
Rasindo group.com – Bahwa Hukum Islam dan Hukum Adat merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia selain hukum perundang-undangan. Konsep Hukum Islam berbeda dari konsep hukum perundang-undangan, karena ajaran Islam meyakini hukum-hukumnya sebagai aturan yang bersumber dari wahyu Illahi, dan dengan demikian, hukum perundangundangan yang merupakan konsep hukum karya manusia memiliki ciri khas yang berbeda dari Hukum Islam.
Ditinjau secara etimologis dan terminologis tentang Hukum Islam, secara etimologis, ’hukum’ berasal dari bahasa arab yaitu ‘al-hukm’ yang berarti berhalangan. Sedangkan secara terminologis, merupakan pandangan tentang masalah tertentu yang terkait dengan tindakan atau perbuatan manusia.
Hukum Islam dipandang sebagai bagian dari ajaran agama (Islam) yang norma-norma hukum (Islam) bersumber dari agama (Islam).Syamsu Anwar mengemukakan, umat Islam meyakini bahwa Hukum Islam berdasarkan kepada wahyu Illahi. Oleh karena itu, ia disebut syariah, yang berarti jalan yang digariskan Tuhan untuk manusia (Anwar, 2007).
Perihal Hukum Adat (Adatrecht) adalah sistem hukum yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan (customs) dalam masyarakat. R. Soepomo (1983), merumuskan, Hukum Adat adalah hukum non-statutior yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam. Hukum Adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, di mana ia memutuskan perkara.
Berdasarkan rumusan ini, Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis (non-statutior) yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil adalah Hukum Islam, dan diterapkan dalam peradilan adat (adatrechtspraak). Von Savigny (1799- 1861) terkenal dengan tesisnya Volkgeist, bahwa semua hukum pada mulanya dibentuk dengan cara seperti yang dikatakan orang, hukum adat, dengan bahasa biasa. Hukum itu mulanya dibentuk oleh adat kebiasaan dan kepercayaan umum, kemudian oleh yurisprudensi (Friedmann, 1990).
Pada awal sejarah bangsa dan Negara Indonesia, Hukum Adat mendapatkan perhatian besar karena terdapat sejumlah pakar terkemukanya, yang secara konsisten memperjuangkan kedudukan Hukum Adat dalam sistem hukum nasional, antara lain ialah Moh. Koesnoe yang menyoroti salah paham terhadap kedudukan Hukum Adat dalam sistem hukum nasional di kalangan banyak pihak (pro-kontrak), bahwa dari kalangan yang kontra Hukum Adat berpendirian bahwa Hukum Adat berpaling ke belakang, kepada apa yang sudah lampau (Koesnoe, 1976).
Soetandyo mengemukakan, percaturan politik dalam mewujudkan system hukum nasional dengan memperjuankan Hukum Adat, para penyongkong idenya sebenarnya terbilang pewaris ide tua, suatu ide yang sejak awal dikemukakan oleh nasionalis-nasionalis generasi pendahulu, bahkan juga sudah tertuang dalam naskah Sumpah Pemuda tahun 1928 (Widnjosoebroto, 1994).
Demikian pula politik hukum kolonial yang menempatkan kedudukan Hukum Islam sama dengan Hukum Adat, seperti teori Receptie oleh Christian Snouck Hurgronye, bahwa bagi rakyat pribumu pada dasarnya berlaku Hukum Adat; Hukum Islam berlaku jika norma Hukum Islam itu telah diterima oleh masyarakat sebagai Hukum Adat (Rahmat, 2006).
Editor: Dedy TA