
Foto Iskandar Zulkarnain Wartawan Lampung Post
Rasindo group.com – Antre Setor Nyawa oleh Iskandar Zulkarnain Wartawan Lampung Post
Ingatlah, Majunya Industri Penerbangan akan menunjukkan peradaban Negara kian bermartabat
Ada yang menarik sekaligus sport jantung ketika ingin menghadiri Festival Keraton Masyarakat Adat (FKMA) se-asean V 2018 di Sumenep Madura, 27 Oktober 2018 “Ded tiket ke Surabaya sudah dipesan.” Kataku dalam percakapan via telpon tiga hari sebelum terbang ke Kota Pahlawa. Dedy Tisna Amijaya adalah Ketua Humas Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong kala itu, Saat ini Ketua Humas di Gantikan oleh Agi Utama.
Foto Penanggung Jawab Lampost.co Iskandar Zulkarnain & Dedy Tisna Amijaya di Bandara Soekarno-Hatta
“Sudah RKPU kita naik Lion Air (PP) harganya lebih murah dari pesawat lain” jawab dedy singkat
Lalu dia kaget ketika kujawab, “Astagfirullah bisa ndak, Ded, diganti dengan tiket pesawat lainnya karena penerbangan kita aga jauh dan lama di udara”
Dengan lugas dijawab Dedy, “ Bisa RKPU. Tapi besok pagi ya, karena agen travelnya sudah tutup”
Keesokan harinya dedy memberitahu bahwa tiket bisa diganti dengan penerbangan Batik, Garuda, atau Sriwijaya, tetapi harus menambah uang lagi berkisar 3 jutaan “gimana apa kita pindah pesawat?” kata Dedy beragumentasi.
Kujawab. “Ndak usah, Ded duitnya tidak cukup Bismillah saja, semoga perjalanan kita lancer ya.”
Sabtu (27/10), pagi yang cerah itu kami pun terbang ke Surabaya menggunakan Lion Air – transit dulu di Cengkareng Dalam penerbangan apa pun, aku memilih kursi di pintu darurat tengah atau depan Mengapa? Karena disitu tidak terasa jika pesawat terjadi guncangan saat tahe off atau landing atau pesawat melalui cuaca tidak bersahabat.
Baik di Bandara Raden Intan II Cengkareng, maupun di Bandara Juanda Surabaya, Lion Air mulus terbang, pagi itu Ketika mau pulang ke Lampung pada Senin sore (29/10) paginya dikabarkan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, hilang kontak. Di dalamnya ada 189 orang termasuk awak pesawat dan anak kecil.
Kabar itu ku terima pagi, sekitar pukul 07.30 Wib melalui media daring Sambil sarapan di Hotel New Ramayana, Pamekasan, Madura, informasi jatuh pesawat benar adanya. Baru lepas landas 13 menit Lion hilang “Ded, pagi ini pesawat Lion jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat sore nanti, kita pulang naik pesawat Lion” Kataku
Anak muda itu terdiam seribu bahasa. Terasa menyesal mengapa harus pakai Lion Karena murahkah atau terbangnya singkat tidak transit di Jakarta? Namun, Dedy tidak menunjukkan kegalauan Dari Pemekasan hingga Bandara Juanda, aku membuka aplikasi daring penerbangan selain Lion, pesawat yang terbang sore itu menuju Lampung harus transit di Jakarta
Aku menawari Dedy bagaimana pulang ke Lampung naik bus atau kereta api Dia setuju tetapi sampai di Lampung tidak hari Selasa mungkin Rabu Sementara keesokan harinya. Selasa aku harus menghadiri gladi wisuda di Universitas Islan Negeri (UIN) Raden Intan. Akhirnya keputusan tetap naik pesawat Lion sore itu walaupun dalam suasana kegalauan.
Menjelang Magrib, kami minum kopi di ruang tunggu bandara untuk menghilangkan kepenatan Dalam obrolan yang sangat serius, aku bilang ke Dedy bahwa masa kritis pesawat itu ketika take off dan landing Semua kekuatan dikerahkan untuk menggerakan badan pesawat. “Ded aku dapat ilmu itu dari pak BJ Habibie saat wawancara di Metro TV, bahwa pesawat ketikan sudah terbang di udara jarang terjadi kecelakaan,” kataku
Ketika pesawat mau take off dan landing, penumpang diminta membuka jendela, menutup meja, menegakkan kursi, lalu memakai sabuk pengaman. “Udahlah. Ded. Pasrah saja, ,” kataku lagi
Pasrahkan semua kepada allah SWT. Penumpang Lion di Juanda petang itu hening mengikuti perkembangan pesawat jatuh dari televisi juga telepon pintarnya.
“Alangkah baiknya kita salat dulu ya, semoga selamat sampai di Lampung,” kataku
Usai sahalat, corong pengeras tujuan Lampung agar masuk pintu keberangkatan, kulihat, mereka antre menunggu sobekan kertas tiket dari petugas Dedy, kataku, membayangkan penumpang ini – Antre Setor Nyawa ketika sebuah maskapai mengabaikan keselamatan penumpang Sungguh murah sekali harga nyawa manusia.
Putra terbaik gugur dihempaskan Lion. Senin pagi itu. Puluhan pejabat dari Kementrian Keuangan, anggota DPRD Bangka Belitung, juga jaksa, tewas. Maskapai Lion bukan kali ini saja mengalami musibah. Sudah belasan kali terhitung sejak 2002 hingga 2018 Lion berdiri sejak 1999. Kecelakaan terburuk mulai dari tergelincir di landasan hingga nyebur ke laut.
Lalaikah? Malam sebelum jatuh, pesawat JT 610 mengalami gangguan saat mau terbang tujuan Jakarta dari Denpasar. Menurut penumpang saat itu.
Lion tidak seperti biasanya. Mesinnya nyala Lalu mati. Suasana pesawat pun terasa pengap dan panas. Kalau sudah seperti itu. Lion adalah maskapai yang paling sering meminta maaf dengan alasan operasional.
Sangat wajar jika anak-anak bangsa di negeri ini mendesak pemerintah mengaudit lagi pengoperasian pesawat di bawah PT Lion Air Mentari Airlines Mengapa? Karena menjadi wajah buruk penerbangan di Indonesia, Australia,contohnya Negara tetangga itu mengeluarkan perintah resmi kepada warganya yang ada di Indonesia tidak terbang dengan Lion Air.
Larangan itu dilansir media Inggris The Guardian, usai pesawat Lion Air JT 610 jatuh, Senin pagi itu. Intruksi di sampaikan melalui Smartraveller sebuah layanan Departemen luar Negeri dan perdagangan Australia (DFAT).
“Keputusan ini akan dikaji lagi begitu temuan atas penyelidikan kecelakaan lebih jelas.” Demikian bunyi instruksi dalam situs resmi DFAT.
Menjawab itu. Untuk kesempatan pertama Menhub Budi Karya mencopot direktur Teknik Lion Air. Tidak itu saja, pejabat di kementerian tersebut meminta anggota direksi dan personel Lion Air dibebastugaskan, ketika Komisi Nasional keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan audit dan investigasi jatuhnya pesawat nahas itu. Ingatlah, majunya industry penerbangan akan menunjukkan peradaban Negara kian bermartabat. Namun janganlah menyuruh rakyat membeli tiket harga murah tanpa audit, hanya untuk mengantarkan nyawanya usai lepas landas. Segera benahi sebelum banyaknya korban bertumbangan akibat buruknya pelayanan. (DTA)