
Rasindo group.com – Mengajukan alat bukti palsu/merekayasa alat bukti untuk kelengkapan tuntutan di pengadilan di Kategorikan Pidana. Pidana merupakan pinjam terjemah dari bahasa Belanda straf, sering disebut dengan istilah hukuman.
Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Dapat dikatakan istilah pidana dalam arti sempit adalah berkaitan dengan hukum pidana. Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit).
Pidana dapat berbentuk punishment atau treatment. Pidana merupakan pembalasan (pengimbalan) terhadap kesalahan si pembuat. Sedangkan tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat dan untuk pembinaan si pembuat.
Salah satu alat bukti yang sah dalam pengadilan pidana adalah keterangan saksi. Jika dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Jika keterangan saksi yang tidak benar itu sedemikian rupa direkayasa dan tidak ada alat bukti lain yang membuktikan kesalahan terdakwa, akibat hukumnya adalah Terdakwa harus dibebaskan.
Hal ini karena hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah seperti rekaman pembicaraan melalui telpon yang asli bukan hasil rekayasa memproduksi mengedit suara rekaman seolah-olah itu asli yang sebenarnya serta Screnhoot dan lain sebagainya ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Alat bukti menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Alat bukti yang sah dalam pengadilan pidana terbagi menjadi:
- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
Dalam kesempatan ini kita akan membahas Salah satu contoh saja yaitu Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan dia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu, termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka Lidik hingga Sidik, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri” (setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana tersebut).
Merekayasa/Memalsukan Keterangan Saksi. Keterangan saksi yang direkayasa atau palsu, berdasarkan yurisprudensi, sebagian saja dari keterangan saksi dinyatakan palsu, cukup alasan menjeratnya dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Kuncinya, keyakinan dan ketegasan hakim. Demikian yang dijelaskan dalam tulisan Menjerat Saksi Berbohong di Persidangan. Pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP berbunyi:
(1). Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2). Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Dari sisi hukum positif Indonesia, berbohong pada umumnya belum dapat dikualifisir sebagai tindak pidana. Begitulah pendapat akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gandjar Laksmana. Menurut Gandjar, berbohong di pengadilan adalah tindak pidana.
Misalnya dalam perkara pencurian. Sebenarnya saksi tidak mendengar adanya suara, derap langkah, atau suara-suara lain yang membuat dia bisa mengenal terdakwa. Akan tetapi, dalam persidangan, saksi mengatakan hal yang sebaliknya.
Jika saksi memberikan keterangan tidak benar/palsu sedemikian rupa direkayasa dan tidak ada alat bukti lain yang membuktikan kesalahan terdakwa, akibat hukumnya adalah Terdakwa harus dibebaskan. Dengan catatan, jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
Hal ini karena yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana bagi terdakwa adalah seperti yang tercantum dalam Pasal 183 KUHAP:
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi serta bukan hasil rekayasa dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dasar hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Aturan hukum memberikan kesaksian palsu di persidangan cukup memberatkan, mulai dari tidak dianggap hormat hingga dihukum pidana paling lama tujuh tahun.
Menghadirkan saksi palsu tentu akan memberatkan salah satu pihak, sehingga proses persidangan tidak dapat berjalan semestinya.
Sebuah penyelesaian hukum tentu membutuhkan barang bukti dan juga saksi kunci untuk menyelesaikan permasalah dengan baik dan adil. Maka dari itu kesaksian seseorang yang terlibat dalam kasus tersebut sangat dibutuhkan.
Tidak hanya orang yang terlibat, saksi juga bisa berasal dari orang yang ikut menyaksikan atau berada pada tempat dan waktu yang sama dengan kejadian tersebut. Selain itu, saksi juga bisa berasal dari keluarga atau kerabat dekat.
Namun, saat ini masih ada beberapa orang yang mendatangkan saksi palsu untuk memenangkan kasus dengan cara curang. Akibat hukum menghadirkan saksi palsu sangat berat yaitu hukuman pidana hingga tujuh tahun masa tahanan.
Memberikan kesaksian palsu dalam persidangan merupakan hal yang dilarang dan menyalahi aturan hukum. Dalam persidangan kesaksian adalah salah satu elemen penting untuk menyelesaikan sebuah kasus atau mengambil keputusan hukum.
Tidak hanya saksi, barang bukti juga menjadi poin penting selama persidangan dan penyelidikan. Saksi merupakan seseorang yang memberikan keterangan mengenai kasus persidangan dengan sebenar-benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kesaksian ini dapat berasal dari pelaku, keluarga, kerabat, maupun orang yang berada di lokasi dan waktu kejadian tersebut. Sebelum diminta untuk memberikan keterangan, orang tersebut harus mau disumpah terlebih dahulu.
Dalam sumpah tersebut, seseorang tidak boleh memberikan keterangan palsu dan akan menjawab sesuai kenyataan tanpa adanya keterangan palsu. Lalu apa itu saksi palsu? Saksi palsu merupakan seseorang yang memberikan kesaksian palsu dengan disengaja.
Adanya kesaksian palsu ini dapat memberatkan salah satu pihak. Saksi palsu tidak hanya berasal dari pihak terdakwa saja, namun juga bisa berasal dari pihak pendakwa untuk lebih memberatkan hukuman terdakwa.
Memberikan kesaksian palsu dapat terjerat hukum pidana, aturan hukum memberikan kesaksian palsu di persidangan adalah hukuman hingga Sembilan tahun penjara. Seorang hakim dalam persidang tentunya akan mengetahui mana kesaksian asli dan palsu.
Maka dari itu di awal jika diketahui orang tersebut memberikan kesaksian palsu maka akan diperingatkan, namun jika masih tetap memberikan kesaksian palsu maka orang tersebut tidak akan dihormati sebagai saksi dan haknya dicabut. Sedangkan jika orang tersebut dengan sengaja memberikan kesaksian palsu, maka akan dikenakan hukuman tujuh tahun penjara. Serta jika kesaksian tersebut merugikan terdakwa maka akan dikenakan pidana penjara paling lama sembilan tahun masa tahanan.
Editor: Dedy TA