktural melali pembentukan
departemen-departemen partai.
13. Inventarisasi aset-aset partai dalam skala nasional, yang harus dipergunakan secara
optimal untuk mencapai visi dan misi partai.
14. Terbentuknya organ-organ massa, sayap-sayap partai dan organisasi-organisasi seasas
pada sektor-sektor masyarakat yang strategis bagi suksesnya penerapan ideologi dan
penggangan kekuatan partai, pada tingkat pusat partai.
15. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat pratama seluruh indonesia.
16. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat madya diseluruh indonesia.
17. Diterapkanya mekanisme penggangan dan pola manajemen baru dalam pengelolaan
keuangan partai.
18. Terselesaikanya pembentukan departemen –departemen partai pada tingkatan daerah
dan cabang termasuk gambaran tugas , tanggung jawab dan program-program kerja
masing-masing, mengikuti departementalisasi pemerintah tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
182
19. Terselenggaranya musywara rencan kerja II partai tingkat pusat sekaligus sebagai
forum evaluasi terhadap pelaksanaan trias Dinamika Partai tahun I dalam skala
nasional.
20. Berdirinya media massa partai yang berupa radio –radio kumonitas dan koran harian
umum.
21. Terbangunnya sistem informasi partai, antara lain melalui jaringan internet.
Sedangkan untuk 2012 PDI perjuangan memiliki target perjuangan guna meraih
kemenangan sebgai berikut;
1. Menampilkan success story pelaksanaan Trias Dinamika Partai.
2. Menumbuh-kembangkan success story pelaksanaan Trias Dinamika Partai dalam
skala nasional.
3. Menampilkan wajah partai dalam skala nasional melalui blow up di media massa
secara terus menerus.
4. Monitoring terhadap pelaksanaan Trias Dinamika Partai.
5. Berlangsungnya Musyawah Rencana Kerja III Partai tingkat cabang dan daerah,
sekaligus sebagai forum evalusi terhadap pelaksanaan Trias Dinamika Partai tahun II
tingkat cabang dan daerah partai.
6. Terbentuknya organ-organ massa, sayap-sayap partai. Dan organisasi-organisasi
seasas pada tingkat daerah dan cabang partai di seluruh Indonesia.
7. Terbentuknya unit-unit taktis partai di kalangan mahasiswa dan intektual kampus pada
11 kampus besar di seluruh Indonesia.
8. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat pratama di seluruh indonesia.
9. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat madya di seluruh indonesia.
10. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat utama di seluruh indonesia.
183
11. Monitoring dan evaluasi terhadap program wajah legislatif dan eksekutif partai
(misalnya :melalui survei lapangan dan media tracking). 12. Terselenggaranya musyawarah rencan kerja II partai tingkat pusat sekaligus sebagi
Forum evaluasi terhadap pelaksanaan Trias Dinamika Partai tahun II dalam sekala
nasional.
Sedangkan 2013 PDI Perjuangan memiliki targetan untuk menghadapi 2014 sebagai
berikut;
1. Monitoring terhadap pelaksanaan Trias Dinamika Partai .
2. Monitoring dan evaluasi terhadap Program Wajah Legislatif dan eksekutif partai. 3. Tersedianya 5 orang kader kumonitas juang pada setiap wilayah rukun tetangga.
4. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat pratama di seluruh indonesia.
5. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat madya di seluruh indonesia.
6. Pelaksanaan pendidikan kader tingkat utama di seluruh indonesia.
7. Berlangsungnya musyawarah rencana kerja IV partai tingkat cabang dan daerah,
sekaligus sebagai forum evaluasi terhadap pelaksanaan Trias Dinamika Partai tahun III
tingkat cabang dan daerah partai.
8. Terselenggaranya musywarah rencan kerja IV partai tingkat pusat sekaligus sebagai
forum evaluasi terhadap pelaksanaan Trias Dinamika Partai tahun III dalam skala
nasional.
9. Terbentuknya unit-unit taktis partai di kalangan mahasiswa dan intelektual kampus
pada 30 kampus besar di seluruh Indonesia.
10. Terbentuknya regu penggerak pemilih (guraklih) pada setiap wilayah tempat
pemungutan suara (TPS), dengan jumlah minimal 5 orang anggota Guraklih per TPS
di seluruh Indonesia.
11. Terselenggarakannya pelatihan saksi untuk pemilu 2014.
184
Memanen hasil perjuangan, persiapan dan target menjelang pemilu 2014 PDI
Perjuangan, konsolidasi menjelang pemilihan legislatif dan pemilu presiden dan mobilisasi
dana menghadapi pemilihan legislatif dan presiden. Targetan ini merupakan hasil kongres
PDI Perjuangan 2010, yang menghasilkan garis perjuangan jalan menuju kemengan lahirnya
konsep tidak terlepas dari kekalahan secara beruntun PDI P dalam pemilu 2004 dan 2009.
Poin diatas merupakan persiapan PDI Perjuangan dalam menghadapi pemilu 2014.95
disamping itu melalui kajian –kajian yang dialkukan dengan mendengarkan rakyat atau arus
bawah bahwa dalam persiapan pemilu 2014 PDI perjuangan tetap konsisten dengan konsep
apa yang menjadi jalan kemenangan ujar Gunawan Hartono terkait kesiapan untuk pemilu
2014.
PDI Perjuangan dan Kemunculan Jokowi Sebelum Pemilu 2014
Menjelang pemilu 2014 PDI Perjuangan melakukan rapat kerja guna menyikapi dan memberikan rekomendasi, sejalan dengan itu nampak terlihat PDI Perjuangan tidak mau mengulang kekalahan yang terjadi sebelumnya, Melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan yang menghasilkan rekomendasi sebagi bentuk sikap politik PDI Perjuanga, Berikut adalah 17 rekomendasi hasil Rakernas PDI-Perjuangan:
1. Dalam rangka memantapkan ideologi bangsa, pemerintah hasil Pemilu 2014
diminta untuk menetapkan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila dan menjadikannya
sebagai hari libur nasional.
2. Dalam rangka memantapkan kehiupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan jati
diri bangsa Indonesia, pemerintah Indonesia hasil Pemilu 2014 diminta
membentuk suatu badan khusus untuk melaksanakan program sosialisasi dan
pembudayaan empat pilar bangsa sebagai konsensus dasar bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pelaksanaan program
tersebut dapat dikoordinasikan dengan Majelis Permusyawaratan Indonesia
(MPR).
3. PDI Perjuangan mengajak semua elemen bangsa untuk mengusulkan
pengembalian kewenangan MPR dalam merancang, merumuskan, dan menetapkan
garis-garis besar pembangunan nasional semesta berencana. Hal ini perlu
186
dilakukan agar arah dan haluan pembangunan nasional tetap sesuai dengan
ideologi Pancasila dan cita-cita negara.
4. Berkaitan dengan target pemenangan pemilu legislatif, PDI Perjuangan
menargetkan perolehan suara sebesar 27,02 persen atau 152 kursi di DPR.
Penetapan tarhet ini dilakukan berdasarkan kalkulasi yang natang dengan
mempertemukan berbagai variabel penting, seperti hasil perolehan suara PDI
Perjuangan di pemilu 1999, 2004, dan 2009, serta merujuk pada hasil konsolidasi
organisasi partai, pemetaan basis politik dan dinamika daya saing partai peserta
pemilu.
5. Untuk menjamin pembangunan nasional demi mewujudkan cita-cita Proklamasi
1945, PDI Perjuangan merekomendasikan prinsip dasar haluan penyelenggaraan
pemerintahan negara tahun 2014-2019 melalui penyusunan pembangunan semesta
dan berencana yang disusun sebagai penjabaran Pancasila 1 Juni, melalui jalan
Trisakti. Berkaitan dengan itu, maka kepemimpinan nasional di periode tersebut
harus memiliki kesamaan ideologi, memiliki agenda transformasi perekonomian
nasional yang disusun berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, dan mampu mempercepat
terwujudnya kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sosial.
6. Mendesak pemerintah Indonesia bersama komunitas dunia melalui PBB untuk
meningkatkan peran aktifnya dalam menyelesaikan krisis politik di Suriah, Mesir,
dan kawasan Timur Tengah lainnya. Rakernas menolak intervensi serangan militer
dan berbagai bentuk aksi yang melanggar kedaulatan wilayah politik suatu negara
merdeka manapun, serta mendesak pemerintah Indonesia mencari solusi untuk
mewujudkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
187
7. Menegaskan komitmen PDI Perjuangan untuk tidak membiarkan rakyat kecil
menjadi korbal konflik sosial, ataupun perlakuan tidak adil yang dialami oleh
setiap warga bangsa, termasuk yang bekerja di luar negeri.
8. Mendesak pemerintah untuk secepatnya melakukan stabilisasi atas krisis pangan
yang ditandai dengan tingginya harga kebutuhan pokok. Berkaitan dengan itu
maka diperlukan perombakan total terhadap politik pangan, menghentikan impor
dan bertumpu pada swasembada nasional.
9. Berkaitan dengan krisis ekonomi akibat membengkaknya defisit transaksi berjalan,
melemahnya rupiah, utang luar negeri yang besar, dan ketergantungan terhadap
produk impor, maka Rakernas mendesak pemerintah untuk segera mengatasinya,
memperkuat tingkat kepercayaan publik, dan menghasilkan kebijakan konkret
seperti perubahan APBN ekonomi yang memberikan kepastian bergeraknya
perekonomian nasional.
10. PDI Perjuangan menentang kebijakan politik yang memiskinkan kaum buruh dan
pekerja Indonesia. Mendesak dihapusnya sistem kerja outsourcing, dan kontrak
yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan, dan menolak politik upah murah.
11. Menyerukan kepada pemerintah untuk berani bersikap tegas dalam menegakkan
hukum pada pihak yang mengancam kebebasan memeluk agama atau
kepercayaan.
12. Meminta pemerintah untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai halaman
terdepan NKRI. Pemerintah harus hadir untuk menjamin terlaksananya fungsi
dasar negara di bidang pendidikan, kesehatan, keamanan dan percepatan
peningkatan kesejahteraan di wilayah tersebut.
13. Berkaitan dengan politik legislasi yang akan diperjuangkan Fraksi PDI Perjuangan
di DPR, Rakernas merekomendasikan agar politik anggaran difokuskan untuk
188
mengatasi kriris, mempercepat penyelesaian pembahasan RUU tentang
Keperawatan. Selain itu, Rakernas juga merekomendasikan agar Fraksi PDI
Perjuangan mempercepat penyelesaian pembahasan perubahan UU No 22/2001
tentang Minyak dan Gas Bumi, memastikan dilaksanakannya UU tentang Sistem
Jaminan Sosial nasional dan UU BPJS, serta mendesak pemerintah untuk lebih
serius membela TKI, khususnya yang terancam hukuman mati dan menyiapkan
langkah yang diperlukan terhadap rencana deportasi ratusan ribu TKI dari
Malaysia serta Arab Saudi. Selanjutnya, Rakernas juga merekomendasikan kepada
Dewan Pimpinan Pusat untuk menugaskan kembali Fraksi PDI Perjuangan
memperjuangkan realisasi pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat, mempercepat
revisi UU tentang Pejkerja Indonesia di Luar Negeri, mengambil inisiatif
maksimal dalam merancang sejumlah UU inisiatif untuk melindungi dan
menjamin HAM, dan mengawal proses hukum serta keadilan pada korban kasus
penyerbuan kantor DPP PDI Perjuangan di Jakarta pada 27 Juli 1996 silam.
14. Sebagai jawaban pada harapan publik atas pentingnya regenerasi kepemimpinan,
Rakernas memberikan dukungan penuh pada Ketua Umum DPP PDI Perjuangan
dalam melaksanakan fungsi kaderisasi di internal partai.
15. Menegaskan bahwa kepemimpinan nasional yang disiapkan oleh PDI Perjuangan
merupakan kepemimpinan transformatif yang mampu menghadapi tantangan
politik, ekonomi, dan sosial yang tidak ringan. 16. Atas dasar butir 15 di atas, maka kualifikasi kepemimpinan nasional selain
memenuhi aspek ideologis, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden
yang diusung PDI Perjuangan harus mencerminkan kemampuan pengelolaan
pemerintahan negara untuk secara konsisten memegang prinsip haluan
sebagaimana digamparkan dalam Pancasila dan UUD 1945, diduking kemampuan
189
manajemen pemerintahan yang andal, serta mempunyai agenda transformasi
kepemimpinan nasional.
17. Merekomendasikan kepada Ketua Umum DPP PDI Perjuangan agar pasangan
calon presiden dan calon wakil presiden disampaikan pada momentum yang tepat
sesuai dengan dinamika politik nasional, kesiapan jajaran internal partai, dan
kepentingan ideologis partai.97
Disisi lain kemunculan sosok Jokowi, yang memiliki banyak prestasi saat menjabat Walikota Solo, dan juga termasuk sebagai salah satu pejabat paling bersih dari KKN dan pernah mendapatkan gelar salah satu Walikota terbaik di dunia, Jokowi muncul sebagai salah satu pemimpin idola yang merakyat. Keberhasilannya memimpin kota Solo memberanikan Parpol yang dipimpin Megawati mencalonkannya menjadi salah satu kandidat Calon Gubernur di Ibukota. Secara mengejutkan, Jokowi berhasil mengalahkanincumbent Fauzi Bowo dan popularitasnya pun semakin meningkat saat memimpin DKI Jakarta. Keberhasilan PDI Perjuangan menghasilkan kader seperti Jokowi yang dianggapmampu mengakat popularitas partai bahkan berkembang menjadi politisi yang sangat popular dan menjadi pesaing kuat tokoh elit Partai Politik lain.
Setidaknya melalui berbagai Survey, Jokowi selalu berada di daftar puncak Calon Presiden paling diinginkan masyarakat. Bahkan Ia mengalahkan popularitas Ketua Umum PDI-P, Megawati. Megawati yang sudah berkiprah di dunia politik jauh sebelum Jokowi, harus rela menerima popularitasnya dikalahkan politisi Juniornya ini. Sebelum kemunculan Jokowi, PDI P hanya memiliki Megawati sebagai tokoh yang didepankan. Menjadi Puteri Presiden Soekarno sekaligus proklamator Indonesia, memudahkan Megawati menapaki karir politiknya. Berbeda dengan Jokowi, rakyat biasa yang harus berjuang memberikan pola pemerintahan berbeda hingga dikenal luas oleh masyarakat. Kini Jokowi menjadi tokoh PDI P paling popular dan diidolakan masyarakat. Tak ayal lagi, kehadiran Jokowi ini juga akan meningkatkan elektabilitas partainya. Maka secara otomatis, PDI-P beruntung memiliki tokoh seperti Jokowi.
Tetapi kemudian memuncaknya euphoria pencapresan Jokowi akan menjadi salah satu masalah bagi internal partai merah tersebut. PDI P kini memiliki dua tokoh besar dalam partainya, Megawati dan Jokowi. Megawati yang menjadi ketua umum partai rintisan keluarganya ini selalu menjadi tokoh terdepan partai dan yang paling diandalkan. Karena rintisan keluarga, maka Megapun tak menutup-nutupi keinginnanya untuk mempertahankan trah Soekarno di sini. Puterinya, Puan Maharani juga menjadi ketua DPP partai dan selalu ikut bersamanya di barisan depan dalam setiap kesempatan. Menahan diri menjadi oposisi selama 10 tahun, Megawati tidak pernah menunjukkan keinginnannya untuk mundur dalam bursa pemimpin bangsa ini. Ia masih tampak memiliki obsesi untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia. Sayangnya, kemunculan Jokowi sepertinya akan menambah berat langkahnya. Pasalnya, kini telah muncul dua kubu dalam internal partai yang dipimpinnya. Jika sebelumnya semua kader satu suara akan selalu mengusung Megawati menjadi Capres dan selalu menjadi pilihan satu-satunya hingga ia mungkin mengundurkan diri. Kini Kader partai itu memiliki dua opsi, yakni Megawati dan Jokowi.
Hingga terbentukah dua kubu dalam tubuh partai ini. Kader yang tua sepertinya akan tetap mengusung Megawati menjadi calon Presiden. Sementara itu kader lainnya lebih memilih Jokowi. Maka munculah Pro Jokowi (PROJO) yang berniat mendeklarasikan Gubernur DKI ini. Ini tentunya bukan hal yang menyenangkan bagi PDI P terutama bagi Megawati. Elektabilitas Jokowi yang sangat tinggi menjadi alasan kuat muncullnya Projo. 191
Selain itu, Jokowi menjadi kunci PDI-P mengambil kesempatan untuk menduduki kursi Presiden. Tetapi sebagai ketua Umum, Megawati menjadi orang yang berhak memilih dan mengumumkan siapa yang akan menjadi Capres PDI P. Di lain pihak, Jokowi selalu menunjukkan sikap patuh kepda Megawati dan belakangan Ia tak mau berkomentar terkait pencapresannya. Megawati tentunya tidak bisa menganggap remeh munculnya PROJO. Karena bagaimanapun ini akan mengancam ketertiban di tubuh PDI-P yang akan mengancam perpecahan partai. Tetapi di balik itu Ia bisa bernafas lega mengingat Jokowi yang tidak terlalu terobsesi untuk menjadi Presiden. Bahkan Mega masih bisa tersenyum karena Jokowi terlihat sangat penurut dan tidak terlihat menyombongkan popularitasnya. Tetapi Megawati nampaknya masih mempertimbangkan berbagai hal hingga mendekati Pemilihan Legislatifpun Ia belum juga mengumumkan resmi Capres PDI P. 98 PDI Perjuangan kendati di dalam internal sendiri mengalami konflik siapa yang akan menjadi bakal calon Presiden, bahkan strategi yang di pakai oleh ketua umum Megawati memainkan peran dan opini luput dari media,bahkan yang menjadi sorotan tetap apakah jokowi yang masih menjabat akan di calonkan oleh PDI Perjuangan bakal calon Presiden atau tidak. Namun targetan PDI Perjuangan yakni memenangkan Pemilu 2014 baik legislatif mau eksekutif, dengan banyak nya berita yang mengulas jokowi maka popularitas partai semakin naik. 99 Sebenarnya ketokohan di PDI Perjuangan dengan adanya fenomena kemunculan sososk Jokowi yang merupakan kader yang dianggap merakyat bukan muncul secara tiba-tiba, kekalahan yang terjadi dalam perebutan kursi Presiden 2004 dan 2009 dengan mencalonkan ketua Umum tidak bisa membawa suara PDI perjuangan mendapat kursi kemenangan. Kendati demikian ketokohan Megawati sendiri di dalam internal partai mampu menyatukan kader. Keberhasilan Jokowi di periode ke dua walikota Solo, membuat PDI Perjuangan mulai melakukan perubahan desain yang sesuai dengan amanat kongres 2010 yang dinamakan jalan kemenangan. Penulis sempat mengulas pada bab 4 persiapan PDI Perjuangan menghadapi pemilu 2014.
Dengan keberhasilan Jokowi naik ke Jakarta sebagai Guburnur bersanding dengan Ahok, merupakan koalisi PDI Perjuangan dan Gerindra, tak lain seperti pemilihan Presiden sebelumnya(2009). Disinilah PDI Perjuangan mulai mencoba melirik kader yang dianggap mampu menaikkan pamor partai dan merakyat, serta dianggap mampu melaksanakan Ideologi 1 juni.
Meskipun secara keputusan setelah Pemilihan Legislatif namun sikap dingin Ketua Umum menandakan bahwa dia tidak lagi akan maju untuk mencalonkan diri sebagai calon bakal Presiden. Dengan melihat konsep jalan kemenangan dan apa yang dilakukan oleh PDI Perjuangan dalam pemilu 2014 lebih siap dan matang dari pada pemilu sebelumnya dengan adanya reigenerasi yang terjadi di dalam internal partai.
Konsep Nawacita Jokowi
Majunya Joko Widodo yang berpasangan dengan Jusuf Kalla yang di usung PDI Perjuangan dengan Koalisi Indonesia Hebat, sebagai mana dalam Setiap pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menyertakan Visi dan Misi. Begitupun juga pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Jokowi termasuk Capres yang paling sering ditagih terkait visi misi itu karena dia tercatat lebih sering memberi jawaban “mengambang” ketika ditanya wartawan.Namun, saat mendaftar ke KPU pada Senin (19/5), pasangan yang didukung PDIP, PKB, Partai Nasdem dan Hanura itu menyertakan dokumen visi dan misi jika terpilih memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.Dalam publikasi yang dilakukan KPU (Selasa, 20/5), Visi Misi Jokowi- JK tertuang dalam 41 halaman berjudul “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian”.Yang di berinama Nawacita . 102 Dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pasangan yang di Usung PDI Perjuangan dengan koalisinya berhasil memenangkan Pemilihan Presiden 2014, dengan begitu Konsep yang diberinama Nawa Cita yang merupakan program yang di gagas dengan menyelaraskan ideologi partai yakni ideologi 1 juni, yakni Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan merupakan wujud bagaimana PDI Perjuangan mengimplementasikan Ideologi partai dalam ranah pemerintahan.
Berikut inti dari sembilan program tersebut yang disarikan dari situs www.kpu.go.id:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan
rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif,
keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri
Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas
pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi
dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian,
pemilu, dan lembaga perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”; serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia
Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas
9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi
serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
202
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali
kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan
kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan,
seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta
Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang
dialog antarwarga.
Setelah pemilu 2014 PDI Perjuangan berhasil memangkan baik dilegislatif maupun Presiden dengan konsep Nawacita yang dianggap merupakan perasan ideologi 1 juni, namun bagi Susanto Pulamolo nawacita Jokowi cita rasanya ideologis namun bukan 1 juni, dan kemenangan Jokowi karena terjadinya perubahan terhadap PDI Perjuangan sebagai partai massa, dan Nawacita itu hanya kelam perasan Ideologi 1 juni.
Namun bagi Kader PDI Perjuangan sendiri Gunawan Hartono, menyatakan bahwa Nawacita itu merupakan visi misi PDI Perjuangan, yang merupakan ideologi 1 juni dalam mewujudkan Trisakti meskipun didalam internal sendiri ada yang tidak sepakat namun itu hal wajar ucapnya. Menurut penulis nampak terlihat bahwa PDI perjuangan sebagi partai ideologis yang mengalami kekalahan dua kali dan berada di oposisi tentu saja tidak mau terulang seperti sebelumnya, konsep Nawacita ini merupakan satu cara bagaimana PDI Perjuangan mewujudkan Ideologi 1 juni dalam dinamika politik Indonesia. 203 b. Kebijakan Partai PDI Perjuangan dalam menyokong Nawacita PDI Perjuangan setelah berhasil mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan legislatif dan juga berhasil memenangkan Kursi Presiden melalui Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan membawa program kerja Nawa Cita Jokowi. Kaitannya tentu saja PDI Perjuangan bukan lagi sebagai partai oposisi dengan begitu harus mempersiapkan sekema yang mendukung pemerintah. Keadaan ini bukan saja di putuskan di dalam kongres melainkan kebijakan politik di internal partai dan parlemen. Seperti di katakana Ganjar: Dukungan bisa dilakukan melalui politik anggaran dan politik legislasi. Adapun bentuk dukungan itu, kata dia, PDIP akan terus mendorong spirit Tri Sakti Bung Karno bisa diimplementasikan dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Tri Sakti itu adalah berdaulat dalam bidang politik, berdikari, dan berbudaya.103 Seperti halnya dalam penyusunan Menteri yang dilakukan Presiden PDI Perjuangan tidak terlalu masuk mengintervensi jatah partai. Semangat Trisakti Bungkarno yang sebelumnya akan menjadi nama kabinet namun berubah menjadi kabinet kerja yang diisi dominan dari profisional. Disisi lain PDI Perjuangan dalam Kongres PDI Perjuangan ke IV yang dilaksanakan di bali yang juga membahas sejumlah program strategis yang diselaraskan dengan program pemerintahan Joko Widodo (Nawacita). Penegasan sikap sebagai partai pemerintah harus mampu mensinergikan Tiga pilar Partai, yaitu kader partai di eksekutif, kader partai di legislatif, dan kader partai di struktur akan bersatu padu dalam menyukseskan program Nawacita Jokowi. Ini merupakan perasaan bertanggung jawab atas semua kebijakan dan program yang dibuat oleh Jokowi, sehingga secara prinsip partai ikut terlibat dengan dinamika yang ada, baik dalam pemerintahan maupun di parlemen. mengaplikasikan Trisakti dan Nawacita dalam pemerintahan Jokowi adalah bagian dari pembangunan fondasi bagi upaya mewujudkan kehadiran negara dalam melindungi dan memastikan kesejahteraan rakyat sebagai muara dari setiap kebijakan dan program yang dibuat pemerintahan Jokowi. Pada konteks ini, PDIP memiliki tanggung jawab untuk memastikan agar setiap janji dan program yang dibuat harus sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.”Menjadi kewajiban bagi PDIP untuk memastikan dan menegaskan dalam kongresnya agar Trisakti dan Nawacita dapat terimplementasikan.104 Dengan begitu sikap politik PDI Perjuangan dalam menyokong Program Nawacita Jokowi dalam kongres ke IV jelas berbeda saat menjadi partai oposisi. Sikap politik kongres iv pdi perjuangan mewujudkan indonesia raya Indonesia yang sejati-jatinya merdeka. Karena PDI Perjuangan menyadari dan memahami sepenuhnya panggilan sejarahnya sebagai wahana pengorganisasian dan alat perjuangan rakyat untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai syarat dasar bagi terwujudnya cita – cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Dari tahun 2005-2014, sepuluh tahun, PDI Perjuangan memutuskan berada di luar pemerintahan berdasarkan pertimbangan perbedaan ideologi dengan pemerintah yang saat itu berkuasa.Ideologi PDI Perjuangan adalah Pancasila 1 Juni 1945.Ideologi yang menuntun gerak langkah, yang menjadi nafas dalam perjuangan partai.Ideologi ini bukan hanya menegaskan posisi partai terhadap keberagaman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun sekaligus menuntun partai pada jalan Trisakti.Kedaulatan politik, keberdikarian ekonomi, kepribadian dalam kebudayaan yang mengarahkan Indonesia pada kemerdekan politik, sekaligus kemerdekaan ekonomi. Pilihan politik PDI Perjuangan sebagai partai Ideologis berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 mengandung beberapa konsekuensi:, Pancasila 1 juni 1945 harus menjadi keyakinan dan harapan tentang masa depan bersama. Pertama Dari sinilah Pancasila menjadi inspirasi di dalam menjawab berbagai persoalan masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial yang tinggi. Fungsi ini harus nampak jelas ketika Partai melakukan pengorganisasian di tingkat akar rumput. Kedua, Pancasila 1 Juni 1945 ditempatkan sebagai meja statis dan leitstar dinamis, yakni sebagai dasar dan penunjuk arah bagi kebijakan dan tindakan-tindakan politik partai. Fungsi ini dijabarkan di dalam kebijakan Partai di dalam mengelola kekuasaan baik di legislative maupun eksekutif, yakni dalam memberikan dasar dan arah kebijakan, dan skala prioritas kebijakan. Ketiga, Pancasila 1 Juni 1945 berfungsi sebagai ”bingkai” yakni sebagai pengatur perilaku dan sekaligus alat penilai dari perilaku organisasi, kebijakan dan pekerja partai. Menjadi dasar untuk menyusun etika partai dan disiplin partai.
Keempat, Pancasila 1 Juni 1945 sebagai the way of life, juga harus mampu menjadi dasar pembentukan kultur partai berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila 1 Juni 1945, seperti kebangsaan, kemanusiaan, mufakat/demokrasi, keadilan sosial, serta Ketuhanan yang berkebudayaan.
Atas pilihan Ideologi Pancasila 1 Juni 1945 tersebut, selama sepuluh tahun konsistensi PDI Perjuangan diuji untuk “menangis dan tertawa bersama rakyat”. Hasilnya, pada Pemilu Legislatif 2014, PDI Perjuangan dipilih oleh mayoritas rakyat Indonesia, dan dinyatakan sebagai pemenang.Karena kemenangan itu, maka PDI Perjuangan mendapatkan kesempatan untuk merekomendasikan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pada Pemilu Presiden 2014.Sekali lagi, mayoritas rakyat Indonesia memberikan dukungan atas calon yang 206 direkomendasikan PDI Perjuangan. Kemenangan ini melahirkan Kepemimpinan Nasional baru, Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Kemenangan PDI Perjuangan pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014, adalah momen untuk mempertegas dan membuktikan bahwa pilihan ideologi, Pancasila 1 Juni 1945, dan jalan Trisakti adalah satu-satunya cara untuk mencapai Indonesia sejahtera yang berkeadilan sosial.
Meskipun PDI Perjuangan sebagai partai mitra strategis pemerintah, PDI Perjuangan menilai penyelenggaraan pemerintahan negara saat ini masih harus berupaya keras untuk tercapainya cita-citaProklamasi Kemerdekaan. Pertama, demokrasi politik yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan masih sarat dengan praktek demokrasi liberal yang digerakkan oleh kekuatan kapital (liberal- capitalist democracy). Kondisi ini perlu segera diperbaiki agar ke depan kedaulatan rakyat tidak hanya dimaknai sebagai bentuk pemilu secara langsung oleh rakyat dengan tolak ukur kompetisi individual yang semakin memperlemah semangat gotong royong dan persatuan bangsa. Kedua, demokrasi ekonomi yang seharusnya menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama dalam pembentukan produksi nasional masih didominasi korporasi dan bekerjanya fundamentalisme pasar. APBN sudah seharusnya diperjuangkan untuk ditujukan dalam rangka memenuhi hak-hak dasar rakyat, agar tidak menjadi cerminan ketergantungan pada sumber pembiayaan yang berasal dari pasar keuangan global. Ketiga, kebudayaan Indonesia yang bercirikan gotong royong, musyawarah-mufakat dan kebhinekaan sebagai fundamen bagi bekerjanya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi masih menghadapi persoalan akibat politik penyeragaman, pragmatisme, dan individualisme. 207
Berkaitan dengan kondisi tersebut, PDI Perjuangan menegaskan kembali posisi politik sebagai Partai Pelopor dengan ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Konsepsi sebagai partai pelopor yang ideologis tersebut lebih lanjut akan dijabarkan dalam kebijakan dan program politik, ekonomi, dan budaya, serta akan dikembangkan menjadi kultur partai dan sikap perilaku kader. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, dalam Kongres ke IV ini, PDI Perjuangan menegaskan sikap umum yang merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari sikap umum pada Kongres ke III, sebagai berikut:
1. PDI Perjuangan menegaskan akan terus berjuang memastikan, mengarahkan,
mengawal dan mengamankan kebijakan-kebijakan politik yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat agar tetap mengandung satu muatan, satu arah, serta satu haluan
ideologi, Pancasila 1 Juni 1945, berpijak pada konstitusi UUD 1945 dan memilih jalan
Trisakti yang tidak hanya di atas kertas.
2. PDI Perjuangan menegaskan akan terus berjuang memastikan, mengarahkan,
mengawal dan mengamankan program-program kerja yang diputuskan Pemerintah
Pusat sebagai pemenuhan terhadap janji-janji kampanye, sebagai upaya pelaksanaan
jalan Trisakti yang merupakan pemenuhan amanat Pancasila 1 Juni 1945 dan
konstitusi UUD 1945, yang juga merupakan program kerja dan cita-cita partai.
3. PDI Perjuangan menegaskan jalan Trisaktiadalah satu-satunya pilihan untuk
mewujudkan kedaulatan di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan
berkepribadian dalam kebudayaan.
4. PDI Perjuangan bertekad mengobarkan kembali jiwa bangsa yang bermartabat,
bergotong royong dan berkeadilan sosial, serta mewujudkan kehidupan politik yang
menjamin kedaulatan politik rakyat.
5. PDI Perjuangan bertekad meneguhkan diri sebagai poros kekuatan politik nasional
208
yang menjadi perekat kebangsaan dan penjaga kebhinekaan Indonesia dimana
perbedaan dan keanekaragaman budaya, bahasa, suku, dan agama adalah taman
sarinya Indonesia.
6. PDI Perjuangan menegaskan keberpihakannya pada rakyat Marhaen sebagai kekuatan
produksi nasional yang menopang berjalannya sistem ekonomi kerakyatan guna
melakukan koreksi terhadap berjalannya sistem ekonomi neo-liberal dan neo-kapitalis. 7. PDI Perjuangan bertekad melawan kemiskinan struktural dan mencegah berbagai
bentuk penghisapan guna melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,
serta menjamin terpenuhinya hak dasar warga negara Indonesia.
Ketujuh sikap umum di atas dirinci ke dalam 33 sikap politik PDI Perjuangan sebagai
berikut:
1. Negara wajib untuk menetapkan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai ideologi negara., sebagai
bentuk penegasan kembali terhadap sikap [politik para pendiri bangsa pada tanggal 18
Agustus 1945; PDI Perjuangan mendesak pemerintah untuk mengeluarkan Keputusan
Presiden yang menetapkan Soekarno sebagai Bapak Bangsa dan memberi ruang
kepada ajaran-ajarannya, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan
kebangsaan; PDI Perjuangan berjuang dan mendorong pemerintah untuk lahirnya UU
tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
2. Negara harus aktif menjadi kekuatan efektif dalam menegakkan supremasi hukum dan
konstitusi negara.Praktik hukum di republik ini tidak boleh manipulatif dan koruptif
dimana hukum lebih sering dijadikan sebagai alat penguasa untuk memukul lawan, alat
aparat penegak hukum untuk memperkaya diri menyebabkan terjadi jurang yang
semakin lebar antara cita-cita membangun negara hukum (rechstaat) yang berkeadilan
dan realita hukum yang didominasi oleh kepentingan kekuasaan (machstaat). Oleh
karena itu, PDI Perjuangan melalui kader-kadernya yang berada pada fungsi
209
penyelenggara negara, baik di jajaran legislatif maupun eksekutif harus berfungsi efektif
untuk memperjuangkan penguatan sistem hukum, perbaikan substansi hukum dan
pembangunan budaya hukum.
3. Negara wajib melindungi segenap warga negara tanpa diskriminasidimanapun mereka
berada.PDI Perjuangan mendesak penyelenggara negara untuk berlaku adil dan tidak
diskriminatif. Melalui kader-kader yang berada di jajaran legislatif maupun di eksekutif
di pusat dan daerah, PDI Perjuangan harus menjadi partai terdepan yang
memperjuangkan terwujudnya tujuan hidup bernegara yang melindungi segenap tumpah
darah Indonesia.
4. Negara wajib menghadirkan sistem peradilan khusus untuk anak-anak, berikut sarana
dan prasarananya, seperti pengadilan khusus untuk kasus-kasus yang menyangkut anak- anak, dan penjara khusus anak yang lebih mengedepankan perlindungan dan pembinaan
terhadap anak-anak agar memiliki masa depan yang lebih baik. PDI Perjuangan juga
mendorong pemerintah untukmerevitalisasi penjara di seluruh Indonesia dengan arah
dan tujuan pemulihan jiwa dan pembinaan kepada para narapidana agar mampu kembali
menjadi tenaga rakyat yang berperan dalam pembangunan nasional.
5. Negara wajib menghadirkan kebijakan politik dan politik anggaran pengarusutamaan
gender untuk mendorong pemberdayaan dan akses ekonomi dan sosial bagi perempuan;
PDI perjuangan mendorong lahirnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual terhadap
Perempuan dan Anak, perbaikan atas UU Perkawinan yang lebih memberikan keadilan
terhadap perempuan.
6. Negara harus menegakkan prinsip kewarganegaraan sebagai satu satunya prinsip dalam
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengaturan kehidupan berbangsa dan
bernegara tidak boleh didasarkan pada faktor-faktor primordial.
210
7. Negara harus menjadi satu-satunya pemegang kewenangan penggunaan kekerasan
secara sah yang tidak dapat dialihkan dengan menjunjung tinggi prinsip HAM dan
demokrasi dalam pelaksanaannya.Kenyataan sering terjadi tindakan kekerasan yang
dilakukan individu atau kelompok masyarakat yang satu terhadap individu atau
kelompok masyarakat yang lain menunjukan pemerintah tidak berfungsi efektif, bahkan
melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan. Situasi ini, apabila dibiarkan akan
mengakibatkan premanisme menguasai negeri ini. Oleh karena itu, PDI Perjuangan
mendesak pemerintah untuk tidak melakukan pembiaran tindak kekerasan oleh warga
masyarakat atas warga masyarakat lainnya, tetapi harus bertindak tegas sesuai
perundang-undangan.Negara wajib menjaga dan melindungi keutuhan wilayah negara
melalui pengelolaan wilayah perbatasan melalui pengutamaan pendekatan keamanan
manusia dan pengelolaan pulau-pulau terluar dan daerah perbatasan, kedaulatan wilayah
perairan dan udara Indonesia. Pendekatan ini dilakukan antara lain melalui
pembangunan infrastruktur dasar dan pengembangan kawasan yang bersifat terpadu.
Pemerintah wajib menyelesaikan Perjanjian Batas Negara.
Bahwa selama ini tugas negara melalui pemerintah belum efektif untuk menjaga
keutuhan wilayah negara, terbukti dengan seringkali terjadinya pelanggaran wilayah
perbatasan oleh aparat negara lain, belum terselesaikannya perjanjian batas negara
dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia, dan masih
maraknya gerakan separatisme di wilayah Papua. Oleh karena itu, PDI Perjuangan
mendesak pemerintah untuk menempatkan pengelolaan wilayah perbatasan menjadi
prioritas utama dalam tugas negara menjaga keutuhan NKRI, segera menyelesaikan
perjanjian batas negara dengan negara-negara tetangga, dan menanggulangi potensi- potensi gerakan separatisme yang mengancam keutuhan NKRI.
211
Khusus untuk pemerintahan Aceh, Papua, pemerintah wajib untuk menyelesaikan
seluruh aturan pelaksanaan yang dimandatkan oleh berbagai UU yang terkait dengan
kedua daerah tersebut; dan meniadakan semua regulasi sektoral yang bertentangan
dengan semangat pemberian otonomi khusus kepada kedua daerah ini.
Khusus untuk Papua, negara wajib mengakui eksistensi kebudayaan ras Melanesia
sebagai bagian integral dari identitas budaya bangsa Indonesia sebagai cerminan dari
filosofi bhineka-tunggal-ika. Negara wajib untuk menjamin bahwa Otonomi Khusus merupakan solusi final bagi
penyelesaian masalah Papua, dan wajib untuk menutup kemungkinan adanya dialog
yang dimediasi pihak ketiga.
8. Negara wajib mengembangkan politik desentralisasi dan Otonomi Daerah yang
menggambarkan kebhinekaan dalam ketunggal-ika-an melalui pengembangan
desentralisasi asimetris.
Dalam rangka desentralisasi asimetris, Negara wajib untuk memberikan perlakuan yang
khusus bagi daerah-daerah kepulauan, daerah-daerah perbatasan, daerah-daerah
tertinggal, serta daerah dengan potensi dan kesejarahan yang khusus seperti Bali dan
Yogyakarta sebagai wujud dari pelaksanaan Pasal 18 UUD 1945.
9. Negara wajib mempertahankan konstruksi konstitusi yang ada karena sudah memadai
dalam menciptakan sistem pemerintahan presidensial yang kuat, berlakunya checks and
balances dan memfasilitasi partisipasi politik rakyat melalui partai politik; Negara wajib
mempertahankan dan memperkuat sistem pemerintahan presidensil, termasuk dalam
kaitannya dengan proses politik di Dewan Perwakilan Rakyat. Pelajaran berharga dari
lemahnya pemerintah sebelumnya adalah kesulitan membangun pemerintahan yang
solid melalui kerjasama antar partai politik di legislatif dan pemerintah. Penyebabnya,
212
karena tidak terjadi korelasi signifikan antara partai pemenang pemilu dan presiden
terpilih yang didukung oleh partai politik yang berada di DPR. Sehingga upaya presiden
mencari dukungan DPR dilakukan melalui membangun koalisi parpol di DPR yang
dalam kenyataan tidak efektif. Partai mitra strategis pemerintah tidak boleh lagi hanya
bersifat pseude coalition. Oleh karena itu, PDI Perjuangan berdasarkan UU Pemilu yang
memutuskan Penyelenggaraan Pemilu Presiden dilaksanakan serentak dengan Pemilu
Legislatif 2019, mendorong sejak awal Presiden terpilih sudah mempunyai ikatan dan
kerjasama ideologis dengan partai politik di DPR dalam rangka membangun sebuah
pemerintahan yang kuat dan efektif.PDI Perjuangan mendorong dan mengawasi agar
penyelenggara dan pelaksana Pemilu untuk lebih profesional, terutama menyangkut data
pemilih, penyelenggaraan, pengawasan dan pendanaan. Semua persiapan tersebut harus
sudah selesai paling lambat dua tahun sebelum pelaksanaan Pemilu Serentak.
10. Negara wajib mengembangkan sistem multipartai sederhana melalui pembatasan
demokratik hak partai untuk mengikuti pemilu dan menduduki parlemen (electoral and
parliamentary threshold).Dalam rangka membangun sistem multi partai sederhana,
Negara wajib memberlakukan parliamentary threshold pada semua tingkatan
pemerintahan;Negara wajib menjamin terselenggaranya pemilihan umum yang
demokratis, yakni langsung, umum, bebas, jujur dan adil.Untuk menjamin pemilu yang
demokratis, KPU harus diatur sebagai lembaga pelaksana pemilu tanpa kewenangan
mengambil kebijakan politik; rekrutmen anggota KPU harus memberlakukan syarat- syarat keahlian khusus serta melalui prosedur yang menekankan pada profesionalitas;
fungsi lembaga pengawas dan publik harus diperkuat. Negara juga wajib untuk
menjamin netralitas politik birokrasi dan menyediakan sistem data kependudukan
nasional guna memfasilitasi rakyat untuk dapat menggunakan hak konstitusional dengan
sebaik-baiknya.
213
11. Negara wajib mengembangkan politik luar negeri bebas aktif yang mengutamakan
kepentingan nasional (politik, keamanan dan ekonomi), kemanusiaan yang beradab, dan
demokrasi. Menjadikan spirit Dasa Sila Bandung sebagai pedoman dalam membangun
hubungan antar bangsa, termasuk tetap menyepakati kemerdekaan Palestina sebagai
hutang sejarah yang harus diperjuangkan bersama. Terkait dengan menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean, PDI Perjuangan mendorong agar pemerintah
mempersiapkan rakyat dan bangsa Indonesia agar komunitas ekonomi yang tercipta
tidak berorientasi pada pasar bebas yang mengarah pada kesejahteraan segelintir orang
dan kelompok, namun lebih pada upaya menghadirkan pasar berkeadilan yang mampu
menghadirkan kesejahteraan berkeadilan sosialdi kawasan Asean.
12. Negara wajib membentuk sistem pertahanan rakyat semesta yang mengintegrasikan TNI
sebagai komponen utama pertahanan dengan rakyat sebagai komponen cadangan
pertahanan yang didukung oleh pengerahan segenap sumber daya sebagai komponen
pendukung dalam suatu pola hubungan sipil militer yang demokratis
13. Negara wajib mengembangkan kepolisian sebagai bagian dari fungsi pemerintahan sipil
di bidang penegakan hukum, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat yang
tunduk pada sistem akuntabilitas politik negara demokratis.
14. Negara wajib mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system) dan
kewaspadaan (foreknowledge) guna menghadapi pendadakan strategis melalui
pengembangan komunitas intelijen nasional yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip
hak-hak azasi manusia (HAM), hak-hak sosial, ekonomi dan kultural (ecosoc), dan
demokrasi.
15. Negara wajib melindungi informasi strategis yang terkait dengan keamanan nasional.
Negara wajib mengembangkan sistem informasi publik yang menjamin terjaganya
214
hak publik untuk mendapatkan informasi, dan bersikap hati-hati, serta tidak reaksioner
dalam merespon indikasi digunakannya tekhnologi informasi sebagai alat
propagandakelompok tertentu.PDI perjuangan mendorong lahirnya UU tentang Radio
dan Televisi Republik Indonesia, revisi UU tentang Penyiaran dan UU Informasi dan
Transaksi Elektronik
16. Negara wajib menerapkan politik anggaran yang mencerminkan pengelolaan ekonomi
berdikari yang memungkinkan peningkatan secara bertahap belanja publik. Pada
tahapan pertama, negara wajib mengalokasikan minimal 35% dari APBN dan APBD
untuk belanja publik. Politik alokasi dan distribusi anggaran bersifat ekspansioner,
dengan mencegah adanya defisit anggaran; Negara wajib meningkatkan alokasi
anggaran bagi daerah-daerah melalui Dana Alokasi Umum dan memperbesar proporsi
daerah dalam skema bagi hasil yang dapat mencukupi kebutuhan daerah untuk belanja
publik.PDI Perjuangan mendorong revisi UU tentang Perimbangan Keuangan antara
Pusat dan Daerah yang arahnya pada distribusi keadilan keuangan Pusat dan Daerah.
17. Negara wajib memprioritaskan anggaran belanja publik yang menjamin terpenuhinya
hak dasar warga negara atas pendidikan, terutama untuk pemberantasan buta huruf
tinggi, untuk pendidikan umum, untuk pendidikan kejuruan dalam rangka terciptanya
tenaga-tenaga kejuruan yang terdidik dan terlatih. PDI Perjuangan mengusulkan
perbandingan anggaran belanja untuk pendidikan umum dan kejuruan menjadi 3;7.
Pendidikan tenaga-tenaga ahli sudah waktunya diarahkan untuk melahirkan tenagatenaga spesialis di segala bidang pembangunan; Negara wajib mengalokasikan anggaran
kesehatan 5% dari APBN dan 10% dari APBD, di luar gaji pegawai, sesuai perintah UU
Kesehatan. Negara wajib memprioritaskan alokasi anggaran bagi pembangunan
kawasan pedesaan sesuai perintah UU Desa dan anggaran bagi kelompok-kelompok
marginal sesuai UU Penanganan Fakir Miskin.
215
18. Negara wajib mengembangkan sistem pendataan penduduk yang mampu menghasilkan
basis data yang sesuai dengan realitas di lapangan. PDI Perjuangan mendorong segera
dilakukannya pendataan penduduk secara nasional dan serentak dengan satu metode dan
indikator yang sama bagi Kementrian dan Lembaga yang terlibat (terutama Kementrian
Dalam Negeri, Kementrian Sosial, BKKBN, dan BPS); perlu segera dirumuskan
indikator sejahtera dan miskin/tidak mampu yang berbasis pada pendapatan penduduk
setiap bulan. Memastikan agar Kementerian Dalam Negeri menyelesaikan Nomor
Identitas Tunggal Kependudukan (Single Identity Number) sebagai basis data
kependudukan dalam penyusunan kebijakan publik paling lambat dua tahun dari
sekarang.
19. Negara harus menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dalam upaya mewujudkan kedaulatan energy, untuk dimanfaatkan sebesar besarnya
bagi kemakmuran rakyat, sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945 dan keputusan
Mahkamah Konstitusi. PDI Perjuangan mendorong revisi UU Pertambangan, Mineral
dan Batubara dan UU tentang Minyak dan Gas Bumi yang “berwatak dan berwajah
merah putih” dengan tujuan mengembalikan tata kelola energi nasional sesuai prinsip
pasal 33 UUD 1945.
20. Negara bertanggung jawab menyediakan pekerjaan yang layak bagi warganya. Negara
wajib menghadirkan kerja layak( termasuk penghapusan sistem kerja outsourching dan
kerja kontrak berkepanjangan yang bertentangan dengan perundang-undangan), upah
layak, hidup layak, yang seiring dengan perlindungan dan penguatan industri nasional.
PDI Perjuangan mendorong lahirnya berbagai perundang-undangan untuk menciptakan
kondisi yang layak bagi pekerja di semua sektor, di dalam, maupun luar negeri,
termasuk pekerja di jawatan-jawatan pemerintah. PDI Perjuangan mendorong lahirnya
UU tentang Kewirausahaan, UU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, UU
216
tentang Sistem Pengupahan, revisi UU tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, dan UU tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, serta revisi UU tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri.
21. Negara wajib menggunakan BUMN/BUMD sebagai alat untuk meningkatkan sebesar- besarnya kemakmuran rakyat dan menjadikan koperasi sebagai wadah pengorganisasian
ekonomi rakyat melalui pengusahaan alat-alat produksi yang penting dan berkaitan
dengan hajat hidup orang banyak. PDI Perjuangan mendorong revisi UU tentang
BUMN agar BUMN lebih berfungsi alat negara untuk mewujudkan keadilan sosial
dengan memperkuat ekonomi rakyat melalui fungsi redistributif, akses permodalan,
meningkatkan produktivitas rakyat. PDI Perjuangan menegaskan koperasi sebagai soko
guru perekonomian Indonesia. Untuk itu dalam implementasi Undang-Undang Desa
maka Badan Usaha Milik Desa sebagai instrumen pembangunan desa harus
berbentukbadan hukum Koperasi.
22. Negara wajib menjamin rakyat terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, mendorong
akses dan kepemilikan rakyat terhadap permodalan, informasi dan pasar
demimemperkuat Usaha Kecil dan Menengah, mengembangkan industri kreatif
(termasuk memberikan kepastian perlindungan berbentuk hak paten dan hak atas
kekayaan intelektual), serta menggalakkan koperasi sebagai salah satu pilar utama
dalam pembangunan ekonomi kerakyatan.
23. Negara harus memiliki kewenangan melakukan intervensi moneter untuk kesejahteraan
bangsa. Memastikan pemerintah sungguh-sungguh mengurangi ketergantungan
terhadap utang dan pembiayaan luar negeri untuk pembangunan ekonomi nasional. PDI
Perjuangan mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan investasi dan ekspansi modal
dalam negeri, serta mengeluarkan kebijakan untuk menarik kembali dana milik orang
Indonesia yang disimpan di luar negeri; Pemerintah wajib melaksanakan kebijakan
217
reformasi perpajakan dan intensifikasi perpajakan yang lebih baik melalui penerapan
sistem yang terintegrasi untuk meningkatkan kepatuhan pajak guna mendukung
pembangunan nasional; Memastikan perluasan penggunaan sistem terbuka dalam
penganggaran dan pengadaan barang dan jasa pemerintah seperti e-budgeting, e- spending dan e-procurement yang dapat menghemat anggaran negara, meminimalisasi
penyimpangan dan menghindari hambatan dalam penyerapan anggaran.
24. Negara wajib memberikan jaminan sosial bagi seluruh warga negara, sesuai perintah
UU SJSN dan UU BPJS. PDI Perjuangan berjuang, mengarahkan dan mengawalagar
jaminan sosial tidak berwatak komersial. PDI Perjuangan mendorong pemerintah agar
Jaminan Kesehatan berupa Kartu Indonesia Sehat yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan
sebagai bentuk politik kesehatan yang berkeadilan yang memberikan jaminan kesehatan
bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi berupa layanan promotif, prefentif, kuratif dan
rehabilitatif di seluruh wilayah NKRI; beroperasinya BPJS Ketenagkerjaan pada bulan
Juli 2015, dan memastikan dijalankannya amanat UU bahwa untuk pertama kalinya di
Indonesia jaminan pensiun harus dijalankan bagi seluruh rakyat, terutama pekerja.
25. Negara wajib mewujudkan kedaulatan pangan dan kedaulatan petani atas tanah, air,
benih dan pupuk. PDI Perjuangan mendorong pemerintah untuk melakukan riset-riset
pertanian yang berorientasi pada kedaulatan petani dan diutamakan untuk tujuan
pemenuhan pangan dalam negeri; perluasan areal tanam yang sesuai dengan UU Tata
Ruang dan Tata Wilayah yang bersinergi dengan pelestarian lingkungan; intesifikasi
penanaman, mempertinggi produksi melalui perbaikan cara menggarap tanah, termasuk
penggunaan teknologi pertanian dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem,
pemupukan yang ramah lingkungan, perbaikan pembibitan dan mekanisasi; diserfikasi
pangan yang memanfaatkan potensi pangan lokal; membangun infrastruktur pertanian
yang berkeadilan; meningkatkan produktivitas tenaga tani dan antusiasme petani dalam
218
bekerja; memperjuangkan lahan bagi petanimelalui distribusi aset pertanian (reforma
agraria); akses modal, input produksi dan pasar serta diversifikasi pangan yang
memanfaatkan potensi pangan lokal; menyediakan bantuan kredit tanpa agunan dan
bantuan modal bagi petani; mendirikan koperasi tani; mendorong lahirnya organisasi- organisasi petani; politik tetap negara melalui pelarangan impor bahan bahan pangan
yang potensial dikembangkan melalui peningkatan kemampuan produksi kolektif
petani. PDI Perjuangan memperjuangkan lahirnya UU tentang Kedaulatan Pangan, UU
Pertanahan, UU tentang Air yang menjaga agar tidak terjadi komersialisasi atas air dan
menjamin ketersedian air bagi rakyat, UU Penyelesaian Konflik Agraria.
26. Negara wajib menjalankan politik harga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
kedaulatan pangan. PDI Perjuangan mendorong pemerintah untuk menghadirkan politik
harga terhadap barang-barang konsumsi dalam negeri didasarkan kepada azas serendah
mungkin sesuai dengan daya beli rakyat, dengan ketentuan-ketentuan: persediaan yang
cukup, persediaan cadangan, pengendalian harga, kelancaran distribusi dan pengawasan
yang cermat, sekaligus melakukan upaya-upaya penegakan hukum terhadap mafia
pangan, serta terus menerus mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor,
terutama yang mampu dihasilkan di dalam neger (seperti beras, gula, garam, minyak
nabati, buah, sayuran,ikan dan daging).
27. Negara wajib menyediakan sarana dan prasarana transportasi yang memadai untuk
memfasilitasi mobilitas orang, barang dan jasa antar wilayah Indonesia
28. Negara wajib menghadirkan politik kemaritiman yang berkeadilan dalam rangka
mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan tujuan sebesar-besarnya
bagi kepentingan nasional dan kepentingan rakyat, menjadikan rakyat sebagai aset dan
sumber daya untuk pembangunan kemaritiman; memperluas sumber-sumber aktivitas
ekonomi melalui pengembangan potensi bahari dan kepariwisataan, mengembangkan
219
industri kemaritiman (termasuk industri pariwisata, garam dan ikan), yang memberikan
akses ekonomi bagi rakyat, terutama bagi nelayan dan keluarganya, serta tenaga rakyat
yang ada di jalur kemaritiman. PDI Perjuangan mendorong lahirnya UU Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan.
29. Negara wajib menegakkan keadilan dan perlindungan, serta pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas, berupa hak ekonomi, sosial, politik, pekerjaan, kebudayaan,
jaminan pendidikan dan jaminan sosial, sekaligus infrastruktur di ruang-ruang publik.
PDI Perjuangan memperjuangkan lahirnya UU Penyandang Disabilitas.
30. Negara wajib menyelesaikan masalah-masalah sosial yang sangat membahayakan
kelangsungan kehidupan berbangsa dan negara. PDI Perjuangan mendorong pemerintah
melakukan terobosan terhadap pemenuhan asupan gizi dan nutrisi; penurunan Angka
Kematian Ibu Melahirkan; pencegahan dan penanganan masalah Narkotika (termasuk
penegakan hukum secara tegas terhadap pelaku peredaran narkotika tanpa pandang
bulu); pencegahan terhadap HIV-AIDS, penanganandan perlindungan terhadap Orang
Dengan HIV-AIDS; pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum dalam persoalan
perdagangan manusia; BKKBN harus berfungsi sebagai lembaga yang mengatur
pengendalian penduduk, sekaligus sebagai lembaga kependudukan yang berfokus pada
peningkatan kualitas kehidupan keluarga Indonesia. Pertambahan penduduk yang tidak
terkendali hanya akan menghasilkan masalah sosial, tidak akan menjadi bonus
demografi.
31. Negara wajib mengembangkan olah-raga nasional sebagai sarana untuk membangun
kebanggaan nasional, menyehatkan masyarakat, dan membangun jiwa dan sikap
sportivitas
220
32. Negara wajib menjamin bekerjanya prinsip kesetaraan dan kesatuan dalam pluralisme
dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan prinsip ke- Tuhan-an yang ber-Tuhan secara berkebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama,
mengamalkan dan menjalankan agama dan kepercayaan dengan cara berkeadaban,
mewujudkan ke-Tuhan-an yang berbudi pekerti luhur yang menghormati satu sama lain.
PDI Perjuangan mendorong lahirnya UU Perlindungan Umat Beragama.
33. Negara wajib mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam setiap proses
pengambilan keputusan dan wajib mendorong musyawarah untuk mufakat sebagai
metode pengambilan keputusan dari berbagai komponen bangsa. Negara wajib
mengembangkan strategi kebudayaan untuk memperkuat gotong royong, musyawarah
mufakat serta kesetaraan dalam ke-bhineka tunggal ika-an sebagai karakter bangsa
Berdasarkan poin-poin di atas PDI Perjuangan bertekad memutuskan akan menjadi
kekuatan politik nasional, yang akan berjuang bersama rakyat memastikan, mengawal,
mengarahkan, mengontrol, mengawasi dan mengamankan kerja pemerintah joko widodojusuf kalla satu arah, satu gerak langkah, satu nafas dengan pancasila 1 juni 1945, berpijak
pada konstitusi uud 1945, serta memilih jalan trisakti sebagai satu-satunya jalan untuk
menjadikan indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi,
berkepribadian dalam kebudayaan!
Sedangkan di dalam parlemen fraksi PDI Perjuangan memiliki sikap yang jelas berbeda
dengan sebelumnya, senada dengan ini karna PDI Perjuangan pasca pemilu 2014 menegaskan
diri sebagai partai Pemerintah, dengan begitu ketika apa pun kebijakan pemerintah Jokowi
Fraksi PDI Perjuangan yang di pimpin Olly Dondokambey akan mendukung apapun
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait realisasi anggaran usulan program
221
pembangunan daerah pemilihan ”Kami partai pemerintah, bagaimana kami menolak kalau
pemerintah sudah mengusulkan,” ujar Olly ketua Fraksi PDI perjuangan.105
Penegasan ini juga menjadi bumerang yang menyerang PDI Perjuangan sebagai partai
Wong cilik terkait kenaikan BBM bagaimana tidak selama 10 tahun PDI perjuangan menjadi
partai oposisi dan paling keras melawan kenaikan BBM, namun melalui Politikus PDI
Perjuangan Aria Bima mengatakan fraksinya mendukung penuh kenaikan harga BBM yang
dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Dia menegaskan, Fraksi PDI Perjuangan
mendukung penuh kebijakan Jokowi dalam menaikkan harga BBM. Sikap anggota Fraksi PDI
Perjuangan yang sebelum keputusan kenaikan harga BBM bersikap keras diharapkan
mendukung kebijakan Jokowi. Dari sini nampak jelas bahwa PDI Perjuangan melalui
fraksinya selalu mendukung kebijakan Pemerintah Jokowi meskipun secara sikap politik
sebelum menjadi partai pemerintah berbeda.106 Selain mengukuhkan sebagai
pendukungpemerintah dengan konsep Nawacita dan keputusan Kongres, untuk mewujudkan
diri sebagai Partai Ideologis di indonesia tentu tidaklah cukup jika hanya melihat konsep
tanpa kebijakan di lapangan dengan begitu melalui pendekatan I Ketut Putra Erawan yang
membagi menjadi tigawajah organisasi seperti dibawah ini. Nawacita harus dilihat dari tiga
sudut kebijakan politik partai.
Dengan cara ini apakah PDI Perjuangan sebagai partai ideologis mampu
mengimplementasikan Nawacita Jokowi di level pusat akar rumput dan pemerintahan.
Sebagaimana dikatakan oleh I Ketut Putra Erawan, partai pada akar rumput menghadapi
konteks lokal,partai lokal, pendukung, serta masyarakat pemilih. Sedangkan partai pada level
pusat partai menghadapi konteks nasional, partai-partai lain, dan negara. dan partai pada level pusat menghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain,komisi dan negara. Dengan
pendekatan ini jelas Nawacita Jokowi harus berdampak dengan posisi partai sendiri. Jika mengacu pada penjelasan I Ketut Putra Erawan dalam tulisannya terkait PDI
Pejuangan yang menjelaskan pendukung setia dari kelompok Marhaenis, Soekarnois,
Nasionalis. Yang sebelumnya dalam pemilihan 2004 dan 2009 mengalami penurunan.
Dengan hadirnya Jokowi dengan Konsep Nawacitanya mampu membangkitkan suara Partai
di tataran Masyarakat keberhasilan ini ditunjukan dengan kemengan pada Legislatif dan
Presiden, selain dari pada itu Nawacita Jokowi mampu membuat Masyarakat mengagap
bahwa PDI Perjuangan tidak meninggalkan Kaum Marhaen, sebagaimana pernah dikatakan
oleh Megawati sdalam pemilu 2004, bahwa PDI Perjuangan lah yang meninggalkan Kaum
marhaen. Bahkan dalam survei yang dilakukan oleh Lembaga Survey Nasional, Poltracking
(20/10/2015). Dengan pertanyaan “Partai politik mana yang akan dipilih jika pemilu
dilaksanakan hari ini?” Pertanyaan itu, sebanyak 20,26 persen responden menjawab masih
akan memilih PDIP.107 Meskipun secara total Ideologi belum dilakukan sebagai perekat
massa dan pemimpinnya.
Sedangkan di tataran lokal dengan adanya sosok Jokowi dan Nawacitanya PDI
Perjuangan menghasilkan beberpa kader yang mampu menduduki jabatan Kepala
Daerah. Seperti dalam pemilihan kepala daerah serentak PDI Perjuangan yang
menargetkan Target kemenangan kami itu awalnya 156 daerah, tapi kami memperoleh
kemenangan di 160 daerah,” ujar Pareira.Hal itu diketahui berdasarkan pemantauan
Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) dan Badan Saksi Pemilu Nasional PDI
Perjuangan. Parreira mengatakan, dari 160 daerah, 86 di antaranya merupakan calon
dari kader PDIP.Sementara 20 daerah diusung secara tunggal oleh PDIP tanpa
melibatkan koalisi partai. Selain itu, kemenangan di 73 daerah dari 160 yang
dimenangkan, PDI Perjuangan tercatat sebagai partai pengusung utama pasangan
calon yang tergabung dalam koalisi partai.Catatan lain dalam Pilkada serentak 2015,
PDI Perjuangan menggeser posisi partai lain yang biasanya mendominasi. Parreira
mengatakan, kemenangan itu di daerah Sulawesi, yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.Untuk Sulawesi Tenggara, Parreira
menjelaskan PDI Perjuangan memenangkan 5 dari 7 daerah yang menyelenggarakan
Pilkada. Begitu pula di Sulawesi Selatan, 6 daerah dimenangkan PDI Perjuangan dari
11 daerah yang diikuti.”Di Sulawesi tengah, PDI Perjuangan meraih kemenangan di 4
dari 8 daerah. Begitu juga 4 Pilkada di Sulawesi Barat, daerah dimenangkan dan ٣
“,daerah ٤a, dimenangkan PDI Perjuangan apilka٦Sulawesi Utara, dari meskipun ada
di beberapa daerah mengalami kekalahan seperti Di tiga Kabupaten DIY.
Dalam dinamika PDI Perjuangan di Pemerintahan terutama menghadapi Fraksi-Fraksi
di DPR RI dan kebijakan, dengan adanya konsep Nawacita yang merupakan perasan 1
Juni, PDI Perjuangan memiliki daya kedor terhadap lawan politik yang tidak sepakat
dengan kebijakan pemerintah atau pun dalam pembahasan yang lain semisal dalam
pembahasan RAPBN , dan beberapa RUU.
Implementasi Nawacita Jokowi 1 Tahun Kepemimpinan Dalam Mewujudkan
PDI Perjuangan Partai Ideologis Di Indonesia
Tepat 1 tahun yang lalu, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menggagas program yang dinamakan dengan Nawacita. Nawacita adalah 9 program yang mencakup keseluruhan visi dan misi Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam memimpin Indonesia.Hari ini tepat diperingati sebagai 1 tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Berikut adalah Nawacita beserta pelaksanaannya:
1. Mewujudkan negara yang aman serta perlindungan untuk semua warga negara.
– Salah satu pelaksanaannya adalah penegakkan kedaulatan laut RI. TNI AL, Polri,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta masyarakat sekitar bekerja sama untuk
menangkap serta menenggelamkan kapal asing yang kedapatan mencuri ikan di
perairan Indonesia.
– Hal ini meningkatkan volume produksi perikanan naik hingga sebesar 14.43%, dan
pertumbuhan PDB perikanan naik sebesar 8.64%.
225
– Pelaksanaan lainnya adalah penegakan hukum lingkungan hidup dan
kehutanan. Adanya tindaklanjut terhadap 421 perusahaan yang terindikasi tersangkut
izin illegal dan diturunkannya 300 orang satgas khusus untuk mengawasi kehutanan.
– Sayangnya, pelaksanaan penegakahn hukum lingkungan hidup dan kehutanan tersebut
masih disertai dengan masalah kabut asap yang belum terselesaikan sampai saat ini.
2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokrasi, dan terpercaya.
– Berkaitan dengan Nawacita kedua, Pemerintahan Joko Widodo membuat program
Revolusi Mental. Program Revolusi Mental mempunyai 3 nilai, yaitu integritas, kerja
keras, dan gotong royong, dan ketiga nilai tersebut bertujuan untuk menciptakan
kualitas pelayanan publik yang lebih baik.
– Lalu, aksi dari Revolusi Mental adalah “penyuntikan” 3 nilai tersebut ke setiap
individu yang ada di Kementerian dan Lembaga pemerintahan . Akan tetapi, walau
telah “disuntik” dengan konsep tersebut, nyatanya Revolusi Mental belum mempan
terhadap pegawai di kementerian dan lembaga pemerintahan.
– Tidak adanya integritas, kerja keras, dan gotong royong bisa kita lihat dengan
ketidaksinkronan pernyataan antara pihak Presiden dan DPR RI mengenai Revisi UU
KPK.
– Ketidaksinkronan tersebut dibuktikan dengan pernyataan Presiden yang menolak
Revisi UU KPK, tetapi para anggota DPR menyatakan Presiden mendukung Revisi
UU KPK tersebut.
226
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
– Nawacita ketiga ini terbukti dengan adanya realisasi dana untuk pembangunan desa.
Pemerintah pusat mengalokasikan dana sebesar Rp20.77 triliun, namun hanya
terealiasasi sebesar Rp16.61 triliun.
– Kemudian, dari pemerintahan kota/kabupaten menyalurkan sebesar Rp7.8 triliun
untuk ke desa-desa. Pembangunan desa ini juga diikuti oleh pembangunan
infrastruktur Indonesia sentris.
– Artinya, pembangunan ini akan merata keseluruh penjuru Indonesia. Contohnya
adalah tol trans Sumatera, tol trans Jawa, pos lintas batas etikong Kalimantan,
Bendung tanju di NTT, jembatan merah putih di Ambon, dan tol trans Papua.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
– Untuk nawacita keempat, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla belum
mempunyai bukti untuk mewujudkan sistem yang bebas korupsi dan terpercaya.
Pasalnya, koruptor yang sudah dihukum penjara, seorang Gayus Tambunan, dengan
mudahnya keluar masuk sel. Kemudahan untuk keluar masuk sel untuk terdakwa
seperti Gayus adalah salah satu bukti penegakan hukum yang tidak terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan pendidikan.
227
– Peningkatan kualitas hidup masyarakat dibuktikan dengan Kartu Indonesia Pintar,
Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Selain itu, upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia dibuktikan dengan pembangunan 357.906 unit
rumah MBR dan 135.646 unit rumah non MBR. Angka tersebut merupakan 50%pencapaian dari masing-masing target.
– Kemudian, kesejahteraan di sektor pendidikan, dari 3.7 juta guru, ada 3.6 juta guru
yang kualitasnya ditingkatkan. Peningkatan kualitas guru tersebut berbentuk pelatihan
teknik mengajar serta pendalaman materi untuk masing-masing pelajaran. Hal ini juga
termasuk dengan peningkatan fasilitas pendidikan seperti pembangunan sekolah di
desa pelosok.
6. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
– Nawacita keenam diiringi dengan fakta Indonesia telah menarik porsi terbesar arus
investasi di ASEAN sebesar 31%. Artinya, realisasi investasi di luar Pulau Jawa naik
25%. Angka ini yang besar jika dibandingkan dengan tahun lalu.
– Kemandirian ekonomi ini juga berhubungan dengan angka 64.18% di sektor
pariwisata. Meningkatnya investasi di berbagai sektor, khususnya pariwisata, telah
membuat kenaikan penyerapan tenaga kerja. Kenaikan tersebut mencapai 12.31% atau
sama dengan 685.000 orang.
– Selain itu, nawacita keenam ini juga dibuktikan dengan sepak terjang kebijakan
ekonomi jilid I hingga jilid IV. Akan tetapi, kebijakan berjilid tersebut malah diiringi
228
oleh naiknya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Keadaan ini membuktikan bahwa
nawacita keenam belum sepenuhnya membuktikan ekonomi Indonesia telah mandiri.
7. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.
– Nawacita ketujuh belum diiringi dengan kemajuan yang pesat. Hal ini ditandai dengan
fakta bahwa PDB Indonesia di angka 55% masih berbasis ekonomi konsumtif.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
berbasis nasional.
– Untuk Nawacita kedelapan ini, langkah pemerintah tidak jelas dalam mewujudkan
revolusi karakter bangsa melalui kurikulum berbasis nasional. Ketidakjelasan langkah
pemerintah dapat kita cermati dengan adanya program Bela Negara yang masih
berbentuk konsep dan masih belum jelas bagaimana proses pelaksanaannya.
– Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial melalui kebijakan
memperkuat kebijakan kebhinekaan.109
Kendati sudah terlihat di beberapa bagian Program Nawacita selama 1 tahun
kepemimpinan menunjukan adanya keberhasilan, disisi lain masih belum optimalnya
Pancasila sebagai dasar regulasi, hal ini memperlihatkan bahwa 1 juni dalam perjuangan
pembuatan kebijakan lebih banyak kesepakatan politik ketimbang Ideologis atau sikap politik
pragmatis. Padehal yang dibutuhkan kebijakan berlandaskan pancasila lah yang harus
terlaksana yang menjadi dasar agar program Jokowi sendiri dalam implentasi bisa singkron.
KESIMPULAN
Setelah melewati Pergulatan politik yang panjang dari tahun 1999 sampai dengan 2015, PDI Perjuangan yang menganut Ideologi pancasila 1 Juni dan di ketuai oleh Megawati Soekaranoputri dan menginkan terhujudnya tatanan negara yang berdasarkan Pancasila serta Membangun masyarakat Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis, adil dan makmur melalui panggung politik Indonesia mengalami pasang surut. Pergulatan PDI Perjuangan dalam pemilu1999 dan Sikap politik PDI Perjuangan pasca pemilu 2004-2009 dan sikap oposisi serta juga melihat PDI Perjuangan dalam mewujudkan ideologi 1 Juni sebagai pemenang pemilu 2014 melalui Nawacita Jokowi. Berdasarkan analisis serta telaah yang penulis lakukan, maka penulis dapat menyimpulkan point penting bahwa pergulatan PDI Perjuangan dari tahun 1999 sampai dengan 2015 sebagai partai Ideologis dalam menuju Partai Ideologi dan terhujudnya tatanan negara yang berdasarkan Pancasila serta Membangun masyarakat Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Kelahiran PDI Perjuangan sebagai partai Ideologi di indonesia
a. Kelahiran PDI Perjuangan sebagai partai ideologis di indonesia, merupakan hasil dari sejarah panjang perpolitikan Indonesia, mulai dari adaanya aturan pemerintah melakukan Fusi partai yang dikelompokan sesuai garis Ideologi yang menjadi tiga partai politik di Indonesia, ketiga partai tersebut, PDI yang berhaluan nasionalis dan PPP yang berhaluan agama, sedangkan Golkar dari kelompok golongan. namun dalam perjalanannya karna pemerintah soeharto menerapkan sistem otoriter dalam pengendalian terhadap organisasi yang menggagu kekuasaan. PDI yang 230 memiliki kader kritis terhadap pemerintah dan latar belakang berbeda yang di jadikan satu mengakibatkan terjadinya konflik internal partai yang berujung pada pembelahan, khususnya dalam pemilihan struktural partai yang di periode antara 1981 s/d 1986 (Kongres III) PDI akhirnya terbelah ke dalam 2 kelompok besar dan dikendalikan oleh 2 DPP yang saling berseteru yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk masuk melalui Bakin. Dalam pertemuan antara tokoh-tokoh bertikai dengan Bakin tanggal 14 dan 16 Januari 1978 disepakati scenario penyelesaian – dikenal sebagai “Penyelesaian politis 16 Januari” namun Konflik kembali menggila ketika Hardjantho dan kawan-kawan yang didukung penuh oleh penguasa melakukan Munas di Pandaan, Jatim (27-28 Pebruari 1979) yang akhirnya terus membawa PDI ke arah konflik tanpa akhir. Setelah konflik yang panjang akhirnya pemerintah melalui Mendagri menjadikan Drs. Soerjadi sebagai ketua DPP PDI, namun watak perlawanan terhadap pemerintah membuat Drs.
Soerjadi juga tidak di sukai pemerintah, yang berakibat terjadinya KLB di Surabaya. Dalam KLB Surabaya Megawati Soekarnoputri sebagai trah Soekarno muncul sebagai tokoh yang juga tidak di sukai Pemerintah, kepemimpinan Megawati sebagai Ketua DPP PDI membuat pemerintah kembali melirik Drs. Soerjadi untuk mengahiri kepemimpinan Megawati yang berujung pada terjadinya KLB kembali, dalam KLB Drs. Soerjadi terpilih kembali dan diakui pemerintah, Kepemimpinan Megawati yang seharus menjadi sah dan menempati sekretariat yang bermarkas di jalan di ponogoro angkat kaki setelah terjadinya tragedi 27 juli atau sering disebut kudatuli yang memaksa PDI Megawati angkat kaki. Sehingga melahir PDI Kubu Drs. Soerjadi dan PDI Kubu Megawati Soekarnoputri. 231
b. Dampak dari tragedi 27 juli atau sering disebut kudatuli yang melahirkan PDI Kubu Drs. Soerjadi dan PDI Kubu Megawati Soekarnoputri. Mengakibatkan lahirnya konflik baru didalam internal partai, PDI Megawati yang yang tetap mendapat dukungan dari banyak kelompokterus melakukan perlawaanan terhadap pemerintah dan kubu PDI kubu . Soerjadi. Keruntuhan pemerintah Soeharto yang digantikan Bj Habibie sebagi Presiden, juga tidak merubah sikap terhadap kubu PDI Megawati Soekarnoputri terkait legalitas PDI, menjelang pemilu 1999 dengan cara mensiasati posisi politik rejim yang belum juga berubah, Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali. Kongres yang disebut dengan “Kongres Rakyat” ini Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi.
Didalam Kongres tersebut, Megawati juga diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta dan bermarkas di jalan Lenteng Agung. Kelahiran PDI Perjuangan juga membuat wajah dikalangan Nasionalis berubah dalam menatap pemilu dinamika perkembangan politik Indonesia dan menginginkan terhujudnya tatanan negara yang berdasarkan Pancasila serta 232 Membangun masyarakat Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis, adil dan makmur yang berideologi pancasila 1 Juni.
2. Dinamika pergulatan PDI Perjuangan dalam pemilu1999
pergulatan PDI Perjuangan di dalam pemilu 1999 yang berhasil mendapatkan suara terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak berarti langsung mengukuhkan PDI Perjuangan sebagai partai penguasa, berakhir dengan tidak mendapatkan kursi ketua MPR ,DPR dan juga kursi Presiden sebabkan oleh adanya permainan poros tengah yang di gagas oleh Amien Rais sebagai kekuatan politik selain PDI Perjuangan dan Golkar, dalam pemilihan ketua MPR RI,DPR RI PDI Perjuangan tidak mendapatkan apa-apa, selain targetan berdasarkan keputusan kongres bahwa targetan PDI Perjuangan adalah kursi Presiden RI sehingga dalam pemilihan ketua DPR RI suara PDI Perjuangan mendukung Golkar yang mengusung Akbar Tanjung. Namun ketika pemilihan Presiden kekuatan politik poros tengah berhasil menyingkirkan Ketua Umum PDI Perjuangan dan hanya menempatkan sebagai Wakil Presiden. Poros tengah berhasil mendorong KH.
Abdurahman Wahid menjadi Presiden. Kekalahan ini tidak lain di karenakan PDI Perjuangan sebagai partai baru tidak siap menjadi partai pemenang, kurangnya kematangan politik mengakibatkan sikap politik yang jalankan saat itu lebih pragmatis ketimbang alasan ideologis. Namun pertarungan politik di parlemen terus berlangsung, kendati mau tidak mau mendukung pemerintah. Ketidak siapan juga terlihat ketika Presiden Gus Dur mengalami pemakzulan melalui sidang MPR RI tanggal 23 juli 2001yang membuat Ketua umum PDI Perjuangan naik menjadi Presiden menggantikan Presiden sebelumnya. Kebijakan pemerintah Megawati selama menjadi Presiden Dan di parlemen lebih banyak tidak berlandaskan 233 Pancasila 1 juni di karenakan adanya ketakutan terhadap kekuatan politik Poros Tengah yang dipelopori oleh Amien Rais, ketakuatan ini dikarenakan tidak mau mengalami nasib yang sama dengan apa yang terjadi terhadap Gus Dur, sehingga terjadi pengambilan kebijakan politik cenderung mencari aman dengan mengakomodir semuakepentingan dan bukan Ideologi 1 Juni.Disisi lain secara internal terjadi konflik yang berujung banyak keluarnya para kader yang memiliki daya kritis seperti shopan shopian dikarenakan selalu mengeluarkan kritikan terhadap gerak partai begitu juga di parlemen kebijakan politik juga mendukung kebijakan pemerintah Megawati yang sekaligus ketua umum partai.
3. Sikap politik PDI Perjuangan pasca pemilu 2004 -2009 dan sikap oposisi. a. kekalahan PDI Perjuangan dalam pemilu 2004 karena ketidak siapan PDI
Perjuangan serta hilangnya kepercayaan rakyat terhadap partai. Partai yang memiliki jargon peduli terhadap Wong Cilik semasa menjadi pemegang kekuasaan terlena bahkan mengambil kebijakan merugikan negara. kekalahan ini juga membawa kesadaran politik bagi PDI Perjuangan bahwa partai harus berbenar, berpegang pada hasil kongres partai sikap politik PDI Perjuangan mulai mengedepankan Ideologi 1 juni, di parlemen Fraksi PDI Perjuangan melantangkan kritikan tajam terhadap pemerintah ketika menanikan BBM dan kenaikan tariff listrik, sikap oposisi terhadap pemerintahan merupakan bagaimana PDI Perjuangan menyiapkan diri sebagai partai Alternatif, jika pemerintahan dianggap gagal dalam memimpin. Disisi lain PDI Perjuangan pasca mengalami kekalahnan mulai membenahi diri dan memikirkan Ideologi partai, melalui jalan menuju kemenngan dan sedangkan sikap oposisi PDI Perjuangan merupakan sebuah refleksi dalam mewujudkan partai ideologis. Perbaikan di Internal partai dilakukan dengan 234 penguatan konsep Ideologi dan furmula yang baik demi menatap di pemilu berikutnya.
b. Sedangkan dalam pemilihan 2009 PDI Perjuangan juga mengalami kekalahan baik di dalam pemilihan Presiden maupun di DPR, sikap oposisi pasca kekalahan 2004 tidak juga membawa PDI Perjuangan mendapatkan kembali di hati masyarakat. Dinamika politik yang dimainkan oleh PDI Perjuangan pasca kekalahan Pemilu 2009 hampir sama terutama di parlemen maupun internal, disisi lain PDI Perjuangan mulai berjuang secara total bahkan dalam kongres juga mengahasilkan jalan menuju kemenangan, yang harus dikerjakan selama lima tahun kedepan selama menjadi partai oposisi. Dan membuka ruang munculnya kader-kader muda, dan kembali kebasis massa.
4. PDI Perjuangan dalam mewujudkan ideologi 1 juni sebagai pemenang pemilu 2014
a. Bahwa setelah mengalami kekalahan pemilu 2004 dan 2009 PDI Perjuangan memantapkan konsep kemenangan di pemilu 20014 kemenangan, hasil rapat kerja yang dilakukan menghasilkan rekomendasi guna menghadapi pemilu 2014. Hasil dari rapat kerja nasional ini menghasilkan 17 poin sebagi sikap politik. Disisi lain PDI Perjuangan juga memunculkan kader muda yang memiliki popularitas, sikap ini merupaka strategi kemenangan yang dirintis PDI Perjuangan, melalui rekomendasi Jokowi yang masih menjabat sebagai gubernur Jakarta di jadikan calon Presiden di dalam internal partai yang sebelumnya menggadang ketua Umum Megawati.
b. PDI Perjuangan yang mendorong Jokowi menjadi Presiden dengan Konsep Nawacita Jokowi setelah keberhasilan partai dalam pemilu legislatif dan Presiden 235 mendapat dukungan penuh partai baik secara internal maupun ketua umum partai dengan tidak lagi menjadikan partai sebagai partai oposisi, dan juga melalui hasil kongres PDI Perjuangan dalam mendukung Nawacita jokowi dengan tujuh sikap umum dan 33 sikap politik, kesemua itu suatu bentuk dukungan partai terhadap program Nawacita yang merupakan perasan Ideologi 1 Juni. Dalam kaitannya dengan imflikasi setelah PDI Perjuangan menjadi partai pemerintah di tingkatan akar rumput Konsep Nawacita mampu membangkitkan suara partai ditataran masyarakat dan mampu membuat masyarakat mengagap bahwa PDI Perjuangan tidak meninggalkan kaum Marhaen ( Wong cilik). Sedangkan pada tingkatan pusat adanya Jokowi dengan konsep Nawacitanya mampu menghasilkan bebrapa kader menduduki atau memenangkan kepala daerah, dan untuk implikasi Nawacita yang merupakan perasan 1 Juni pada kontek pemerintahan memiliki daya gedor dalam menghadapi lawan politik yang tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah tentu saja semua itu untuk mewujudkan 1 Juni sebagai ideologi partai dan mewujudkan cita-cita yaitu Indonesia berjaya dengan Pancasilanya.
c. Selama satu tahun kepemimpinan Jokowi dengan Nawacita telah memberikan dampak yang baik terutama di bidang keamanan di perairan, yang menaikan volume produksi prikanan, melakukan perbaikan di tata kelola pemerintahan yang bersih efekti, dengan melakukan revolusi mental aparatur, membangun daerah tertinggal, melakukan reformasi sitem dan penegakan hukumyang bebas korupsi, meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan melakukan pembangunan MBR dsisi lain juga melakukan peningkatan kualitas guru. Program untuk bidang ekonomi pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi dan meningkatkan daya saing produktivitas rakyat di pasar internasional. Semua ini untuk mewujudkan ideologi Partai 1 Juni yang menjadi azas partai.
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Ichlasul 1996. Teori –Teori Mutakhir Partai Politi. Yogyakarta :Tiara Wacana.
Budiadjo, Miriam 2003. Dasar –dasar Ilmu Politik.Jakarta: Gramedia.
Bukhard, Frederick 1979. The Works of William James: Some Pro blems of
Philosophy.London: Harvard University Press.
Bungin,Burhan 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodelogis arah Penguasaan model Aplikasi.Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset.
Copleston, Frederick 1966. A History Philosophy. London: Burns and Dates Ltd. Dr.Husaini Usman,M.Pd dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. Metodelogi Penelitian sosial, Jakrta:Bumi Aksara.
Gaffar ,Apan 2006. Politik Indonesia :Transisi Menuju Demokrasi .Yogyakarta: pustaka
Pelajar.
Horton, Rd W., and Herbert W. Edwards 1974. Background of American Literary Thought.
London: Prentice Hall International, Inc.
James, William 1968. Pragmatism. New York: The World Publishing Company.
Kucklick, Eruce 1979. The Rice of American Philosophy. New York: Yale University
Press.
Lopo . L.H. Yonatan. 2014, Sistem Kaderisasi Partai Politik: Sistim Kaderisasi di Dewan
Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Yogyakarta. Tidak di cetak.
Osman ,Oetojo dan Alfian 1992. Pancasila sebagai ideologi: Dalam Khidupan
Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta :Perum Percetakan Negara.
Parma .S.P 1992. Teori Politik Modern.Jakarta: Rajawali.
MPR Republik Indonesi 2012.Undang-Undang Dasar NKRI 1945. Jakarta :Seketariat
Jenderal MPR RI.
Soseno , Fran Magnis 1986. Kuasa dan Moral. Jakarta :Gramedia.
Sukarno 2005. Dibawah bendera Revolusi. Jakarta: Yayasan Bungkarno.
Sukarno 2013. Membangun Dunia Baru. Yogyakarta :Kreasi Wacana Offset.
Stroh, W. Guy 1968. American Philosophy. Princenton: Duven Nostrand Company, Inc.
Syam, firdaus 2007. Pemikiran Politik Barat: Sejarah Filsafat,Ideologi, dan Pengaruhnya
di Dunia ke-3.Jakarta:Bumi Aksara.
Stroh, W. Guy 1968. American Philosophy. Princenton: Duven Nostrand Company, Inc.
______________1967. The Encyclopedia of Philosophy Vol. 5 and 6 MacMillan
Publishing Co., Inc., and The Free Press.
239
Sutrisno, F.X. Mudji 1977. Pragmatisme. Jakarta: PT Gramedia.
I ketut Putra Erawan,Ph.D Mission Of Possible? Reformasi Kepartaian Di Indonesia,
Penegelola Program Study Ilmu politik Pasca sajana UGM Yogyakarta Indonesia.
Arlina rizky Yonningdiani, di skripsi ,dengan judul Pelaksanaan Rekrutmen Politik
Perempuan Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan pada pemilu legislatif 2014.2014
http://politik.news.viva.co.id/news/read/141958- guruh_cium_kecurangan_di_kongres_iii_pdip
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 11
Ipong S Azhar, “BENARKAH DPR MANDUL: Pemilu,Parpol,dan DPR Masa Orde
Baru” Bigraf Publising. Hal. 74 1997, buku yang menggambarkan suatau keadaan peralihan
pemerintahan dan penggambaran naiknya soeharto sebagi presiden, dan juga gambaran
lahirnya PDI yang merupakan Hasil fusi, dan pemantapan golkar Sebagai partai penguas, juga
bisa kita lihat didalam buku Pancasila versi Orde Baru dan asal muasal negara oreganis (
Integralistik ),karangan David Bourchier, yang diterjemahkan Agus Wahyuni, penerbit, PSP
UGM Yogyakarta. 2007
Thamrin Sonata, UU Politik Buah Reformasi Setengah Hati, Yayasan
PARIBA:Jakarta. Cetakan 1999, yang memberikan gamabaran bagaimana penusunan
Undang-undang Politik pasca turunnya soeharto, dalam persiapan pemilihan yang awalnya
tahun 2002 namun karna desakan rakyat pemilu dilaksanakan tahun 1999. Buku saku tentang surat ketatapan NO: 07/TAP/KONGRES III /PDIP /2010.sikap
politik PDI Perjuangan “ meneguhkan PDI Perjuangan sebagai Partai Ideologi”.
Sumber: TEMPO Interaktif, edisi 23/01 – 10/Agustus/1996
Sumber, majalah Intelijen, edisi 03/th VIII/2011
Sumber majalah tempo 19 April 2009
Buku saku tentang surat ketatapan NO: 07/TAP/KONGRES III /PDIP /2010
Editor: Dedy TA