
Rasindo group.com – Pengertian Hak dan Kewajiban Mengutip dari modul “PPKN Kelas XI” yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hak adalah segala sesuatu yang kita dapatkan setelah kita melaksanakan kewajiban. Sedangkan kewajiban adalah segala sesuatu yang harus kita lakukan dengan penuh tanggung jawab.
Dalam kehidupan sosial, keluarga menempati peranan terpenting, karena fungsi dalam institusi keluarga menjadi sebuah tolak ukur kebahagiaan dalam masyarakat. Keluarga merupakan unsur terpenting bagi kehidupan anak. Dalam KBBI, disebutkan beberapa pengertian keluarga yaitu:
- Keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak-anaknya,
- Orang seisi rumah yang menjadi tanggungan
- Sanak saudara,
- Satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam kekerabatan.
- Mendapatkan Perlindungan dari Kekerasan
- Mendapat Pelajaran Hidup dan Bimbingan Belajar
- Hak Bermain dan Mengembangkan Diri
- Berbakti kepada Orang Tua dan Menghormati Orang Lain
- Menjaga Kebersihan Rumah
- 3. Belajar
- Menjaga Nama Baik Keluarga
- Merawat Diri.
Menurut ajaran Islam, keluarga merupakan suatu struktur yang saling terikat satu sama lain. Dari ikatan tersebut, terdapat tanggung jawab, rasa saling memiliki dan berharap. Dalam ajaran Islam juga, sebuah keluarga bermula dari adanya ikatan antara laki-laki dan perempuan, yang ditandai dengan pernikahan yang sakral Selepas Ijab Qabul terucap istri wajib hukumnya mengikuti perintah suami.
Pernikahan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat. Dengan pernikahan inilah akan melahirkan hubungan antara manusia yang sangat luas dan kompleks. Tidak hanya itu, dari ikatan pernikahan menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang harus berjalan secara seimbang.
Dengan kata lain seperti yang telah dipaparkan diatas, bahwa keluarga terdiri dari bapak, ibu, dan anak-anak, yang masing-masing punya hak dan kewajiban yang harus dijalankan dan dipenuhi. Hal ini membuktikan bahwa dengan ibu dan bapak lengkap belum tentu bisa mengurus serta memberikan pendidikan terhadap anak dengan maksimal hingga nenempuh jenjang tingkat pendidikan tertinggi. Apa lagi ibu dan bapak berpisah-pisah (berpecah-pecah, bubar) itu telah di pastikan bahwa anak-anak akan menjadi korban Keterlantaran untuk itu seorang ibu harus bisa mempertahankan sakral yang telah terucap oleh suaminya pada saat Ijab Qabul dengan salah satu cara jangan pernah mendengarkan bisikan-bisikan apa lagi menjalankan sesuatu yang ada keterkaitannya dengan bisikan tersebut, cukup dengan mengikuti, menuruti, menjalankan apa yang di sampaikan oleh Suami sebagai iman dalam rumah tangga tersebut hal ini juga sudah cukup membuktikan bahwa seorang istri memberikan mendukung terhadap suaminya.
Anak merupakan harapan masa depan, bukan hanya sekedar penerus keturunan, tetapi juga sebagai penerus cita-cita dan perjuangan. Dalam pandangan Islam, anak merupakan sebuah karunia yang tidak ternilai harganya dan berstatus suci.
“orang tua” dalam Islam, mempunyai makna banyak. Ketika berada di rumah, orang tua diartikan sebagai orang yang telah melahirkan, mengurus, dan membesarkan kita. Ketika berada di sekolah, istilah orang tua sama dengan guru dalam memberikan pendidikan agama, Ilmu Pendidikan Praktis, Ilmu Pendidikan Sistematis, Ilmu pendidikan sistematis dan lain sebagainya. Guru inilah yang telah membimbing dan mengarahkan, serta menasehati para muridnya agar menjadi anak yang pandai dan memiliki perilaku yang baik. Begitu juga ketika berada dilingkungan kerja, yang dianggap sebagai orang tua adalah orang yang dituakan yang baik serta memiliki akhlak dan mempunyai kompetensi dalam pekerjaan tersebut, karena mereka yang telah membimbing dan mengarahkan bagaiman cara bekerja dengan baik.
hak anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 Pasal 1 ayat (12) menyebutkan bahwa hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Hak dan kewajiban anak sudah diatur di dalam Undang-Undang yang tercantum dalam Bab II Pasal 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, terdapat empat hak-hak anak, yaitu Pertama, hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang yang baik dari dalam keluarga, maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Kedua, hak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna. Ketiga, hak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik ketika masih dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Keempat, hak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang bisa membahayakan atau juga bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan.
Menurut PBB tercantum di dalam Undang-Undang, akan tetapi hak anak juga tercantum di dalam badan otonom PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dunia pada tahun 1989 yang menangani masalah anak yaitu UNICEF (United Nations Children’s Fund), telah merumuskan beberapa konsep tentang hak anak dengan wajar.
Setelah semua hak anak dipenuhi oleh orang tua, sekarang giliran hak orang tua yang harus dipenuhi oleh anak, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang yaitu setiap anak wajib hormat dan patuh terhadap orang tuanya, dan ketika sang anak sudah dewasa maka ia wajib untuk memelihara orang tua dan keluarganya menurut garis lurus ke atas yang sedang dalam keadaan tidak mampu.
Lebih spesifik, Kewajiban anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 pasal 19 tentang perlindungan anak, yaitu setiap anak wajib: menghormati orang tua, wali dan guru, mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman, mencintai tanah air, bangsa, dan negara, menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, melaksanakan Etika, Pesenggiri, Moral, adab serta Akhlak mulia.
Selain dalam Undang-Undang, pendapat lain yang berbicara tentang kewajiban anak terhadap orang tuanya yaitu bahwa anak wajib melayani dan berkhidmah kepada orang tua, memelihara dan membiayai kehormatan orang tua dengan tanpa pamrih, membiayai orang tua naik haji, mendoakan orang tua baik ketika masih hidup, maupun sudah meninggal dunia.
Tentunya tidak hanya itu, masih banyak kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh anak terhadap orang tuanya. Akan tetapi, pada intinya kewajiban anak terhadap orang tua adalah berbuat baik kepada keduanya. Secara umum, perbuatan baik dalam bahasa Arab disebut dengan Ihsan (bahasa Arab: إحسان; “kesempurnaan” atau “terbaik”) . Akan tetapi, ketika ditujukan khusus kepada orang tua kata yang lebih tepat dan sering digunakan adalah kata birr yaitu birrul walidain. Dalam kamus al-Munawwir arti dari kata al-Birr adalah taat atau berbakti.
Term Anak dalam al-Qur‟an menjelaskannya dalam beberapa term, diantara adalah al-Walad, al-Ibnu, al-Tiflu, al-Bintu, dhurriyyah, hafad}ah, al-S}abiyy. Kata al-Walad dengan berbagai derivasinya, di dalam al-Qur‟an disebut sebanyak seratus enam puluh lima kali. Kata al-Walad berasal dari kata walada- yuladu- wiladatan yang berarti melahirkan dan mengeluarkan. Sehingga anak yang dilahirkan disebut al-Walad atau alMaulud. Di dalam al-Qur‟an kata walad terulang sebanyak dua kali yaitu terdapat dalam surah surah al-Saffat (37): 152 dan al-Balad (90): 3. Sedangkan bentuk jamak dari kata walad yaitu awlad, yang di dalam al-Qur‟an disebutkan sebanyak dua kali yaitu terdapat dalam surah alIsro‟ (17): 64, dan Surah al-Hadid (57): 20.
Al-Tiflu adalah al-Atfal, kata al-Atfal ini di dalam al-Qur‟an terulang sebanyak empat kali, yaitu terdapat dalam surah al-Nur: 31 dan 59, al-Hajj: 5, dan surah al-Mukmin: 67.34 Kata al-T}iflu mempunyai arti bayi, anak kecil.
Al-Bint artinya adalah anak perempuan. Bentuk jamak dari kata al-Bintu adalah banat. Kata tersebut dengan berbagai derivasinya disebut di dalam al-Qur‟an sebanyak 19 kali. Diantaranya yaitu terdapat dalam surah an-Nisa‟: 23, al-An‟am: 100, an-Nahl: 57, al-Ahzab: 50, ash-Shaffat: 149, 153, az-Zukhruf: 16, alThur: 39, Hud: 79.
Dapat dilihat bahwa term yang digunakan al-Qur‟an untuk menyebut kata anak ada tujuh term yaitu al-Walad, al-Ibnu, al-Tiflu, al-Bintu, dhurriyyah, hafadah, al-Sabiyy.
Di dalam al-Qur‟an banyak diceritakan kisah-kisah tentang anak, khususnya anak-anak shalih dari keturunan Nabi. Seperti kisah Nabi Ismail kecil yang terdapat dalam surah as-Soffat, kisah Nabi Yusuf kecil yang terdapat dalam surah Yusuf, kisah Luqman yang menasehati anaknya dalam surah Luqman.
Tidak hanya di dalam al-Qur‟an, di dalam hadits juga membahas tentang anak. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: Nabi bersabda: “anak-anak itu bagaikan kupu-kupu surga”.
Dari sini dapat dilihat, Islam memandang bahwa anak memiliki kedudukan atau fungsi yang sangat penting, baik untuk orang tuanya, masyarakat, maupun untuk bangsa. Hal ini dibuktikan dengan adanya kisah Nabi Zakaria yang terdapat dalam surah Maryam ayat 4-6, yang artinya:
Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh (semua) tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, Ya Tuhanku. Dan sungguh aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Ya’qub; dan jadikanlah dia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai.”
Dari ayat tersebut sangatlah jelas terlihat bahwa salah satu fungsi dan kedudukan anak bagi orang tuanya adalah sebagai pewaris, dalam hal ini tidak hanya sebagai pewaris harta, akan tetapi yang lebih penting adalah pewaris perjuangan. Tidak hanya sebagai penerus perjuangan, di dalam al-Qur‟an juga disebutkan tentang kedudukan anak, diantaranya:
- Anak Sebagai Perhiasan Hidup Di dalam al-Qur‟an disebutkan bahwa anak merupakan perhiasan hidup yang tercantum dalam QS. al-Kahfi ayat 46: yang Artinya Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. al-Kahfi: 46).
- Anak Sebagai Penyejuk Hati Terdapat dalam QS. al-Furqan: 74 yang Artinya Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kamidan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
- Anak Sebagai Cobaan Terdapat dalam surah al-Anfal ayat 28, yang Artinya Dan ketahuilah bahwa harta kalian dan anak-anak kalian itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.
- Anak sebagai Musuh Terdapat dalam al-Qur‟an surah at-taghabun ayat 14: yang Artinya Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu Maka berhatihatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Quraish Shihab, bahwa sebagian pasangan dan anak merupakan musuh. Dapat dipahami dalam arti yang sebenarnya yaitu menaruh kebencian dan ingin memisahkan diri dari ikatan perkawinan. Hal ini bisa terjadi kapanpun dan dimanapun, terlebih ketika permulaan Islam, dimana anggota satu keluarga berbeda agama dan saling berseteru karena keikut sertaan intervensi orang ke-3 saudara kandung, istri dari kakak ipar dan lain sebagainya. Dapat juga permusuhan ini dipahami dalam arti majazi, yaitu bagaikan musuh. Hal ini dikarenakan dampak dari tuntutan mereka menjerumuskan pasangannya dalam kesulitan, bahkan bahaya, seperti perlakuakn musuh terhadap musushnya.
Dikatakan juga bahwa anak menjadi musuh bagi orang tuanya, yaitu ketika sang anak sudah tidak lagi mematuhi orang tuanya dan tidak mentaati aturan agamanya. Seperti contoh, sang anak sudah terlibat dalam suatu kejahatan dan sulit untuk dihentikan, ketika orang tua menasehatinya tidak didengarkan, akan tetapi malah semakin menentang. Contoh lain yaitu seorang anak yang telah terjerumus kedalam kemaksiatan, seperti berzina, judi, minum minuman yang beralkohol, dan masih banyak yang lain. jika hal tersebut telah terjadi, berarti sang anak telah menjadi sumber malapetaka, bukan hanya dalam keluarga, akan tetapi juga dalam masyarakat. Dari penjelasan di atas yaitu tentang kedudukan anak, kesemuanya merupakan ujian bagi kedua orang tuanya. Baik kedudukan anak sebagai perhiasan, sebagai penyejuk hati, atau bahkan sebagai musuh dan cobaan. Melalui ujian tersebut, maka akan diketahui bagaimana orang tua dalam mendidik anak, apakah anak tersebut akan mengantarkannya ke surga, atau malah sebaliknya, yaitu mengantarkannya ke neraka. Semua itu tergantung dari bagaimana orang tua mendidik anak, jika sang anak menjadi anak yang salih yang berbakti kepada kedua orang tua dan agamanya, berarti orang tua berhasil dalam mendidik anak. Tetapi sebaliknya, jika kecintaanya terhadap anak lebih besar sehingga dapat memalalikan dirinya untuk mengingat Allah, maka berarti dia telah gagal dalam ujian tersebut. Kegagalan inilah yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah.
Daftar Pustaka”
- Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 536
- M. Saeful Amri dan Tali Tulab, “Tauhid: Prinsip Keluarga dalam Islam (Problem Keluarga di Barat)”, Ulul Albab, Vol. 1 No. 2, April 2018, hlm. 95-134.
- HM. Budiyanto, “Hak-Hak Anak dalam Perspektif Islam”, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
- Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 292.
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
- Abdul Mustaqim, “Berbagai Penyebutan Anak dalam Al-Qur‟an: Implikasi Maknanya Dalam Konteks Qur’anic Parenting”, dalam Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. I, 2015, hlm. 271.
- Muhammad Zaki, “Perlindungan Anak Dalam Perspektif Islam”, hlm. 4.
Editor: Dedy TA