
Rasindo group.com – Oleh: Runalan Soedarmo 1 Ginanjar 2
ABSTRAK
Hasil penelitian ini membahas tentang gambaran umum pemberontakan PKI tahun 1948 pada saat PKI di pimpin oleh Musso, membahas aksi penumpasan pemberontakan PKI 1948 oleh pemerintah, selain itu juga membahas tentang usaha-usaha yang dilakukan PKI untuk menguatkan kembali PKI yang melemah setelah terjadinya pemberontakan di Madiun dengan melakukan Konsolidasi Partai, Kondisi setelah Konsolidasi Partai, dan menyusun program Partai Komunis. Selanjutnya membahas mengenai eksistensi Partai Komunis pada tahun 1950-1965, dimna PKI mulai memperkuat basis keanggotaan dengan mendekati kaum buruh dan mulai melaksanakan kerjasama dengan kaum non Komunis, Usaha PKI ini membawa hasil yang sangat besar dibuktikan padasaat pemilihan umum 1955 PKI mendapat peringkat ke empat terbesar. Danjuga PKI setelah pemilihan umum 1955 mulai mengembangkan kekuatannya dengan cara melakukan pengembangan ideologi Partai, meluaskan pengaruh Partai, pengembangan anggota partai. Disamping itu juga PKI dibahas mengenai peranan PKI dalam persiapan gerakan 30 September. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan diharapkan bangsa Indonesia dapat bercermin dari kejadian masalalu dan dijadikan suatu pembelajaran.
Kata Kunci: Partai Politik dan Komunis
ABSTRACT
Results of this study discusses general overview PKI rebellion in 1948 at the time of the PKI led by Musso, discuss a crackdown on the PKI rebellion in 1948 by the government, but it also discusses the efforts undertaken to reinforce PKI PKI weakened after the uprising in Madiun by doing Consolidation Party, condition after the Consolidation of the Party, and preparing the program of the Communist Party. Further discussing the existence of the Communist Party in 1950-1965, dimna PKI began to strengthen the membership base by approaching the workers and began to implement the cooperation with the non-Communist, Enterprise PKI brings tremendous results proved padasaat 1955 elections PKI was ranked fourth largest, Danjuga PKI after the 1955 general election began to develop its power in a way to the development of the ideology of the Party, extend the influence of the Party, the development of party members. Besides, it also discussed the role of PKI PKI in preparation of 30th September movement. This research is expected to be useful for the people of Indonesia as the reflection of events and learning problems.
Keywords: Political Party and the Communist
PENDAHULUAN
Perkembangan Politik PKI (Partai Komunis Indonesia) tahun 1948-1965 merupakan salah satu permasalahan sejarah bersekala Nasional yang cukup menarik dan penting untuk diteliti. Alasan mendasar masalah tersebut dipilih menjadi objek penelitian, karena penulis berminat untuk menelitinya. Alasan secara lebih jauh adalah sebagai berikut.
Pertama, masalah itu memang sudah ada yang meneliti, namun sejauh pengetahuan penulis masalah tersebut belum ada yang meneliti secara khusus dalam segi politik. Kedua, penelitian masalah itu penting artinya untuk melengkapi hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai gerakan PKI, yang berarti menambah dokumentasi tertulis mengenai sejarah PKI. Ketiga, segi menarik lainnya adalah untuk mengetahui upaya PKI sehingga menjadi partai keempat terbesar dalam pemilu 1955, padahal setelah melakukan pemberontakan di Madiun 1948, partai itu menjadi sangat lemah. Keempat, masalah tersebut memungkinkan untuk diteliti karena sumber-sumbernya tersedia dan dapat diperoleh, walaupun hanya sebagian. Kelima, hasil penelitian masalah tersebut penting artinya untuk menambah dokumentasi tertulis mengenai sejarah Partai Komunis Indonesia sampai dengan tahun 1965.
Tahun 1948 dijadikan titik tolak penelitian, mengacu pada momentum Pemberontakan PKI di Madiun. Tahun 1965 menjadi batas akhir penelitian. Mmngacu pada awal gejala-gejala PKI mempersipan diri untuk kembali melkukan pemberontakan, yaitu Gerakan 30 September 1965. Berdasarkan hal tersebut, maka hasil penelitian ini dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul Perkembangan Politik Partai Komunis Indonesia Tahun 1948-1965.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan masalah yang diteliti dan dikaji yaitu peristiwa di masa lampau, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written). Metode sejarah mencakup empat tahap kegiatan. Pertama, heuristik yaitu kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber tertulis yang diperlukan, baik sumber primer maupun sumber sekunder. Pencarian sumber dilakukan di beberapa perpustakaan, yaitu Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Ciamis, Perpustakaan Universitas Galuh, Perpustakaan Nasional dan Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
Tahap kedua, kritik sumber. Terhadap sumber-sumber yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan kritik dari segi internal dan eksternal untuk mengetahui keabsahan sumber dan isinya. Selanjutnya sumber-sumber diolah untuk mendapatkan data yang diperlukan. Data itu kemudian diklasifikasikan berdasarkan kerangka tulisan.
Tahap ketiga, interpretasi, yaitu mengkaji hubungkait antara satu data dengan data lain, sehingga diperoleh fakta sejarah yang akurat dan tentunya relevan dengan masalah yang dibahas.
Tahap keempat, historiografi, yaitu merangkai fakta yang diperoleh secara sistematis dan kronologis, sehingga menghasilkan rekontruksi peristiwa dengan uraian yang bersifat deskriptifanalisis.
______________
Jurnal Artefak Vol. 2 No. 1 – Maret 2014 [ISSN: 2355-5726] Hlm: 129 – 138
1 Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh Ciamis
2 Mahasiswa Pendidikan Sejarah
______________
PEMBAHASAN
Eksistensi PKI 1950-1965
- Orientasi Partai
Partai komunis indonesia dibawah pinpinan D.N Aidit mulai menentukan sikap dimana PKI menempuh garis kanan sebagaimana yang digariskan oleh Moskow, yaitu jalan Legal parlementer dengan dilengkapi taktik merangkul golongan-golongan non Komunis. Berdasarkan Markisme-Leninisme yang Konpensional. Menurut Aidit orientasi politik lebih menjadi faktor penentu kelas sosial dibandingkan dengan kelas sosial itu sendiri yang menentukan orientasi Partai Politik. Jadi, dia menyatakan bahwa kaum Komunis dapat bekerjasama dengan kaum borjuasi kecil-kecilan dan kaum borjuasi nasional melawan kelas borjuis komparador dan kelas feodal. (Ricklefs, 2007: 362)
Berdasarkan orientasi tersebut PKI melakukan pendekatan-pendekatan terhadap kaum buruh dan tani D.N Aidit juga mulai melaksanakan kerjasama dengan golongan non Komunis yang anti penjajahan. Akantetapi, partai politik utama yang didukung oleh kaum borjuis pribumi adalah Masyumi yang para pemimpinnya bersikap anti Komunis. Oleh karena itu, maka Masyumi bersama-sama PSI dicap sebagai kaum borjuis Komparador. PNI yang lebih besipat birokratis dan dapat menerima PKI oleh karenanya PNI diidentifikasikan oleh Aidit sebagai sebagai Kaum borjuis nasional. (Ricklefs, 2007: 362). Disamping mendekati PNI, PKI juga mulai mendekati Nahdatul Ulama.
Aidit yang menyadari akan maju mundurnya partai dan maju mundurnya repolusi tergantung pada hubungan partai dengan borjuasi nasional. Oleh karena itu strategi Aidit bersifat defensif, karena PKI secara luas tidak dipercaya oleh banyak pihak dikalangan elit politik dan militer. Tujuan utamanya ialah melindungi partai ini dari pihak-pihak yang mengharapkan kehancurannya.
Munculnya PKI dengan “wajah baru” yaitu Fron persatuan nasional merupakan program yang dibangun untuk menguatkan ciri dan kedudukannya dalam membangun partai.
Kerjasama dengan golongan non komunis semakin ditingkatkan. Ketika Kabinet Sukiman jatuh pada tanggal 23 Februari 1952, CC PKI mengeluarkan pernyataan politik yang pada hakikatnya menawarkan kepada PNI untuk membangun Kabinet tanpa Masyumi, dibawah pimpinan Mr. Willopo (PNI). Pernyataan dukungan PKI itu berisi pemberitahuan kepada partai-partai pendukung kabinet bahwa PKI bersedia mendukung mereka dengan satu imbalan yang ringan, yaitu agar partai-partai politik mengahapuskan kecurigaan dan sikap anti terhadap komunis. (Sekertariat Negara, 1994: 26).
- Keterlibatan PKI dalam Pemilihan Umum 1955
Menjelang pemilihan umum 1955 Partai Komunis Indonesia dan para Politisi partaipartai lain mengerahkan tenaga mereka terhadap pemilihan umum yang akan datang. Perkembangan PKI selama kabinet Ali, ketika partai ini bebas dari penindasan, adalah sangat menakjubkan. Antara bulan Maret dan November 1945 dinyatakan bahwa jumlah anggota partai ini meningkat tiga kali lipat 165.2006 menjadi 500.00, dan pada akhir tahun 1955 mencapai satu juta. PKI kini mulai melakukan usaha yang serius untuk menerima para petani sebagai anggota. Barisan tani Indonesia (BTI), suatu organisasi PKI, menyatakan mempunyai 360.000 anggota pada bulan september 1935 tetapi jumlah tersebut mencapai lebih dari sembilan kali lipat (3,3 juta) pada akhir tahun 1955; hampir 90 persen anggotanya berada di Jawa dengan demikian Partai Komunis Indonesia sudah mempunyai basis masa yang besar. (Ricklefs, 2007: 374)
- Pelaksanaan pemilihan Umum tahun 1955
Pendaftaran pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan baru selesai pada November. Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000. Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini.
Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
- Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
- Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante.Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955. (http://www.idsejarah.net/2014/11/pemili han-umum-1955.html)



Upaya PKI Mengembangkan Kekuatannya (1955-1965)
- Pengembangan Ideologi Partai
Kemenangan yang dicapai PKI dalam pemilu 1955 sungguh merupakan kemenangan yang luar biasa dengan kemenangan itu, PKI berusaha kembali untuk mewujudkan tujuan politiknya yang telah gagal mereka capai pada tahun 1948. Untuk mencapai tujuan tersebut, PKI melakukan langkahnya dengan cara menanamkan pengaruhnya diberbagai bidang berbangsa dan bernegara, baik di bidang ideologi, Politik dan Militer. (Sucipto, 2013: 97-98)
Dalam bidang ideologi PKI telah melancarkan upaya perubahan yang mendasar terhadap Pancasila. PKI berusaha mengganti sila pertama dari Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan rumusan “kemerdekaan beragama”, seperti yang diungkapkan oleh Njoto dalam sidang – siding Konstituante padatahun 1958. Menurut PKI tidak semua masyarakat Indonesia beragama mono theis banyak diantaranya yang beragama politheis, bahkanada yang tida beragama sama sekali. Jelaslah, bahwa sejak semula PKI sudah berusaha untuk mengganti Pancasila denganpaham lain (Sekretariat Negara, 1994: 28).
Adapun yang menjadi bahan pertentangan antara Presiden dan Tentara adalah mengenai PKI. Ini disebabkan perbedaan orientasi ideologis; mencerminkan kedudukan ideology kelompok masing–masing yang berusaha memperoleh perwakilan politiknya melalui Presiden (Kasenda, 2014: 113). Hal tersebut menunjukkan bahwa PKI ingin mempertahankan Partai dan ideology Partai melalui perlindungan Presdien Sukarno.
- Meluaskan Pengaruh Partai
Dalam rangka meluaskan pengaruhnya, PKI mempergiat lagi tuntun yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya, yaitu supaya bisa duduk dalam kabinet dan supaya orang-orang nya bisa memegang jabatan-jabatan kepala daerah. Tututan PKI ini kemudian di kabulkan oleh Presiden Sukarno dengan memasukan Njoto, wakil ketua II CC-PKI, kedalam Kabinet Dwikora. selain itu PKI juga menempatkan orangorangnya sebagai kepala daerah di beberapa wilayah diantaranya: Bupati Cilacap, Bupati Boyolali, Bupati Karang anyar, Bupati terenggelek, Bupati banyu wangi, Bupati tapanuli (Soerojo, 1988: 181).
Selain berusaha secara legal dengan memasukan program perjuangan kedalam kebijakan politik pemerintah, PKI juga melakukan penyusupan kedalam struktur politik, seperti partai politik Abri, dan Komunikasi Masa. Penyusupan ke dalam partai Politik dilakukan ke dalam PNI (Partai Nasional Indonesia) dan Partrindo (Partai Indonesia). Keberhasilan PKI menyusup ke dalam PNI antara lain dibuktikan dengan diubahnya pengertian Marhaenisme oleh PNI menjadi “Marxisme yang dicocokan dengan keadaan Indonesia” (Bintang Timur, 6 Juli 1964). Dengan begitu maka Marhaenisme parallel dengan dengan Komunisme. Selain itu, Ir. Surachman berhasil menjadi sekertaris Jendral PNI. Keberhasilan PKI menyusupi Partindo bisa dilihat dari Dewan pimpinan pengurus pusat Partrindo yang 75%-nya adalah orang-orang Komunis berbaju Partrindo dan sekertaris Jendralnya, Adi suarto, adalah orang Komunis (Kopkamtib, 1978: 75). Menurut Djamaluddin Tamim, salah seorang pimpinan Partai Murba dan juga salah seorang pendiri PARI (Partai Rakyat Indonesia) yang merupakan cikal bakal Partai Murba, menyatakan bahwa Partai Murba pun sudah disusupi PKI, yaitu dengan masuknya beberapa orang PKI seperti Wasidin Soewarto yang kemudian menjadi ketua umum partai Murba tahun 1964, dan Bambang Singgih yang kemudian menjadi sekertaris Jendral Partai Murba tahun 1964 (Tamim, 1964: 1-4).
Sementara itu, PKI menitikberatkan pengaruh tersebut di bidang politik dan Militer. Namun dalam hal ini PKI menuding sistem pemerintahan RI sampai tahun 1954 merupakan pemerintahan anti Komunis. Demokrasi yang berlaku di Indonesia merupakan demokrasi Barat yang dikuasi borjuasi nasional dan oleh karenanya harus diganti dengan sentralisme demokrasi (demokrasi memusat) ala Komunis. PKI juga menganggap ABRI masih menjadi alat untuk “menindas PKI”. Untuk mewujudkan sistem Komunis di Indonesia, PKI menetapkan strategi politik. (Sutoyo,2009:29) dimana strategi politik itu PKI disesuaikan pada kongres V yang diselenggarakan dalam tahun 1954, setrategi polituk itu mereka sebut dengan metode kombinasi tiga bentuk perjuangan (MKTBP). (Sekertariat Negara, 1994: 29) Ketiga metode perjuangan itu adalah:
- perjuangan gerilya di desa yang para pelakunya kaum buruh tani dan tani miskin,
- perjuangan revolusioner oleh kaum buruh di kota-kota, terutama kaum buruh dibidang transportasi
- bekerja secara intensif di kalangan musuh, terutama kalangan Angkatan Bersenjata.
Sesuai dengan konsep itu PKI menitik beratkan untuk menanamkan paham komunisme dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sebagai kekuatan sosial yang menentang PKI. Tugas dari Departemen Organisasi adalah menjalin atau “menggarap” anggota dari kalangan militer, pada tahuntahun pertama Republik banyak pemuda pejuang yang bersimpati pada gerakan kiri diterima menjadi tentara reguler dari karena hal inilah Aidit merasa perlu membentuk Departemen Organisasi PKI sebagai badan khusus ini agar dapat terus menjaga jaringan partai di milter, pemimpin Pertama dari badan khusus ini adalah Karto alias Hadi Bengkring seorang senior dari PKI. Departemen Organisasi ini tidak begitu optimal karena diduga kuat kinerjanya mendapat kendala dari elit-elit politik PKI itu sendiri, Karena D.N. Aidit tidak merasa puas dengan kinerja dari Departemen Organisasi maka Aidit ingin mewujudkan tujuannya dengan kalangan Militer secara terselubung demi menghindari hambatan yang terjadi seperti yang dialami Departemen Organisasi tersebut. hingga akhirnya D.N. Aidit membentuk Biro Chusus (BC) dan menunjuk kader-kader PKI yang terpilih untuk melakukan pendekatan atau pembinaan kepada anggota ABRI yang berdasarkan pengamatannya dapat dibina untuk masuk menjadi anggota PKI.
- Pengembangan Anggota Partai
Dalam pelaksanaan nya PKI melakukan pengembangan anggota Partai dibawah pimpinan D.N Aidit. Sejalan dengan itu, untuk pelaksanaan pengembangan anggota Aidit menjalankan setrategi ketiga dari MKTB tersebut ia membentuk Biro khusus, Biro khusus merupakan alat ketua partai, dibentuk pada tingkat pusat dan daerah. Pada tingkat pusat diketuai oleh Kamaruzaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam dan bertanggung jawab secara langsung kepada Aidit. Dalam menjalankan tugasnya, Sjam dibantu Pono alias Supono Marsudidjojo sebagai Wakil Kepala I dan Bono alias Walujo alias Muljono sebagai Wakil Kepala II. Dalam perkembanganya Biro Khusus Daerah dibentuk di Jakarta Raya (Endro Sulistyo), Jawa Barat (Harjana alias Lie Tung Tjong), Jawa Timur (Rustomo), D.I Yogyakarta (Wirjomartono), Jawa Tengah (Salim alias Darmo alias Tikno), Sumatera Barat (Baharudin Hanafi/Rivai) dan Sumatera Utara (Muhammad Nazir alias Amir alias Nazir), Bali (Wihaji), Nusa Tenggara Timur (TH. P Rissi) dan Kalimantan selatan (Amir Hanafiah) (Kopkamtib, 1978: 54-57).
Dalam pembentukannya Biro husus mempunya tugas-tugas sebagai berikut:
- Mengembangkan pengaruh dan idiologi PKI kedalam tubuh ABRI.
- Mendorong anggota ABRI yang sudah direkrut dapat melakukan rekrutmen dan pembinaan terhadap ABRI lainnya.
- Menyusun database anggota ABRI yang sudah di bina untuk sewaktuwaktu dimanfaatkan untuk kepentingan PKI.
Sedangkan strategi yang digunakan adalah sistem sel, memperbanyak simpatisan, mempertajam perbedaan antara bawahan dan atasan, memanfaatkan hasil-hasil untuk kepentingan Partai (Sekretariat Negara, 1994: 40-41)
Dalam pelaksanaanya metode ketiga ini bersifat sangat rahasia sehingga pelaksaannya hanya dilakukan oleh kaderkader PKI yang terpilih dan dianggap mampu menjalankan tugasnya mengingat tugas dari Biro husus ini adalah bekerja secara intensif untuk mencari simpatisan PKI dikalangan musuh terutama dikalangan Angkatan Bersenjata. Untuk keseluruhan dari Metode Revolusi ini mencakup pertama, perjuangan gerilya di Desa yang mencakup kaum buruh tani dan tani miskin. Kedua, perjuangan kaum buruh dikota terutama kaum buruh angkutan, ketiga, bekerja secara intensif dikalangan Angkatan bersenjata (sekretariat negara, 1994: 37), yang dianggap musuh paling berat.
Dalam komunikasi masa, PKI berhasil menyusup dan kemudian berhasil menguasai LKBN Antar (Lembaga Kantor Berita Nasional Antara), sehingga pemberitaan-pemberitaan yang dikeluarkan LKBN Antara sesuai dengan garis politik PKI. Begitujuga dengan organisasi profesi wartawan, PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), berhasil disusupi PKI. PKI kemudian berhasil menmpatkan orangnya dalam kepengurusan PWI. Salah satunya adalah karim DP yang menjabat sebagai ketua.
Peranan PKI Dalam Persiapan Gerakan 30 September
Sementara itu, pada tahun 1965 usaha PKI untuk menguasai pemerintah semakin ditingkatkan. PKI menuntut supaya dalam tubuh ABRI diadakan “Nasakomisasi” dengan menempatkan komisaris-komisaris politik didalam setiap angkatan unuk membina idiologi, doktrin dan ajaran perjuangan bagi setiap prajurit ABRI.
Dalam upaya menguasai pemerintah PKI mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima. Disamping Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Angkatan Kelima adalah unsur pertahanan keamanan Republik Indonesia yang merupakan gagasan PKI. Angkatan Kelima ini diambil dari kalangan buruh dan petani yang dipersenjatai dan mendapat pelatihan Militer. (Sucipto Dwi, 2013: 109-110) namun usulan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima, tidak disetujui dan ditentang oleh pihak Angkatan Darat, akan tetapi dalam kesempatan ini tampaknya Aidit mendapat persetujuan Sukarno secara diam-diam yang kemudian digunakan oleh PKI untuk mendapat keuntungan sebanyakbanyaknya.
Usulan-usulan tentang pembentukan Angkatan kelima tidak berhenti sampai disituh saja. Pada tanggal 31 mei 1965 sukarno membicarakan tentang tawaran Zhoe untuk mempersenjatai rakyat dan memerintahkan agar keempat angkatan bersenjata mengajukan rencana-rencana bagi pelaksanaannya. (Ricklefs, 2007: 424) Pada tanggal 1 Juni 1965 menekankan kepada para panglima territorial agar memberikan pertimbangan serius terhadap konsepsi tersebut. Tentu saja hal ini menimbulkan kegemparan luar biasa yang akhirnya memaksa panglima angkatan darat (Pangad) Jendral Ahmad Yani menyatakan bahwa Presiden berhak mengambil keputusan semacam itu, sementara itu Panglima Angkatan Ddarat (Pangau) Marsekal Omar Dhani memberikan dukungan dan tanpa ragu-ragu terhadap usulan tersebut. Dan mengumumkan bahwa Marxisme akan diajarkan dalam sekolah staf dan komando Angakat Udara. Sedangkan Panglima Angkatan Laut (Pangal) Laksamana R. Eddy Martadinata juga mengumumkan dukungannya terhadap usulan tersebut.
Konflik antara PKI dengan Angkatan Darat pun semakin meningkat dengan dilontarkannya usulan pembentukan Angkatan Kelima tersebut. Konflik tersebut juga semakin memburuk lagi dengan munculnya serangan-serangan terbuka terhadap elit Angkatan Darat yang berkaitan dengan gaya hidup mereka dengan kemewahmewahan maupun dengan sikap reaksioner yang mereka tampilkan. (Edman, 2015: 179- 181)
Sementara itu, ketegangan antara PKI dengan TNI-AD semakin diperburuk dengan munculnya isu Dewan Jendral, isu ini tidak lain bertujuan untuk memperburuk citra TNIAD di depan pemerintah dan rakyat. Isu ini disebarluaskan melalui anggota-anggota PKI yang aktif di berbagai lingkungan. Dalam isu ini disebutkan terdiri atas sejumlah Jendral TNI-AD, antara lain Jendral TNI A.H Nasution, Letjen TNI A. Yani, Mayjend TNI Soeprapto, Mayjend TNI S. Parman, Mayjend TNI Haryono, M.T, Brigjend TNI Sutoyo S, Brigjen TNI D,I Pandjaitan, dan Brigjen TNI Sukendro yang mempunyai sikap anti pati terhadap PKI.
Setelah isu Dewan Jendral tersebar luas, tersiar pula tentang adanya kabar mengenai isu “Dokumen Gilchrist”. Gilchrist adalah nama duta besar Inggris di Jakarta yang nama lengkapnya Sir Andrew Gilchrist dan bertugas di Indonesia pada tahun 1963- 1966 Masalah mengenai isu adanya dokumen Gilchrist ini mencuat Pada tanggal 15 mei 1965 wakil perdana menteri Dr. Soebandrio dalam kedudukannya sebagai BPI menerima surat anonim melalui kantor pos Jakarta isi surat tersebut terdiri dari dua bagian.(Sucipto Dwi, 2013:118) Pertama, isinya mengenai pengantar dari pengirim surat yang menyatakan adanya pengiriman sebuah dokumen yang berguna bagi revolusi. Bagian kedua sebagai lampiran berupa surat yang diketik tanpa tanda tangan ataupu paraf dari pembuatnya. Yang ada hanyalah ketikan nama Gilchrist. Surat ini ditulis pada formulir urat yang biasa digunakan oleh kedutaan Besar Inggirs di Jakarta dan seolah-olah dibuat oleh kedutaan Inggris yang ditujukan kepada Sekjen kementrian Luar Negeri Inggris. Adapun isi dari Dokumen Gilcchrist sebagai berikut:
Isi dari Dokumen Gilchrist ialah: saya mendiskusikan dengan Duta Besar Amerika Serikat tentang pertanyaan yang tertera pada no: 67786/65. Pada dasarnya, Duta Besar setuju dengan posisi kita, tetapi meminta waktu untuk menyelidiki aspek-aspek tertentu dari masalah ini. Menjawab pertanyaan saya tentang kemungkinan pengaruh kunjungan Bunker kejakarta, Duta Besar tidak melihat alasan untuk mengubah rencana bersama kita. Sebaliknya, kunjungan utusan pribadi Presiden Amerika Serikat akan member kita lebih banyak waktu untuk mempersiapkan oprasi yang sangat detail. Duta Besar merasa bahwa diperlukan langkah-langkah lebih lanjut untuk membawa usaha kita menjadi lebih selaras. Dalam hubungan ini, ia mengatakan bahwa akan berguna (bagi kita) untuk memberitahukan lagi kepada sahabat tentara lokal kita bahwa disiplin dan kordinasi tindakan sangat penting bagi keberhasilan rencana kita. Saya berjani untuk mengambil semua langkah yang di perlukan. Saya akan melaporkan pandangan pribadi saya waktunya nanti. Gilchrist (Sucipto, 2013: 120-121)
Surat tersebut seolah-olah memuat laporan yang isinya mengenai koordinasi Duta Besar Inggris dengan Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta dalam menangani situasi di Indonesia. Karena adanya pernyataan Our local army friend rekanrekan “tentara setempat”, yang menimbulkan logika seolah-olah ada ikut campur dan kerjasama antara TNI-AD, Inggris dan Amerika Serikat. (Sekretariat Negara RI, 1994: 64).
PENUTUP
Kesimpulan
Pada akhir uraian ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Amir Saripudin sebagai salahsatu tokoh Partai Komunis Indonesia setelah meletakan jabatanya sebagai perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan ia menyusun konsep-knsepnya seperti membentuk tentara merah model Unisovyet. Namun setelah jatuh nya Kabinet Amir Saripudin ia mulai melakukan gerakan-gerakan untuk melawan pemerintah sementara itu, Amir Sarifudin mulai melakukan penyusupan terhadap partai Sosialis dan terjadi perpecahan di dalam tubuh Partai Sosialis antara golongan kiri yang di pimpin oleh Amir Syarifudin yang semakin lama semakin menujukkan sikapnya yang Pro Komunis. Dan Partai Sosialis yang di pimpin oleh Sutan Syahrir. sementara itu Amir Syaripudin juga membentuk suatu badan yang tergabung dari beberapa Partai politik yang pro terhadap komunis badan ini disebut Front Demokrasi Rakyat (FDR).Namun Fron Demokrasi Rakyat tidak berumur panjang setelah kedatangannya Musso dari luar Negeri ia langsung mengambil alih kepemimpinan PKI dan mulai melakukan perubahan-perubahan dalam tubuh Partai Komunis karena selama ini PKI tidak Nampak secara legal di permukaan namun Nampak secara legal. Maka oleh karena itu Muso mencetuskan konsepsinya yang disebut Jalan Baru Untuk Republik Indonesia.
- Parti Komunis Indonesia setelah terjadinya pemberontakan di Madiun tahun 1948. PKI menjadi lemah disebabkan tokoh-tokoh PKI ada yang di tembak mati ketika pemberontakan sebagian masih dipenjara dan sebagian lagi masih bersembunyi. Namun setelah keluarnya putusan KNIP yang menyatakan PKI tidak dilarang muncul kembali di Indonesia. Kesempatan ini dimanpaatkan oleh para tokoh PKI yang masih bersembunyi. Disamping itu tokohtokoh PKI mulai melakukan Konsolidasikonsolidasi untuk memperkuat PKI yang telah melemah diakibatkan pemberontakan Madiun 1948. Konsolidasi ini dilakukan terhadap anggota PKI setelah berhasil melakukan Konsolidasi di dalam tubuh Partai PKI mulai mendekati beberapa organisasiorganisasi masyarakat dalam rangka menguatkan Partai Politiknya
- PKI yang sempat melemah di akibatkan pemberontakan Madiun 1948 kini muncul kembali dengan basis keanggotaan yang cukup besar. Usaha-usaha kader-kader PKI untuk menguatkan PKI Nampak jelas setelah diadakannya pemilihan umum 1955 dimana PKI menempati peringkat ke empat setelah PNI, Masjumi, dan NU.
Saran
Berkaitan dengan simpulan penelitian tersebut di atas, maka penulis memberikan sumbangan saran yang dapat dipakai sebagai bahan pemikiran dan pertimbangan terutama kepala pihak-pihak yang terkait. Saran tersebut disampaikan sebagai berikut:
- Berdasarkan fungsinya, sejarah mengandung segi edukatif. Dalam hal peristiwa Perkembangan politik Partai Komunis Indonesia. Dafat ditarik sisi edukatif dimana Partai Komunis Indonesia setelah melakukan pemberontakan mengakibatkan melemahnya PKI. Ini merupakan salah satu unsure dimana dalam memperoleh kekuatan tida harus salalu dengan pemberontakan.
- Dalam segi kepemimpinan dan penguatan basis keanggotan PKI sangat baik, terlihat dari cara-cara ataou langkah yang di ambil dengan melakukan penyusupan terhadap masyarakat Partai-partai politik organisasi Masyarakat (Ormas).
DAFTAR PUSTAKA
Edman, Peter. 2015 Komunisme ala Aidit, kisah partai komunis Indonesia dibawah kepemimpinan D.N Aidit 1950-1965. Yogyakarta: PT. Buku Seru
Dinas Sejarah Militer TNI AD. 1972 Cuplikan sejarah perjuangan TNI-AD. Bandung : Dinas Sejarah Militer TNI-AD
(http://ferdian08.blogspot.com/2013/02/berkem bangnya-PKI-di-Indonesia-tahun.html)
(http://www.id-sejarah.net/2014/II/pemilihanumum-1955.html)
Kasenda, Peter. 2014 Sukarno Marxisme dan Lenininisme. Depok : Komunitas Bambu
Marwati Djoened Posponegoro et.al 1993 Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Balai pustaka
Mortimer, Rex 2008 Indonesian Communism Under Sukarno. Jakarta : Equinox publishing.
Nasution, A.H 1979 Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Bandung : Angkasa Bandung
Pusat Sejarah dan Tradisi Abri 1991 Bahaya laten Komunise di Indonesia, Perkembangan Gerakan dan penghianatan Komunisme di Indonesia
——– 1994 Konsolidasi dan Infiltrasi PKI 1950-1959
Ricklefs, M.C. 2007 Sejarah Indonesia Moderen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sejarah Militer Kodam Siliwangi 1994 Siliwangi dari Masa ke Masa. Bandung: PT. Granesia Bandung
Sekretariat Negara, 1994 Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Jakarta: PT. Rola Sinar Perkasa
Sucipto, Dwi, 2013 Kontroversi G 30 S. Jakarta Selatan: Palapa
Soetanto, Himawan. 2006 Madiun dari Republik ke Republik. Jakarta: Kata Hasta Pustaka
Tamim, Djamaludin. 1957 Sejarah Partai Komunis Indonesia.Yoga, Sugama. 1983 Rangkaian Peristiwa Pemberontakan Komunis di Indonesia. Jakarta: LSIK.
Editor: Dedy TA